Carmen
Hatiku sangat berbunga-bunga hari ini. Tak pernah menyangka kalau lelaki tampan di sebelahku akan menerima lamaran dan bersedia menikah denganku.
Aku terus memandangi Mas Zaky yang sedang fokus mengemudi. Tampan sekali calon suamiku ini, boleh peluk enggak ya?!
"Baby, kalau bisa sih kamu bilang sama Abi kamu di saat yang tepat. Hari ini sudah terlalu malam, kamu bisa bilang ke Abi kamu saat dirinya sedang santai. Mm... Besok pagi saat Om Agas sudah selesai trading dan dapat cuan, kamu bisa tuh bilang baik-baik sama Om Agas. Ingat ya, bilangnya dengan lembut dan jangan memaksa!" ujar Mas Zaky.
"Iya, Mas!"
Setelah sampai depan rumah aku rasanya tak mau terpisah dari Mas Zaky. Kalau aku menjadi istrinya pasti aku bisa terus bersama Mas Zaky setiap hari. Pokoknya aku harus mencari waktu yang tepat untuk bicara dengan Abi!
Keesokan harinya aku terus memperhatikan Abi seraya memeriksa laporan salon milikku. Kami memang biasa bekerja bersama di ruang keluarga. Abi trading saham, aku memeriksa laporan dan terkadang Kak Wira dan Kak Dewi ikut serta membuat laporan bisnis mereka.
Mommy datang seraya menyuguhkan cemilan dan minuman untuk teman kami bekerja. Ada Mommy, kurasa ini waktu yang tepat. Tidak terlalu pagi dan dilihat dari wajahnya, Abi sudah cuan hari ini.
"Bi! Aku mau nanya!" kataku membuka percakapan.
"Nanya apa Baby?" tanya Abi dengan lembut seperti biasanya.
"Kalau aku menikah muda bagaimana?" tanyaku tak berani ke intinya. Aku basa-basi dulu barulah nanti aku ke poin pentingnya.
"Hmm... Nikah muda ya? Kalau dari pengalaman Abi dan Kakak kamu Wira sih sebaiknya jangan ya. Menikah itu bukan hanya butuh kesiapan materi saja. Kamu juga butuh kesiapan mental. Kamu saja manja kayak gitu, bagaimana kamu menghadapi permasalahan dalam berumah tangga nanti?!" jawab Abi yang membuatku mulai meragu Abi akan merestui langkahku.
"Kenapa kamu tanya seperti itu, Sayang? Kamu mau nikah muda? Memangnya kamu sudah punya kekasih?!" tanya Mommy dengan lembut.
Mendengar pertanyaan Mommy, Abi terlihat memasang telinga dan wajahnya berubah tegang. Jelas saja, bagi Abi aku masih baby-nya. Siapa yang menjadi kekasihku harus lolos kriterianya. Namun aku yakin, Mas Zaky itu masuk dalam kriteria menantu idaman Abi.
"Sebenarnya... Aku...."
Aku melirik ke arah Abi dengan takut-takut. Abi dan Mommy menunggu aku selesai berbicara.
"Aku mau menikah dengan Mas Zaky." jawabku dengan penuh keberanian.
Abi dan Mommy saling tatap lalu keduanya menertawaiku. "Ha...ha...ha... Abi pikir ada apa! Anak ini masih saja suka berkhayal, My!"
"Iya. Mommy juga deg-degan, By! Kalau kayak begini sih dia udah beribu-ribu kali ngomong!" Mommy dan Abi masih tertawa. Mereka tak menyadari kalau aku bicara serius. Ucapanku berikutnya langsung membuat tawa di wajah mereka hilang.
"Aku sudah melamar Mas Zaky dan Mas Zaky juga menerima lamaranku."
Benar saja, tawa mereka menghilang berganti dengan wajah cemas. "Jangan becanda kamu, Baby!"
"Sayang, kamu lagi ngerjain Mommy dan Abi bukan?!" tanya Mommy yang mulai khawatir.
"Aku serius kok!" kukeluarkan Hp-ku dan kutunjukkan video yang semalam aku minta tolong rekam saat aku melamar Mas Zaky.
Abi merebut Hp milikku dan begitu shock melihat apa yang kulakukan. "Kamu melakukan hal gila kayak gini?!" tanya Abi dengan nada suara yang mulai naik, tak lagi lembut seperti biasanya.
"I-iya, Bi. Aku keren 'kan?!" tanyaku dengan bangganya.
"Ya Allah, Carmen!!! Kamu itu anak perempuan Abi. Seharusnya kamu yang dilamar oleh lelaki baik terpilih, bukan malah kamu yang melamar laki-laki lain! Anaknya Damar pula!" Abi terlihat sangat kecewa dan marah dengan apa yang aku lakukan.
"Loh memangnya kenapa, Bi? Zaman sudah maju, sekarang bukan jamannya lagi perempuan dilamar. Di luar negeri saja banyak kok perempuan yang melamar pria pujaannya. Niat aku baik, Bi. Aku mau menikah, bukankah menikah itu menyempurnakan ibadah kita?!" tanyaku tanpa merasa bersalah sama sekali.
Abi geleng-geleng kepala mendengarku. Ia mengusap kasar wajahnya yang kini memerah karena marah. Mommy memegang tangan Abi, seakan menyuruh Abi bersabar menghadapiku.
"Kamu tahu siapa Zaky? Kamu tahu dia anak siapa?!" tanya Abi terlihat menahan kesabarannya.
"Tau, By. Mas Zaky anaknya Mama Tara dan Papa Damar." jawabku dengan polosnya.
"Kamu juga tau 'kan kalau kedua orang tuanya dulu mengkhianati Abi? Kenapa kamu malah mau menikah dengan anak mereka?!"
"Itu 'kan sudah masa lalu, Bi! Sekarang Abi dan Papa Damar baik-baik saja. Abi juga sudah punya keluarga yang tak kalah bahagianya. Aku tuh cinta mati sama Mas Zaky, Bi. Kurang apa coba Mas Zaky buat jadi menantu Abi?! Ganteng, sukses, kaya dan baik hati. Semua kriteria menantu idaman Abi ada dalam diri Mas Zaky!" jawabku tak mau kalah.
"Enggak! Pokoknya Abi enggak setuju!" Abi berdiri dan meninggalkanku. Cepat-cepat aku menyusul dan merengek pada Abi.
"Bi! Restui ya, please!"
"Enggak! Sekali Abi bilang tidak, ya tidak! Abi enggak mau kamu nikah sama anaknya Damar!" Abi lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya.
"Bi! Jangan gitu dong! Mas Zaky saja mau menerima lamaran aku, masa Abi enggak mau merestui sih?!" kataku sambil mengetuk pintu kamar Abi.
Usahaku sia-sia. Abi kalau sudah berkata tidak, maka sulit diubah. Namun jangan sebut aku Carmen, anak Abi yang paling disayang kalau tidak bisa membuat Abi merubah keputusannya.
"Yaudah kalau Abi enggak mau restui, aku akan mogok makan!" aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
Aku pun melaksanakan ucapanku. Aku benar-benar tidak keluar kamar untuk makan. Untunglah masih ada stok cemilan di lemari es kecil milikku. Aman untuk beberapa hari.
Mommy yang paling cemas karena aku tak kunjung keluar kamar untuk makan. Beberapa kali Mommy membujukku untuk makan namun aku tetap tidak membukakan pintu. Maaf ya, My. Kalau aku tidak ngambek kayak gini, Abi tak akan merestui hubunganku dengan Mas Zaky. Usahaku melamar dan mempermalukan diriku akan gagal nantinya.
Sehari... dua hari... aku masih mengurung diri. Stok makananku mulai menipis. Air mineral di dispenser kamarku juga mulai habis. Abi tak juga sekalipun ke kamarku untuk membujukku.
Aku mendengar suara ribut-ribut di depan kamar. Diam-diam aku menempelkan telingaku di pintu dan mendengar Abi dan Mommy bertengkar. Mommy menyuruh Abi membujukku.
"Udah dua hari Carmen mogok makan, Bi! Ayolah! Turunkan ego Abi. Toh Zaky adalah anak yang baik, dia anak sepupu Mommy juga. Lebih baik kita mendoakan Carmen agar pilihannya tepat. Ayo, Bi!" bujuk Mommy.
Abi tak membantah. Ia akhirnya menurunkan egonya karena tak mau melihat aku sakit dan Mommy sedih. Abi pun mengetuk pintu kamarku.
"Carmen, anak nakal! Keluarlah! Abi restui kamu dengan Zaky! Suruh Zaky datang bersama kedua orang tuanya untuk melamar kamu!" kata-kata yang sudah aku tunggu-tunggu akhirnya terucap juga.
Aku cepat-cepat membuka pintu dan memeluk Abi. "Beneran ya, Bi? Makasih, Bi! Abi baik sekali!"
"Tapi kamu janji sama Abi, jangan pernah menyesali pilihan kamu! Kamu harus bahagia dengan pilihan kamu!" pesan Abi.
Aku mengangguk. "Aku janji, Bi! Janji!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Felisha Almaira
hmm....kalo Carmen tau alasan Zaky terima lamaran nya Krn Dewi ...gmn tuh
2022-12-24
2
.
wah sukses juga akhirnya acara mogok makannya carmen wkwk,,abi takut kalau zaky sama kayak kedua orang tua yaitu suka mengkhianati pasangannya abi gak mau kamu nantinya kecewa baby makanya abi begitu,,
2022-12-21
1
.
baby gak sadar apa ya selama ini kalau dia dijadikan suatu alat buat Zaky bisa dekat dengan dewi kakak iparnya baby sendiri
2022-12-21
1