Zaky
Carmen baru saja meneleponku. Setelah beberapa hari menghilang bagai ditelan bumi akhirnya dia memberi kabar. Aku pikir ia berubah pikiran dan melupakan lamarannya padaku, ternyata tidak.
"Mas, Abi sudah merestui hubungan kita! Mas diminta datang bersama Papa Damar dan Mama Tara!" ujar Carmen dengan penuh semangat.
"Kok bisa?" tanyaku tak percaya. Rupanya Baby masih bersikeras dengan rencananya.
"Iya dong, Carmen gitu loh! Aku sampai dua hari mogok makan Mas supaya Abi merestui kita. Jadi, Mas kapan datang melamar aku secara resmi? Bagaimana kalau hari minggu besok? Aku bilang sama Mommy dan Abi ya!" lagi-lagi anak itu berbuat sesuka hatinya.
"Iya. Mas akan bilang sama Mama dan Papa dulu." kuiyakan permintaannya.
"Asyik! Yey kita akan segera menikah!" anak itu terlihat bahagia, namun tidak denganku. Masa sih aku akan menikahi adikku sendiri? Huft....
Dewi... Dewi... Mau dekat sama kamu aja butuh pengorbanan...
Aku lalu mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan kedua orangtuaku. Malam ini saat makan malam menurutku adalah waktu yang paling tepat. Suasana hati Mama dan Papa sedang baik, apalagi Papa yang baru saja dapat tender besar.
"Ma... Pa... Ada yang mau Zaky bicarakan." kataku seraya menaruh sendok dan garpu bekas makan di atas piring.
"Mau bicarakan apa Sayang? Serius sekali!" tanya Mama.
"Tentang Carmen."
"Carmen? Kenapa dengan anak Papa yang cantik itu?" tanya Papa.
"Aku... Mau melamar Carmen... Untuk menjadi istriku."
Mama dan Papa saling pandang. Tak lama mereka berdua tersenyum bahagia. "Benarkah? Kamu mau menjadikan Carmen menantu Mama? Ya Allah... Mama senang sekali!"
"Iya. Papa juga senang sekali. Selama ini Papa berdoa semoga kamu mendapat jodoh yang baik, eh ternyata kamu malah dapat jodoh yang sangat baik seperti Carmen. Wah... Papa tidak menyangka. Sejak kapan kamu mencintai Carmen?!" tanya Papa.
Cinta? Aku tidak cinta, aku malah dilamar oleh anak nakal itu! Aku tak mau menjawab pertanyaan Papa. Aku memilih mengalihkan dengan pertanyaan lain.
"Hari minggu ini niatnya aku mau ke tempat Carmen untuk melamar secara resmi. Mama dan Papa mau 'kan melamar Carmen untukku?!"
"Tentu dong! Mama mau bicara dulu ah sama Tari! Enggak nyangka loh saudara sepupu Mama akan menjadi besan Mama sendiri." Mama terlihat sangat senang dan bersemangat, begitu pun Papa. Hanya aku yang tak bersemangat.
****
Hari Minggu
Sesuai janjiku pada Carmen, hari ini aku akan datang melamarnya bersama kedua orangtuaku. Aku mengenakan setelan jas formal, Mama yang memintanya. Mama mau acara ini terlihat resmi.
Mama sudah sibuk menyiapkan segala barang bawaan. Oma juga demikian, apalagi aku cucu satu-satunya. Aneka kue dan makanan sudah tersedia untuk keluarga calon besan. Oma sangat bersemangat hari ini. Oma menyukai Carmen, karena Carmen sudah dianggap cucunya sendiri. Mendengarku akan menikahi Carmen membuat Oma sangat bahagia.
Kami pun berjalan menuju rumah Carmen yang letaknya tepat di depan rumahku. Sudah ada teman-teman Papa yang menyambut sambil tersenyum jahil. "Cie besanan cie..." ledek Om Sony.
"Dari musuh jadi satu kubu ha...ha...ha..." tambah Om Riko. Keduanya memang jahil namun baik hati. Papa hanya menanggapinya dengan tertawa, namun tidak dengan Om Agas.
Om Agas berdiri di pintu masuk tanpa senyum. Ia menyambut kedatangan kami dengan wajah sebal yang tak bisa disembunyikannya.
Aku mencari bidadari hatiku. Wanita cantik yang terlihat tambah cantik saat mengenakan kebaya modern berwarna peach. Rambutnya disanggul modern, membuat Dewi makin bak Dewi dari khayangan.
Wira berdiri di samping Abi. Ia sama seperti Abi yang memasang wajah datar tanpa senyum. Mungki tak rela aku menikahi adik kesayangannya. Kami lalu dipersilahkan duduk di ruang tamu yang sudah digelar karpet dan ada makanan serta minuman di tengahnya.
Papa lalu mulai menyampaikan maksud dan tujuannya. Tak lama Carmen disuruh keluar dari kamarnya. Baby terlihat cantik hari ini. Ia berdandan dan mengenakan kebaya. Baby tersenyum melihatku dan aku pun membalas senyum adikku eh calon istriku tersebut. Huft...
Kedua pihak lalu mulai berbicara mengenai rencana pernikahan. Sesekali berbasa-basi karena mereka tak menyangka kalau aku dan Carmen ternyata saling memiliki perasaan satu sama lain. Huh... sok tau. Mana bisa aku mencintai adikku sendiri?!
Aku lalu melihat ke arah Dewi yang nampak asyik bermain Hp. Ia duduk tidak di sebelah Wira. Malah memilih di samping Carmen. Sejak tadi pun aku tak melihat Dewi dan Wira berbicara. Seperti ada yang aneh.
Acara pun dilanjutkan dengan makan bersama. Semua saling mengobrol dengan akrab sambil sesekali tertawa dengan ulah Om Riko dan Om Sony yang suka melempar lelucon konyol. Aku pamit mau ke toilet. Karena di bawah penuh, aku ijin ke toilet di kamar Carmen. Aku sudah mengenal rumah ini dan seperti rumahku sendiri.
Saat mau keluar dari kamar, aku mendengar Dewi dan Wira sedang bertengkar di depan kamar Carmen. Rupanya kesibukan Wira membuat Dewi kesal dan menumpahkan amarahnya.
"Ya kamu enggak bisa begitu dong. Masalah di bisnis laundry juga banyak. Kamu malah lebih fokus mengurus bisnis cafe dan showroom. Aku tuh masih belum jago menghandle semuanya! Kamu jangan lepas tangan begini dong!" keluh Dewi.
"Yang lepas tangan siapa? Aku juga handle kok. Cuma sekarang aku lagi fokus sama bisnis showroom karena banyak saingan. Marketing kita banyak yang pindah karena merasa bonus penjualan tak sesuai. Aku lagi memperbaiki satu per satu. Kamu sabar dong. Sudahlah kita bicarakan nanti saja di rumah! Bukan di acara lamaran Carmen seperti ini!" Wira lalu meninggalkan Dewi tanpa penyelesaian masalah.
"Kalau kamu pulang ke rumah sebelum tengah malam juga bisa aku bicarakan!" gerutu Dewi.
Aku lalu keluar kamar dan membuat Dewi terkejut. "Eh Mas Zaky."
Aku tersenyum pada Dewi. "Aku... dengar sedikit percakapan kalian. Yang sabar ya Wi, mungkin Wira memang sangat sibuk."
"Iya. Sibuk banget. Oh iya, selamat ya Mas. Aku enggak nyangka Mas Zaky dan Carmen akan menikah. Kalian cocok! Semoga kalian berjodoh!" doa Dewi.
Aku malah berharapnya berjodoh dengan kamu, Wi.
"Iya. Makasih doanya. Bagaimana bisnis laundry kamu? Aku lihat makin ramai saja." aku malah mengobrol dengan Dewi. Aku bisa puas berbicara sambil memandangi wajah cantiknya. Sayang, aku dipanggil untuk acara foto-foto.
Aku memasang senyum palsu pada kameramen seraya mataku melirik ke arah Dewi dan Wira yang terlihat bertengkar namun tanpa banyak kata. Aku yakin, masih ada celah bagiku untuk masuk dalam rumah tangga Wira dan Dewi.
"Ayo Mas, senyum dan menghadap kamera ya!" perintah sang fotografer.
Aku pun tersenyum, aku dan Carmen memamerkan jari kami yang disematkan cincin. Carmen tersenyum bahagia, aku pun demikian. Kalau Papa saja bisa merebut Mama, kenapa aku tidak bisa merebut Dewi?!
****
Visualisasi Zaky dan Carmen: (Jarang loh aku kasih 🤭). Kalau enggak suka khayalin aja sendiri 🤭🤭🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Apakah pengaruh gen??
😁😁
2023-12-18
0
Revina Darajati
hedeeeh..dasar turunan ngrebut istri orang
2023-06-06
1
Marlina Palembang
jahatnya Zaky,,, cukup papa damar aj yg bgtu
2023-03-06
0