Sasha pulang ke apartemennya dengan keletihan yang teramat sangat. Tapi saat ia pulang dan disambut oleh senyuman putranya, rasa letih yang mendera tubuhnya seketika menguap.
"Mommy."
Rainer berlari memeluk Sasha dengan senyum mengembang.
"Hai sayang, mommy sangat merindukanmu." Sasha mengecup kedua pipi Rainer gemas.
"Kita hanya berpisah beberapa jam saja mommy. Kau terlalu berlebihan."
Rainer terkikik karena ucapan Sasha yang berlebihan.
Rainer memang anak yang cerdas. Umurnya baru 5 tahun, tapi dia sudah banyak mengerti akan berbagai hal. Caranya berbicara pun jauh lebih dewasa dari anak seusianya.
"Mommy tidak berlebihan sayang. Satu jam saja mommy tidak bertemu denganmu, mommy pasti rindu."
Sasha dan Rainer sedang duduk di sofa. Rainer sangat semangat menceritakan harinya di sekolah.
"Mommy, tadi miss Sofia menyuruh kita untuk bercerita tentang keluarga."
"Oh ya, lalu bagaimana putra kesayangan mommy ini bercerita tentang keluarganya?"
"Aku bilang kepada miss Sofia, kalau aku tidak memiliki keluarga yang lengkap seperti teman teman yang lain. Tapi mommy selalu memberikanku kasih sayang melebihi siapa pun. Aku tidak memiliki ayah, tapi mommy saja sudah cukup untukku."
Sasha terpaku dengan kata kata Rainer. Ia tidak menyangka kata kata seperti itu akan diucapkan oleh putrannya. Tidak terasa setetes air mata turun membasahi pipinya.
"Mommy kenapa menangis?" Rainer menatap wajah Sasha sedih.
"Mommy bangga sama kamu nak, putra mommy yang pintar, mommy sangaaat menyayangimu."
Sasha memeluk erat putranya. Mengecup puncak kepalanya. Entah kenapa setelah bertemu kembali dengan Jean, kini luka hati itu berkali lipat sakitnya.
"Mommy, besok akhir pekan. Mommy sudah berjanji kita akan jalan jalan. Mommy tidak lupa kan?"
"Tentu saja sayang, besok kita pergi ke pantai bagaimana?"
"Mau mau. Asiiik."
Rainer melompat dari pangkuan Sasha lalu lompat lompat kegirangan.
Mommy sangat mencintaimu Rainer. Mommy akan selalu menjagamu, membuatmu bahagia. Sekalipun tidak ada sosok ayah di hidupmu, mommy akan selalu membuatmu menjadi anak paling bahagia di dunia ini.
...~•~...
Sasha sedang menyiapkan beberapa perlengkapan untuk pergi ke pantai bersama putra nya. Setelah selesai dia bergegas ke kamar putranya untuk membangunkannya.
"Sayang, kita akan sampai terlalu siang kalau kau masih belum bangun."
Sasha menepuk pelan pipi Rainer. Tubuh Rainer menggeliat lalu menguap.
"Oke mommy."
"Ayo mommy bantu bersiap."
Setelah selesai dengan persiapan dirumah, Sasha dan Rainer menuju pantai yang jaraknya kurang lebih memakan waktu 2 jam. Rainer terlihat sangat senang saat melihat hamparan pasir putih dan laut yang berwarna biru karena cuaca yang sangat cerah.
"Mommy kenapa bibi Anne tidak ikut? Pasti seru kalau ada bibi Anne."
Sasha mengoleskan sunscreen di wajah putih Rainer.
"Bibi Anne sedang sakit sayang."
"Kalau begitu pulangnya bisakan kita mampir ke rumah bibi Anne?"
"Tentu sayang. Kita akan menjenguk bibi Anne nanti."
Sasha begitu menikmati waktunya bersama putranya. Mereka menghabiskan waktu seharian dengan bermain air. Saat waktu menjelang sore, Sasha sudah bersiap pulang. Dia menggendong Rainer yang tidur karena kelelahan menuju mobilnya. Menidurkannya di bangku depan.
Tepat saat menutup pintu mobil, seseorang memanggilnya. Dan Sasha tahu siapa orang itu.
"Sasha." Panggil pria itu.
Untuk sesaat Sasha diam terpaku. Jantungnya berdetak cepat karena ketakutan. Lalu dia berbalik, memasang wajah senormal mungkin.
"Halo tuan Synder." Sasha mengangguk hormat.
"Aku pikir kau tipe orang yang senang dirumah. Aku tidak menyangka bertemu denganmu disini."
"Yah, aku sedang ingin melihat pantai hari ini. Lalu disinilah aku."
Lalu seorang wanita keluar dari mobil Jean. Wanita yang luar biasa cantik. Dengan senyum ramah dia mengangguk menyapa Sasha.
"Siapa dia Jean? Kau tidak ingin mengenalkannya padaku?"
"Masuklah dulu Julia, aku ada perlu sebentar."
Jawab Jean mengacuhkan pertanyaan wanita yang tidak lain adalah kakak Jean.
"Baiklah. Jangan terlalu lama, papa menunggu di dalam." Julia tersenyum keapada Sasha lalu berjalan masuk kedalam restoran mewah.
"Sepertinya anda sedang sibuk tuan Synder, kalau begitu saya permisi dulu."
Sebelum Sasha pergi, Jean berdiri menghalangi jalan.
"Ayo kita bicara."
"Kita bisa bicara tentang pekerjaan di kantor tuan."
"Sasha aku ingin bicara masalah kita."
"Maaf tuan, saya buru buru. Tolong minggir."
"Tidak. Aku ingin kita bicara sekarang. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Tapi, saya tidak ada yang ingin di bicarakan dengan anda." Jawab Sasha tajam.
Lalu suara ketukan di kaca mobil menarik perhatian keduanya. Wajah Rainer yang imut dan menggemaskan muncul di jendela.
"Mommy."
Sasha terlihat panik, lalu dengan cepat dia berdiri menutupi Rainer.
"Saya sedang buru buru tuan. Jika ada sesuatu yang ingin dibicarakan, kita bisa bertemu dikantor senin nanti."
Jean menatap Sasha dengan wajah yang sulit diartikan. Lalu tiba tiba dia mengambil ponsel dari kantong celananya dan memberikan kepada Sasha.
"Kalau begitu beritahu aku nomermu."
"Saya rasa kita tidak sedekat itu untuk bertukar nomer ponsel."
"Bukankah wajar seorang bos memiliki nomer karyawannya?"
Sasha menggigit bibir bawahnya kesal. Orang ini selalu bisa membuat alasan yang tidak bisa di tolak. Dengan enggan Sasha mengetikkan sebuah nomer di ponsel Jean.
Jean langsung melakukan panggilan di nomer Sasha. Ponsel Sasha berdering di kantong celananya.
"Hanya memeriksa. Apa kau benar memberiku nomermu atau tidak." Jean tersenyum yang membuat ketampanannya meningkat berkali lipat. "Maaf sudah menahanmu, hati hati berkendara, hari sudah akan gelap."
"Terima kasih tuan sudah mengkhawatirkan saya. Saya permisi." Dengan cepat Sasha berjalan melewati Jean dan masuk kebalik kemudi.
Saat mobil sudah akan melaju, Rainer kembali muncul di kaca jendela mobil. Tersenyum lebar dan melambaikan tangannya yg kecil kepada Jean.
"Daaaah uncle."
Jean menatap kepergian mobil Sasha. Ada sesuatu yang mengusik di hati nya. Sudah jelas status Sasha adalah single, di profil Sasha yang Jean dapat di kantor. Siapa anak kecil yang memanggilnya mommy?
Jean menelpon Dylan, asisten pribadinya.
"Cari tahu semuanya tentang Sasha Alison. Latar belakang, keluarganya, teman temannya, semuanya. Jangan ada yang terlewat."
"Baik tuan."
"Kirimkan padaku secepatnya."
Jean memasukan ponselnya ke saku celananya dan berbalik untuk menemui keluarganya.
...~•●•~...
Sasha mencengkram keras kemudinya. Pikirannya kacau. Pemikiran bahwa Jean melihat dan mendengar Rainer memanggilnya mommy, membuatnya takut. Takut Jean akan mencari tahu tentang hidupnya. Mencari tahu tentang putranya.
Sasha menatap putranya yang sedang asik dengan mainan dinosaurusnya, siapapun yang melihatnya akan langsung mengenali bahwa Rainer adalah putra Jean. Sasha tahu betul dia tidak akan bisa melawan Jean jika Jean menuntutnya. Sasha tidak punya kekuatan.
Apa aku pergi saja??
Lalu Sasha menghela nafas berat. Tidak mungkin dia meninggalkan kehidupannya disini. Sasha ingat betul kesulitan yang ia hadapi saat memutuskan untuk pindah ke New York. Dari mencari tempat tinggal sampai mencari pekerjaan, semuanya begitu sulit saat itu.
Dan sekarang dia sudah hidup berkecukupan. Mempunyai karir yang bagus. Rainer bisa hidup tanpa kekurangan seperti anak anak lain. Sasha tidak sanggup jika harus kembali memulainya dari awal lagi.
Apa yang harus aku lakukan?
Usapan lembut di pahanya membuatnya tersadar dan menatap putranya.
"Apa Mommy lelah? Kita bisa istirahat sebentar."
Mata Rainer menatap ibunya dengan ekspresi sedih. Seperti mengerti bahwa ibunya sedang memikirkan sesuatu yang berat.
"Mommy baik baik saja sayang."
Sasha tersenyum mengusap pelan kepala putranya.
"Mommy siapa paman tadi?"
Sasha menatap terkejut putranya yang tiba tiba menanyakan Jean.
"Paman tadi rekan kerja mommy. Kenapa kamu bertanya?"
"Aku berharap bisa bertemu lagi dengannya."
Rainer menjawab dengan senyum polos. Hati Sasha merasa terusik. Mungkinkah karena ikatan darah. Apa aku egois jika aku menyembunyikan Rainer dari ayah kandungnya?
Setelah hubungannya dengan Jean berakhir, tidak sekalipun Sasha berhubungan dengan pria lagi. Hidupnya hanya seputar bekerja dan putranya. Bagi Sasha kehadiran putranya sudah cukup untuknya. Dia tidak membutuhkan pria dalam hidupnya.
Beberapa pria berusaha mendekati Sasha, tetapi Sasha selalu membuat batasan. Sasha tidak mau memperumit hidupnya dengan kehadiran seorang pria.
Akhirnya mobil Sasha berhenti di basement apartementnya. Sasha menggandeng Rainer menuju lift. Saat menunggu lift, tiba tiba seseorang meraih tas besar yang ia bawa.
"Tanganmu terlalu kecil untuk membawa tas sebesar ini."
"Jack. Astaga apa yang sedang kau lakukan disini?"
Sasha terkejut mendapati Jack, Rekan satu divisinya berada di kawasan apartement nya.
"Aku pindah kemari hari ini." Jawab Jack tersenyum. Lalu tatapannya pindah menatap Rainer. "Halo boy, kau pasti pangeran kecil yang selalu menelpon Sasha setiap jam makan siang."
Rainer tidak menjawab. Dia malah menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh Sasha.
"Dia putraku. Namanya Rainer." Jelas Sasha singkat.
Lalu pintu lift terbuka dan mereka masuk.
"Dilantai berapa unitmu?"
"15."
Jack menekan tombol 15. Sasha menunggu Jack menekan lantai unitnya tapi Jack tidak melakukannya.
"Di lantai berapa unit mu Jack?" Tanya Sasha penasaran.
"Kita tinggal di lantai yg sama ternyata."
"Apa kau yang akan tinggal di depan unit ku? Kemarin aku dengar pasangan suami istri yg tinggal di depanku akan pindah."
Jack mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Sasha.
"Jadi kita akan bertetangga mulai sekarang. Mohon bantuannya ya tetangga." Gurau Jack yang membuat Sasha tertawa.
Ting
Pintu lift terbuka dan mereka keluar. Dilantai 15 hanya terdapat 2 unit. Jack mengantar Sasha sampai ke depan pintu.
"Terima kasih sudah membantuku membawa tasnya. Kalau butuh bantuan, jangan sungkan untuk mengetuk pintu rumahku."
"Tentu saja, sepetinya aku akan banyak merepotkanmu nanti."
"Kalau begitu, aku masuk dulu. Sampai jumpa Jack."
Jack tetap berdiri walau pintu rumah Sasha sudah tertutup di depannya. Sebuah senyuman mengembang di wajahnya.
"Aku pasti bisa mendapatkan hatimu."
Gumam Jack. Lalu berbalik dan masuk ke dalam rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments