Zaky
Keluarga Carmen meminta acara pernikahan kami diadakan dengan meriah karena Carmen adalah putri satu-satunya dan merupakan anak kesayangan dari Om Agas dan Tante Tari. Keluargaku juga mendukung rencana untuk pesta meriah pernikahan kami tersebut. Apalagi Oma yang mau pernikahan cucu satu-satunya diadakan semewah dan semeriah mungkin.
Aku dan Carmen pun mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan. Banyak permintaan dari kedua keluarga yang harus dituruti. Undangannya harus begini, pestanya harus begitu, acaranya mau di sini dan sebagainya. Benar-benar persiapan yang melelahkan.
Aku menyerahkan saja pada Carmen. Toh dia yang mau menikah denganku. Aku lebih memilih menghabiskan waktu dengan setumpuk pekerjaanku yang harus aku selesaikan sebelum kami pergi berbulan madu.
Hari pernikahan pun akhirnya tiba. Aku sempat meragu untuk melanjutkan pernikahan ini. Apakah keputusanku untuk menikahi Carmen adalah keputusan yang tepat?
Aku tak bisa mundur saat aku melihat Carmen yang sudah berdandan cantik sekali. Anak itu meski kelakuannya masih anak kecil namun saat berdandan seperti ini benar-benar pangling. Aku tak tega untuk menyakitinya.
Aku mengucapkan ijab kabul dengan penuh keyakinan. Wajah bahagia Carmen seakan mengusir keraguanku. Ia mencium tanganku untuk salim dan untuk pertama kalinya aku mengecup keningnya.
Pernikahan kami dilangsungkan di sebuah hotel bintang lima. Banyaknya tamu undangan yang diundang membuat acara yang biasanya memakan waktu dua jam dibuat menjadi dua sesi. Total 4 jam lebih aku harus berdiri dan memasang senyum palsu pada semua orang.
Lelah sekali rasanya dengan kepura-puraan ini. Berbeda dengan Carmen yang terlihat sangat bahagia dan sangat riang. Mau foto berapa banyak pun anak itu seakan tak ada letihnya sama sekali.
Pernikahan dua keluarga pebisnis sukses memang beda. Tamu undangan seakan tak ada habisnya. Tamu penting seperti anggota DPR, tokoh pemuka agama, menteri dan para jenderal juga diundang. Wajar kalau Oma begitu ingin pesta ini semewah mungkin.
Teman-teman Carmen banyak yang hadir. Terlihat sekali Carmen mudah bergaul, temannya banyak. Mereka bahkan membuat seragam sesuai tema pesta kami malam ini. Wajar sih menurutku, Carmen itu anak yang mudah bergaul dan anak baik. Semua menyukainya, termasuk kedua orangtuaku yang sudah menganggapnya anak sendiri dan sering memanjakannya.
Akhirnya acara pesta pun berakhir. Kakiku amat pegal dan badanku letih sekali. Aku dan Carmen pamit ke kamar pengantin kami yang berada di lantai 8 hotel ini. Aku berjalan lebih dulu agar cepat merebahkan tubuhku di atas kasur.
"Mas tunggu aku dong! Susah nih jalannya pakai baju pengantin kayak gini!" protes Carmen.
Aku terpaksa menghentikan langkahku dan menunggunya yang berjalan bagai siput. Setelah sampai di dekatku, Carmen menggandeng tanganku. Senyum di wajahnya terus mengembang, tidak sepertiku yang terus menekuk wajah sebal.
Kami pun sampai di kamar pengantin kami. Sudah ada taburan bunga mawar bergambar hati dengan dua buah handuk yang dibentuk bak angsa sedang berciuman.
"Wow! Lucu banget!" puji Carmen.
"Kalau kamu mau foto-foto, aku yang mandi duluan ya! Gerah nih!" kataku pada Carmen yang asyik mengambil beberapa foto dengan camera miliknya.
"Iya. Mas duluan saja!" ujarnya.
Aku lalu mengambil baju ganti milikku dalam tas koper beserta handuk bersih dan masuk ke dalam kamar mandi. Kubersihkan diriku dan keluar dengan tubuh yang sudah kembali segar.
Aku mendapati Carmen sedang kerepotan membuka sanggul miliknya. Aku mau pura-pura acuh namun ia memanggilku.
"Mas! Bantuin dong! Susah nih!" pintanya dengan manja.
Terpaksa aku membantunya padahal aku sudah lelah sekali. Aku mencopot satu demi satu jepitan di rambutnya. Memang agak susah jika tanpa bantuan orang lain.
"Mas wangi banget sih! Enggak kayak aku nih, bau asyem!" aku tersenyum mendengar perkataan Carmen. Adikku eh istriku itu memang lucu dan kadang menggemaskan.
"Habis bersihin make up kamu mandi. Biar segar dan enggak bau asyem lagi. Ini kok jepitan banyak banget sih? Kayak nyabutin paku dari kepala kuntilanak aja!" akhirnya selesai juga acara mencabuti jepitan rambut dari rambut Carmen.
"Enak aja aku disamain kayak kuntilanak!" omel Carmen yang kubalas dengan menertawai mukanya yang lucu. "Aku mandi dulu, Mas!" Carmen lalu membawa baju ganti dan masuk ke dalam kamar mandi. Kalau aku? Ya... Tidur saja. Ngantuk. Toh kami tak akan melakukan yang seharusnya dilakukan pengantin baru!
****
Aku tertidur begitu lelap. Lelah seharian dengan serangkaian acara pernikahan membuatku malas membuka mata. Carmen yang membangunkanku.
"Selamat pagi Mas! Eh... Suamiku!" teriaknya dengan riang. Merusak pagiku yang indah dengan suara berisiknya.
Kuambil bantal dan kututup telingaku. Aku lalu berbalik badan dan hendak tidur kembali.
"Mas! Kok tidur lagi sih?! Ayo dong kita siap-siap! Kita 'kan mau pergi bulan madu!" ujar Carmen seraya menggoyang-goyangkan tubuhku. Mau tak mau aku bangun. Aku tak mau mengecewakannya.
"Iya... Iya!" aku duduk dan melihatnya sudah rapi.
"Ayo cepat, Mas! Nanti kita ketinggalan pesawat!" kata Carmen penuh semangat.
"Iya Baby!" kucubit pipinya seperti kebiasaanku sebelum kami menikah. Aku pun bersiap-siap dan kami berangkat berbulan madu setelah sarapan.
Kami menikmati bulan madu di Singapura yang Oma berikan sebagai hadiah pernikahan kami. Carmen benar-benar menikmati bulan madu yang di matanya tak lebih dari sekedar liburan.
Carmen yang polos tak menuntut kami melakukan hubungan suami istri. Om Agas benar-benar menjaga anaknya tetap polos dan lugu. Tak tercemar seperti Wira yang seorang player sejati.
Untunglah... Aku jadi tak terbebani. Aku tak bisa jika harus melakukan hubungan suami istri dengan wanita yang kuanggap adikku sendiri. Kami pun menikmati liburan kami layaknya kakak dan adik liburan bersama.
Kubiarkan Carmen puas memilih apapun yang ingin ia beli. Anggap saja sebagai balasan karena aku menikahinya hanya untuk mendekati kakak iparnya semata. Mau beli tas, sepatu ataupun baju bebas. Aku yang bayar!
"Mas, aku beli ini buat Mama. Yang ini buat Oma dan ini buat Mommy." Carmen menunjukkan tiga tas pilihannya.
"Buat kamu mana?" tanyaku dengan heran. Anak ini malah memikirkan yang lain, bukan dirinya sendiri.
"Aku udah banyak, Mas. Buat yang lain saja." tolaknya. Baik sekali dia.
"Kalau... Dewi? Tidak kamu belikan?" tanyaku.
"Oh iya!" Carmen menepuk keningnya. "Untung saja Mas ingetin aku! Aku lupa!"
Benar-benar polos sekali anak ini! Tak tahu niatku sama sekali
"Biar aku bantu pilihkan!" kataku menawarkan diri. Tanpa curiga Carmen membiarkanku memilih tas yang cocok untuk Dewi. Kusesuaikan dengan kesukaannya.
"Bagus ih pilihan kamu, Mas! Kak Dewi pasti suka deh!" puji Carmen.
"Iya dong! Aku tuh jago banget! Baby mau aku pilihkan juga?!" tanyaku tak mau Carmen curiga karena aku lebih memperhatikan wanita lain dibanding dirinya.
"Boleh, Mas?" tanyanya dengan mata berbinar.
"Boleh dong!" Carmen tambah bahagia saat kupilihkan. Setidaknya aku tidak terlalu menyakitinya. Dia 'kan adikku juga.
Kami habiskan waktu bulan madu kami layaknya kakak beradik saat liburan. Tak ada hubungan suami istri, tak ada kemesraan macam pasangan baru menikah lainnya. Kulihat Carmen juga senang-senang saja.
"Nanti kita langsung tinggal di rumah baru kita ya, Baby?!" ajakku.
"Rumah baru?" Carmen terlihat terkejut namun sangat senang. "Beneran? Berdua?"
Aku mengangguk. "Iya. Berdua. Kamu mau 'kan?"
Carmen mengangguk dengan penuh semangat. "Mau... Mau! Aku mau!"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Penasaran...
Gimana sadarnya carmen
2023-12-18
0
siti yanti
benar benar kamu nyakitin Carmen siap siap kamu ku kutuk onlen Zaky awas ya 👊
2023-11-24
1
Wanda Revano
Zaky awas aja Lo nyakitin carmen.gue Telen Lo idup2
2023-04-08
0