Kantin ungu

Bulan bertengger mesra diantara malam berbintang. Hembusan angin malam seakan tak mampu menyejukkan sosok laki-laki tegap yang berdiri di balkon kamar dalam diam. Semenjak mengetahui jika dirinya sudah dijodohkan dengan gadis pilihan ayah dan bundanya, Ibrahim lebih memilih untuk banyak diam. Banyak yang ia pikirkan. Dalam benaknya, setelah ia menempuh Strata dua, akan ia habiskan waktunya untuk fokus meneruskan perusahan ayahnya. Perihal pernikahan, sama sekali belum terbersit di benaknya. Baginya, pernikahan bukanlah perkara mengucapkan dengan lantang, saya terima nikah dan kawinnya...... SAH! selesai. Bukan. Mampukah ia menjadi kepala rumah tangga. Bisakah ia menjadi suri dan tauladan untuk anak turunnya kelak? Dan apakah ia mampu membina pernikahan ini untuk seumur hidup? Mampukah ia mencintai gadis pilihan orang tuanya? Banyak hal yang saat ini sedang ia renungkan.

''Tok tok tok. Bram, sudah tidur?'' tanya bunda Dyah.

''Belum, bun. Masuk aja, pintunya tidak aku kunci.'' jawab Bram masih berdiri di balkon kamarnya.

Ceklek. Pintu terbuka.

''Kamu kenapa belum tidur, Bram?'' tanya bunda Dyah.

''Bram sedang menikmati malam, Bun.'' jawab Bram yang masih berdiri dengan posisi semula.

''Kamu pasti kepikiran perihal perjodohan yang papa kamu sampaikan, kan?'' tebak bunda Dyah.

''Huft.'' Ibrahim menghembuskan nafas dengan lirih.

''Bunda tahu, kamu pasti masih terkejut dengan keputusan ini. Tapi, bunda harap kamu mengerti. Sekarang kamu sudah hampir kepala tiga, Bram. Bukan patokan umur juga yang mengharuskan pernikahan. Namun, bunda rasa kamu juga mengerti perihal ini.'' jelas bunda Dyah dengan bijak.

''Iya, bun.'' balas Ibrahim.

''Kalau bunda boleh tahu, apa yang membuat kamu ragu, Bram? Apa kamu sudah punya kekasih di luar sana yang belum kamu kenalkan pada bunda?'' tanya bunda Dyah.

''Enggak kok bun. Ibram mana sempat memikirkan hal itu. Ibram hanya fokus untuk segera menyelesaikan kuliah dan kembali kesini.'' jelas Ibram.

''Syukurlah, bunda kira kamu sudah punya kekasih. Binar itu gadis yang baik, Bram. Dia satu-satunya putri om Ardi. Dan dengan ikhlas beliau menyerahkan putrinya pada keluarga kita.'' jelas bunda Dyah.

''Iya, bun.'' jawab Ibram.

''Kalian tidak harus menikah sekarang, kalian bisa saling lebih mengenal terlebih dahulu.'' jelas bunda Dyah.

''Bunda sudah mengatur jadwal untuk kalian bertemu. Kamu bisa kan, Bram?'' tanya bunda Dyah.

''Terserah bunda saja.'' jawab Ibram.

''Nah, gitu dong, nurut. Kan bunda jadi makin sayang sama anak ganteng bunda ini.'' balas bunda Dyah sambil mengelus pundak anak lelakinya.

...ΩΩΩ...

Ara dan Lila sedang berada di Kantin Ungu. Mereka sedang menghabiskan sarapan sambil menunggu kedatangan Binar.

Gubrak. Ara dan Lila tersentak sambil terheran-heran melihat kedatangan Binar yang tiba-tiba menghempaskan tubuhnya di atas kursi sembari menjatuhkan kepalanya di atas meja kantin.

''Astaga naga, kesambet nih bocah!'' seru Ara.

''Kamu kenapa sih mak?'' tanya Lila.

''Kurang sajen apa gimana?'' lanjut Ara.

''Pusing nih incesss.'' jawab Binar dengan malas.

''Pusing mah minum obat kali, beb. Ini malah kaya cacing pita nggak dikasih makan sebulan. Lesu amat.'' balas Ara.

''Iya, kamu kenapa sih mak?'' tanya Lila.

''Aku mau kawin.'' jawab Binar sambil menutup muka dengan hijabnya.

''Eh. Gimana, gimana?'' tanya Ara.

''Kan aku yang mau tunangan, kenapa jadi kamu yang mau kawin?'' lanjut Ara.

''Lagi mabuk nih anak.' balas Lila.

''Incess lagi enggak bercanda.'' balas Binar singkat.

''Kawin? Sama siapa? Emang ada yang mau sama cewek modelan kaya kamu, Bi?'' tanya Ara yang tak bisa menghentikan tawanya.

''Eh, emang beneran ya?'' tanya Lila lagi.

Obralan mereka terhenti tatkala datang sosok laki-laki tegap menghampiri meja Binar.

''Hai, boleh gabung?'' tanya seorang laki-laki yang tak lain adalah Dani.

''Duduk aja, kak.'' jawab Lila.

''Bi, kamu kenapa? Lagi sakit? Kok kaya lagi capek banget?'' tanya Dani melihat tidak ada respon sedikitpun dari gadis yang pernah menjadi kekasihnya tersebut.

Melihat Binar masih diam saja, Lila pun mencoba memegang tangan Binar dengan pelan.

''Bi, ditanyain kak Dani tuh.'' kata Lila.

Binar pun mengangkat kepalanya sambil melihat sekitar dengan malas.

''Tumben ada kak Dani enggak semangat gitu?'' lanjut Lila.

''Apa sih kamu.'' balas Binar.

''Kenapa kak, tanya apa tadi?'' tanya Binar kepada Dani.

''Kamu lagi sakit ya?'' tanya Dani.

''Enggak kok kak.'' balas Binar.

''Tumben kakak kesini sendirian?'' tanya Ara dengan penasaran. Karena kemanapun Dani pergi, selalu ada yang mengikutinya. Siapa lagi kalau bukan gadis yang selalu mengaku menjadi kekasih Dani yang super menjengkelkan di mata Ara.

''Iya.. Sebenernya aku kesini pengen ngobrol sama Binar. Jika kalian mengijinkan.'' terang Dani yang merasa sungkan pada kedua sahabat Binar.

''Kalau mau ngobrol ya tinggal ngomong aja kali, kak.'' potong Ara yang nampak tidak begitu menyukai kehadiran Dani.

''Sebenernya, aku pengen ngajak Binar jalan. Sabtu besok kamu ada acara enggak, Bi? Kalau ada waktu, aku pengen ngobrol-ngobrol sama kamu.'' jelas Dani.

''Gimana ya, kak? Aku lagi enggak pengen keluar.'' balas Binar.

''Sebentar aja kok, Bi?'' lanjut Dani.

''Maaf ya kak, kayanya aku emang enggak bisa.'' jawab Binar.

''Tuh kak, udah denger kan kalo Binar nya enggak mau.'' sambung Ara.

''Please, Bi sekali ini saja.'' pinta Dani kembali.

Melihat Dani yang terus memohon, Binar menjadi tidak tega. Dalam hatinya ia bersorak senang dengan ajakan Dani. Namun, teringat pembicaraan dengan kedua orang tuanya semalam, Binar menjadi ragu untuk menerima permintaan Dani. Saat Binar hendak menjawab pertanyaan Dani, datang tiga orang gadis dengan pakaian yang sedikit terbuka. Salah seorang dari mereka, langsung merangkul tangan Dani dengan begitu manja.

''Sayang, kamu ngapain sih disini? Aku enggak suka ya kamu disini.'' kata gadis itu dengan manja, yang tak lain adalah Karina. Gadis yang mengaku menjadi kekasih Dani.

''Loe juga jadi cewek kegatelan amat sih, udah tau kak Dani punya cewek, masih aja gangguin!'' lanjut Tania, teman Karina.

''Itu mulut bisa dijaga nggak! Sembarangan aja ngoceh!'' sungut Ara yang tidak terima sahabatnya dituduh seperti itu.

''Tanya sama cowok loe, siapa yang gatel disini!'' lanjut Ara.

''Ayo, sayang kita pergi dari sini. Enggak penting banget ngeladenin orang kaya mereka.'' manja Karina pada Dani.

''Ngomong sekali lagi, gue hajar loe!'' balas Ara tak mau kalah.

''Berani kalian sama kita?'' tantang Tita, teman Karina.

''Nggak usah sok jagoan deh loe pada!'' sengak Ara yang mulai terpancing emosinya.

''Udah enggak usah ribut. Mending kalian pergi deh dari sini dari pada bikin gaduh.'' bijak Lila.

''Sana buruan kalian pergi dari sini, sebelum gue berubah pikiran!'' sambung Ara.

''Awas loe ya!'' balas Tania dan Tita bersamaan.

''Apa loe! Enggak takut gue!'' jawab Ara.

Tak ingin memperpanjang kehebohan yang ditimbulkan Karina dan kawan-kawannya, Dani pun membawa Karina beranjak meninggalkan kantin sebelum banyak mahasiswa lain yang memperhatikan mereka.

Binar hanya diam menyaksikan drama yang terjadi di depan matanya. Untuk berbicara saja rasanya ia enggan, apalagi untuk membalas ucapan Karina yang dituduhkan kepadanya rasanya sangat malas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!