Cinta Dalam Misteri

Cinta Dalam Misteri

Kejadian itu

“Hahaha... kamu tidak akan mungkin bisa lari ke mana-mana lagi dari kami. Hahahaha...”

Di saat yang bersamaan...

“Hhha... Hhha.. kejadian itu,” gumamku dengan nafas tersengal-sengal saat terbangun dari tidurku.

Sementara itu di luar tampak hujan deras disertai petir dan angin sehingga membuat suasana malam menjadi terasa mencekam.

***

Keesokan paginya...

“Fir, tunggu gue!” teriak seseorang yang tak lain dan tak bukan sahabatku, Jio.

Mendengar teriakkan Jio, aku pun menghentikan langkahku lalu menengok ke arah Jio.

“Hhha.. hhha.. kabar buruk, Fir. Ini benar-benar kabar buruk,” ucap Jio terengah-engah.

Aku yang mendengar itu pun bingung. Aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh sahabatku ini.

“Maksud lo kabar buruk itu apa, Yo?” tanyaku.

“Bentar. Gue atur nafas gue dulu,” ucap Jio.

Setelah menunggu beberapa saat, Jio pun akhirnya mencoba mengatakan bahwa seseorang dari Fakultas Manajemen semalam di kabarkan meninggal dunia. Mendengar hal itu, aku merasa tidak ada yang aneh dengan kejadian itu. Dalam hatiku bergumam, “Tapi kok Jio bilang kalau ini kabar buruk. Bisa saja kan kalau orang itu memang sedang sakit.”

“Fir, lo kok diem aja sih?” protes Jio.

“Eh. Sori.. sori.. emang siapa yang sudah meninggal, Yo?” tanyaku.

“Itu. Si Deri. Yang gue enggak habis pikir. Bukannya siangnya dia masih terlihat baik-baik saja waktu ngobrol ma kita, bahkan dia pun sempat merayu-rayu kamu,” ucap Jio.

“Umur manusia gak ada yang tahu, Yo. Bisa aja sekarang kita berdua juga ngobrol begini, eh tahu-tahu satu jam kemudian salah satu diantara kita pergi duluan. Ya kan?!” ucapku dengan nada santai.

“Bener juga sih yang lo bilang, Fir. Cuma ya kok aku merasa ada yang janggal aja,” ucap Jio.

Masih dengan nada santai, aku pun berkata, “Mungkin itu cuma perasaan lo aja, Yo.”

“Iya kali ya. Ini cuma perasaan gue aja,” ucap Jio yang kemudian kami pun melanjutkan melangkahkan kaki menuju kelas.

***

Sesampainya kami di kelas, kami lagi-lagi mendengar kabar tentang meninggalnya Deri.

Sebagian dari mereka berkata kalau Deri meninggal karena memang di sengaja dan yang lainnya mengatakan kalau Deri meninggal karena memang sedang sakit.

Mendengar hal ini, aku dan Jio pun saling menatap satu dengan lainnya. Kami pun bingung mengapa sampai ada rumor seperti itu.

“Lo denger sendiri kan, Fir? Seisi kampus ini gak ada berhentinya membahas soal ini,” ucap Jio.

Aku pun terdiam. Aku merasa ucapan Jio memang ada benarnya juga. Kenapa kabar penyebab meninggalnya Deri menjadi simpang siur.

“Eh, emang di kampus ini gak ada ya perwakilan untuk menyampaikan rasa belasungkawa pada keluarganya?” tanyaku.

Mendapatkan pertanyaan seperti, Jio pun menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata, “Pihak kampus sudah menyuruh sebagian orang untuk mewakili ke sana. Namun setelah di sana ternyata jenazahnya sudah di makamkan. Gak ada satu penjelasan apa pun dari pihak keluarga perihal penyebab kematian Deri.”

“Oh. Jadi mungkin dari kitanya kali ya yang gak tanya tentang hal itu,” tebakku.

Lagi-lagi Jio pun menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata, “Gak juga. Karena dari informasi yang gue dapetin, gue mendengar kalau mereka sebenarnya sempat menanyakan hal tersebut. Namun oleh pihak keluarga, mereka lebih cenderung berkata kalau semuanya memang sudah takdirnya saja harus seperti itu.”

Mendengar ucapan Jio, aku pun menggelengkan kepalaku sambil berkata, “Ya kalau begitu jawabannya ya susah. Ya sudah. Biarkan saja. Gak usah mengusili urusan yang bukan urusan kita. Ok?!”

Jio pun menganggukkan kepalanya dan berkata, “Bener kata lo. Kita gak usah ikut campur urusan yang bukan urusan kita.”

***

Tak selang berapa lama, datang sesosok pria tampan yang memakai jas abu-abu dan juga sebuah kacamata. Sehingga membuat satu kelas menjadi riuh dan sejenak melupakan kabar kematian Deri.

“Teman-teman semuanya, kenalkan saya Fathan. Saya adalah Dosen baru di kampus ini,” ucap orang tersebut memperkenalkan dirinya.

Mendengar suara dan caranya orang itu bicara, sontak membuat seisi kelas pun berkata, “Woaaaaaah!”

Sementara itu, aku hanya duduk terdiam dan cuek. Aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi.

“Hai, Fir. Ganteng banget deh Dosen baru kita ini,” ucap Jio dengan mata berbinar-binar seperti sedang melihat artis.

“Gak. Biasa aja. Lagi pula lo kan cowok, ngapain juga lo pasang wajah kayak gitu? Jangan-jangan lo cowok jadi-jadian ya, Yo?!” celetukku.

“Jleb, sungguh sakit yang tak berdarah,” ucap Jio sambil memegangi dadanya dan memasang wajah pura-pura teraniaya.

“Hilih, cowok lebay,” ucapku yang sudah terbiasa dengan tingkah sahabatnya itu.

Sementara itu di saat yang bersamaan...

“Baiklah semuanya, untuk saya dapat mengenal kalian, saya harap kalian mau memperkenalkan diri kalian masing-masing. Kita mulai dari kamu!” ucap Pak Fathan sambil menunjuk ke salah seorang mahasiswa.

Dan dari sana, maka di mulailah perkenalan satu persatu kami. Hingga suatu ketika...

“Fir, giliran lo tuh,” ucap Jio sambil mencolek bahuku dari belakang.

Dengan terkejut, akhirnya aku pun berdiri lalu memperkenalkan diriku. Namun di saat yang bersamaan, perasaanku saat itu merasa ada yang berbeda dari biasanya dan ini membuat aku benar-benar menjadi gugup.

Setelah beberapa saat kemudian, acara perkenalan pun telah selesai dan kami akhirnya melanjutkan pelajaran kami.

***

Siang harinya, saat aku sedang berjalan sendirian menuju toilet, tiba-tiba saja...

‘Bruk..’

“Ah, maaf. Saya tidak se...”

Aku pun tidak melanjutkan ucapanku karena aku sangat terkejut dengan siapa yang tadi aku tabrak.

“Tidak apa-apa, Fir,...” ucap orang tersebut yang ternyata Pak Fathan, “Bapak juga salah kok karena tadi jalan terburu-buru.”

“Oh begitu,...” sahutku, “ya sudah. Saya ke toilet dulu kalau begitu.”

Tanpa menunggu jawaban dari Pak Fathan, aku pun langsung bergegas menuju ke toilet sehingga selintas terlihat Pak Fathan menggelengkan kepalanya.

“Aneh. Kenapa perasaan yang gak biasa ini muncul lagi?!” gumamku saat setelah sampai di toilet.

Walau merasa ada yang aneh, tapi tetap saja aku tidak mau memedulikan hal itu. Karena aku merasa kalau bisa saja itu hanya perasaanku saja.

***

Setelah beberapa saat kemudian, aku yang enggan untuk melanjutkan mata kuliahnya pun akhirnya memutuskan untuk pulang.

Saat di perjalanan, tiba-tiba saja aku di ganggu oleh sekelompok orang yang tidak aku kenal. Sehingga membuat aku berlari dan orang-orang tersebut entah mengapa malah mengejarku hingga aku tersudut di sebuah gang yang buntu.

Mengetahui hal tersebut membuat orang-orang yang terdiri dari tiga orang ini dengan tanpa segan menggoda bahkan mencolek tubuhku sehingga membuat aku merasakan sangat takut sekali. Karena tiba-tiba aku teringat kejadian saat itu. Sebuah kejadian yang sangat membekas di hatiku.

Namun walau begitu, apa daya aku hanya perempuan lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya rasa takut yang terlihat di wajahnya.

Di saat aku merasa putus asa, tiba-tiba...

“Bruk,...”

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!