"Ma-maaf, Bu. Saya nggak lihat ada Ibu di depan saya," kata cowok jangkung yang tidak memasukkan baju seragam ke celana abu-abunya itu. Well, tadi dia sibuk nyari sesuatu di tas.
"Aryo, masukkan bajumu!" titah Citra, wibawanya sebagai guru sedikit membuat Raga terpana.
Cowok bernama Aryo itu mengangguk, lalu mengindahkan, sebelum akhirnya pamit. Dan selepas kepergian Aryo, giliran Raga yang mohon undur diri. "Cit, gue duluan ya."
"Ga, bentar!" tahan Citra, mencekal pergelangan tangan Raga. Otomatis pria yang pernah dekat dengannya itu berhenti bergerak, menyorotnya ada apa. "Eum ... nomor hape lo masih yang dulu, 'kan?"
"Nggak. Udah ganti. Permisi." Selanjutnya Raga memantapkan langkah menuju mobil, meninggalkan Citra yang seketika menggigil karena sikap dinginnya. Padahal semasa kuliah, Raga dikenal sebagai sosok yang humoris. Tapi semenjak Citra menghilang dan kabar terbaru yang Raga dengar; perempuan itu sudah menikah dan memiliki satu orang anak perempuan, membuat Raga yakin bahwa Citra memang tidak ditakdirkan untuknya.
Keputusan Raga yang akhirnya kembali pada Nawang setelah hubungan mereka sempat terjeda selama satu tahun, pada waktunya menuntun Raga pulang. Merasa bahwa Nawang lah pelabuhan yang ia cari, tempat paling teduh selain dekap hangat sang ibu, meski harus melewati abang ketiganya yang masih jomlo.
Tapi sekarang Reon udah nikah.
Berkat Jaya.
Saya:
Nar, meeting hari ini dimajukan ya
Kinar:
Baik pak
^^^***^^^
"Kalau nggak mau, nggak usah dipaksa, Nov," tegur Nawang ketika baby sitter baru Jaya terus berusaha memasukkan sesendok nasi ayam ke mulut Jaya sambil diselingi bujuk-rayu.
"Baik, Bu." Novi, gadis dua puluh tahun yang konon diutus Renata untuk mengurus Jaya itu mengangguk patuh. "Kalau begitu, saya izin ke belakang ya, Bu?"
"Silakan."
Selepas kepergian Novi, Jaya beralih menghampiri sang ibu, dan duduk di pangkuan perempuan itu. Tangan kecilnya memainkan tali daster milik ibunya, ditarik-tarik sesuka hati sampai bagian dada Nawang terekspos. Sesekali Nawang menegurnya. Hingga Raga muncul seraya menyunggingkan senyum, lalu bergabung dengan anak dan istrinya. Pria itu menahan gerak tangan si kecil.
"Hei, dasternya Bunda jangan dibuat mainan," tegur Raga.
"Ayah, es krimnya mana?" tagih Jaya.
"Nanti ya beli sama Ayah sama Bunda, sekalian quality time."
"Yeay!" Jaya bersorak riang.
Perhatian Raga teralih ke sisi, hendak buka suara---mengajak bicara Nawang untuk menjelaskan perihal Citra, tapi tiba-tiba istrinya itu bangkit seraya menutup hidung. Raga mengernyit. "Kenapa, Bun?"
"Huek!" Kaki Nawang diayun menuju kamar mandi, lantas ia muntahkan isi perutnya ke westafel. Sejak tadi pagi---tepatnya setelah salat subuh, Nawang merasa badannya sedang tidak beres. Ia terus didera mual.
Tidak lama kemudian Raga muncul, lalu memijat leher Nawang dengan lembut. Nawang memuntahkan cairan bening lagi. "Dari kapan kamu mual-mual?" tanya Raga.
Butuh beberapa detik untuk Nawang meminimalisir kondisinya. "Subuh tadi."
"Bulan ini kamu udah dapet?"
Pertanyaan Raga kembali membuat Nawang terdiam untuk beberapa saat, lalu setelah dirasa kondisinya memungkinkan, ia bergerak menuju kamar dan melihat kalender, diikuti Raga. Pria itu mengerutkan dahi. "Belom ya?"
"Aku baru sadar, dua bulan ini aku telat, Mas."
Seperti menembus angka togel, Raga melebarkan mata. "Serius?"
"Iya."
"Bentar, bentar." Raga tidak ingin langsung melayang, sebab tahun lalu, Nawang pernah telat satu bulan, tapi waktu di-testpack, hasilnya negatif. "Aku beliin testpack dulu ya?"
"Kamu nggak berharap aku hamil 'kan, Mas?"
"Justru kalau kamu hamil, aku malah seneng. Jadi aku nggak perlu denger rengekkan kamu biar aku nyeraiin kamu, paham?" tandas Raga, "Kita ini hampir sebelas tahun sama-sama. Dan udah banyak yang kita lewati bareng-bareng, Naw. Apa kamu ikhlas nuker sebelas tahun sama permintaan konyolmu itu?"
Ingin rasanya Nawang membeberkan kalimat-kalimat jahat Renata selama ini. Tapi, dia tidak mau memperkeruh suasana. Sudah cukup keadaan ini menjadi beban untuknya. "Ya udah, sana gih!"
"Ibu butuh sesuatu?" Suara Novi menarik seluruh atensi.
Raga mengernyit bingung. "Naw, dia siapa?"
"Baby sitter-nya Jaya yang baru, Mas," jawab Nawang. "Nov, ini Pak Raga, suami saya, ayahnya Jaya."
Novi mengangguk segan, lalu tangannya terulur. Tapi Raga tidak merespons. Pria itu kembali menatap sang istri. "Terus, Mbak yang kemaren gimana, Bun?"
"Kamu tanya aja ke Mama."
"Lagian, Mama kenapa asal kirim baby sitter sih!" cebik Raga, geregetan.
"Oh ya, Nov, kamu bisa tolong belikan testpack?" Nawang mengajak bicara Novi.
Yang diajak bicara mengangguk. "Bisa, Bu."
Seakan mengerti, Raga menyodorkan tiga lembar uang seratus ribuan ke Novi, diterima gadis itu. Setelahnya, Raga giring istrinya ke ruang tengah, bergabung dengan sang jagoan. Jaya menatap ayah dan ibunya bergantian. "Ayah, Bunda kenapa?"
"Lagi nggak enak badan," jawab Raga. "Gananjaya, abis ini 'kan Ayah balik lagi ke kantor, Jaya kalau butuh sesuatu bilang Sus ya. Biar Bunda bisa istirahat."
"Oke, Ayah. Nanti Jaya jagain Bunda."
"Pinter banget sih anak Ayah." Raga usap puncak kepala putranya dengan gemas.
"Udah makan, Yah?" tanya Nawang. Well, dia dan sang suami sudah sepakat untuk membahasakan diri dengan panggilan Ayah-Bunda jika di depan Jaya.
Raga menggeleng. "Belom, Bun." Nawang segera bangkit, ditahan Raga. "Mau ke mana?"
"Nyiapin makan siang buat kamu."
"Aku bisa ambil sendiri, Bun."
"Kamu keberatan aku ambilin?" Nawang mendadak sensitif.
Cepat-cepat Raga menggeleng. "Nggak gitu, Bun. Astaga. Kamu 'kan lagi nggak enak badan, jadi nggak usah banyak gerak dulu."
"Nggak apa-apa." Nawang ngeyel, bergerak menuju meja makan untuk menyiapkan makan. Raga menyusul---dengan Jaya di gandengannya, lalu ia tarik salah satu kursi sebelum kemudian ditempati.
Jaya duduk di samping ayahnya sambil ngedot.
"Bisa nggak, besok-besok tetep kayak gini?" pancing Raga.
"Emang biasanya gimana? Aku selalu ngelayanin kamu, 'kan?" balas Nawang, tanpa menoleh. Tangannya sibuk nenyendokkan nasi, sayur, serta lauk pauk ke piring. "Mau perkedel nggak, Yah?"
"Boleh." Raga mengangguk, lalu meneruskan obrolan tadi. "Kamu sadar nggak sih, tiga tahun belakangan kita kurang komunikasi karena kamu sibuk kerja. Padahal sebelum itu, kita selalu bicara dengan kepala dingin." Menerima piring yang disodorkan ke arahnya, ia tatap sang istri yang beranjak duduk di hadapannya. "Emang Mama ngomong apa sih ke kamu, hm?"
"Dimakan, Yah." Pada akhirnya Nawang memilih bungkam.
"Kamu diancem Mama, ya?" tebak Raga, telak. "Bilang, Bun. Kita ini sepasang kaki dan tangan, jadi harus bisa saling menguatkan untuk tetap bertahan. Kalau cuma aku yang berdiri dan bergerak, buat apa?"
Nawang masih setia pada kebisuan. Ada beberapa alasan yang membuatnya harus bersikap demikian. Sebab menjelaskan hanya akan menimbulkan perselisihan. Jika bukan dia dan suami, maka sang suami dan mertua. Sekali lagi, posisi Nawang saat ini sangat menyesakkan.
Kadang ia bertanya; mengapa ia harus jadi orang tak berpunya?
Mengapa semesta lantas menempatkan ia sebagai teman hidup Nuraga Cakrawala?
Si paling sempurna di mata kaum hawa.
"Bu, ini testpack-nya." Kemunculan Novi menyelamatkan Nawang.
"Testpack itu apa, Bun?" tanya Jaya, penasaran.
"Ada lah. Barang untuk mengetes sesuatu," tukas Nawang, lalu bangkit dan berderap ke kamar mandi. Dengan perasaan waswas, perempuan bersurai hitam sepunggung yang mengikat rambutnya asal itu menunggu hasil sambil tutup mata. Dan ketika kelopaknya terbuka, dua garis biru terpampang di alat tes kehamilan tersebut. Nawang membekap mulut, kepalanya menggeleng tak percaya.
Sejurus dengan itu, terdengar ketukan dari luar. Disusul suara berat suaminya. "Bun?"
Nawang keluar, ia berikan testpack itu Raga. "Positif."
"Alhamdulillah!" seru Raga, penuh rasa syukur. Ditariknya Nawang ke dalam pelukan, ia kecup puncak kepala istrinya. "Makasih, Sayang. Memang kita ditakdirin untuk jadi partner."
"Setelah anak kita lahir, kita masih bisa pisah 'kan, Mas?as?"
//
Nawang nih kenapa sih? Kok, nggak bersyukur banget punya suami kayak Mas Raga? Hmm, kira-kira Mas Raga bakal ngabulin permintaan konyol Nawang nggak ya?
Tim yang setuju RaNa pisah
Tim yang nggak setuju RaNa pisah
Spam komen plis -_-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
octa❤️
gak setuju..
2024-06-29
0