Video Call

"Ma, ini sebenernya ada apa?"

Mengiringi pertanyaan sang suami dengan sorot penasaran, Nawang ingin tahu; apa ibu mertuanya akan berkata jujur atau tetap memojokkannya seperti biasa. Karena jujur saja, dia sudah tidak tahan menghadapi Renata yang seenaknya.

Nawang sadar dirinya bukan berasal dari keluarga kaya raya yang memiliki jabatan, serta disegani banyak orang. Namun, perasaan yang tumbuh di hatinya juga bukan atas kemauannya. Semua berjalan sesuai skenario-Nya. Ia tidak pernah meminta, apalagi sampai memaksa Raga untuk membalas perasaannya. Sebelum itu, ia sudah tahu diri. Tapi tanpa disangka-sangka justru Raga sendiri lah yang datang dan mengajaknya merajut asa untuk mencipta bahagia.

"Kenapa Mama diam?" desak Raga, menuntut.

"Kamu nuduh Mama?" Renata mengedikkan dagu tidak suka, "Kamu lebih percaya istrimu daripada Mama yang melahirkan kamu?" lanjutnya, membuat Nawang kontan diserbu rasa muak. Renata menggeleng tak habis pikir seolah-olah dirinya sedang terinjak.

"Ma---"

"Semenjak menikah, kamu jadi nggak percaya Mama. Dan selalu menempatkan Mama sebagai orang lain." Renata mengesah sedih. "Mungkin karena istrimu nggak suka sama Mama, jadinya dia mengarang-ngarang cerita tentang Mama. Padahal istri abang-abangmu selalu baik ke Mama."

"Stop playing victim ya, Ma!" sela Nawang, tanpa gentar.

"Siapa yang playing victim?" balas Renata, tidak terima.

"Oma sama Bunda jangan berantem dong." Jaya cemberut, menatap ibu dan neneknya bergantian.

Renata segera menyudahi, digiringnya Jaya ke kamar, meninggalkan Raga dan Nawang yang masih berada di ruang tengah.

Nawang menjatuhkan tatapan jengkelnya ke sang suami. "Kamu lihat sendiri 'kan, Mas? Mamamu nggak setulus itu nerima aku. Dan aku---" Menunjuk dadanya sendiri, "siap kalau harus pisah dari kamu daripada aku makan ati tiap hari."

"Nggak!" Raga mengibaskan tangan, lalu jari telunjuknya menuding wajah sengit sang istri. "Sampai kapanpun aku nggak bakal lepasin kamu, paham?" tegasnya, kemudian enyah dari hadapan Nawang.

Bergegas Nawang mengejar seraya berseru, "Mas!"

Raga tidak menggubris, kakinya diayun memasuki kamar, berderap menuju lemari untuk menyiapkan pakaian. Nawang langsung mengambil alih. Meski berharap diceraikan Raga, tapi Nawang tidak pernah lupa akan tugas-tugasnya. Sementara itu, Raga membiarkan Nawang menyiapkan pakaian untuknya. "Bisa nggak, kita perbaiki yang salah?"

"Maksud Mas?" sahut Nawang tanpa menatap Raga.

"Kalau aku ada salah, kamu bilang. Jangan nantangin aku! Aku ini suamimu!"

Kali ini Nawang menoleh, ia letakkan baju kantor suaminya ke ranjang, lalu beralih menatap pria di depannya. "Aku nggak pernah nantangin kamu, Mas. Tapi emang tiga tahun belakangan ini kita nggak bisa ngobrol dengan baik."

"Itu karena kamu selalu seenaknya!" tandas Raga.

"Mas, sekali lagi maaf kalau aku ngelibatin mamamu. Tapi kenyataannya; mamamu yang paling tahu kenapa aku begini," tukas Nawang. "Oh iya, hari ini aku di rumah, jagain Jaya. Kamu kalau mau sarapan, udah aku siapin di meja makan."

Setelahnya, siuh.

***

Renata pulang diantar Raga. Kebetulan, komplek tempat tinggal wanita itu searah dengan kantor Raga, jadi nggak masalah kalau dia harus berbelok sebentar untuk mengunjungi kediaman orang tuanya.

"Loh, Cyara?" Renata kaget menemukan cucu dari putra sulungnya berdiri di depan gerbang. Gadis itu sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya. "Kamu nggak sekolah?"

"Nggak! Abisnya Mami sama Papi lebih mentingin kerjaan." Cyara, gadis enam belas tahun itu memutar mata.

Raga geleng-geleng. Raja---abang tertuanya berprofesi sebagai pilot, sedang istrinya masih betah bergelut di dunia modelling. Alhasil, putri semata wayang mereka jadi kurang perhatian dan ujung-ujungnya selalu ngambek kayak gini. Well, ketiga abang Raga serta para iparnya memang memiliki jabatan dan karir yang bisa dibilang cukup menjanjikan. Makanya Renata selalu memojokkan Nawang yang cuma anak pembantu dan sopir---yang pendidikannya saja nggak sebanding dengan Raga.

"Om antar yuk, mau?" tawar Raga.

"Nggak, ah. Hari ini ada rapat wali murid, Om. Masa Om yang jadi orang tuanya Cya?"

"Ya nggak apa-apa," timpal Renata. "Kan mewakili mami-papimu. Lagian, kamu tu harusnya bangga punya mami-papi yang sukses. Nanti Gananjaya pasti juga bangga punya ayah yang baik dan pinter kayak Om Raga."

"Ma!" tegur Raga.

Memicu decakkan Renata. "Apa sih? Emang iya, 'kan?"

Raga mengesah berat. Andai putranya tahu apa yang ia lakukan kemarin pada Nawang, mungkin label Ayah Baik akan tanpa segan dilepas oleh Jaya. Pun ibunya. Kalau tahu apa yang terjadi kemarin, pasti wanita itu akan menarik kata-katanya barusan.

"Ya udah, sana gih berangkat sama Om Raga!" titah Renata, kemudian berpaling ke sisi, menatap si bungsu. "Kamu nggak apa-apa, Ga, nganterin Cya ke sekolah?"

"Nggak apa-apa, Ma."

Setelah pamit, Raga antar sang keponakan. Namun, setibanya di SMA Theresiana, Cyara menahan Raga yang hendak ikut turun. Otomatis pamannya itu mengernyit bingung. Cyara nyengir. "Tadi tuh sebenernya Cya bohong, Om. Cya cuma pengin dianter Papi. Tapi karena Om Raga udah anter Cya, batal deh acara bolosnya."

"Kamu nih!" Raga acak puncak kepala Cyara dengan gemas.

Cyara lantas mencium punggung tangan sang paman, lalu mencangklong tas ranselnya di sebelah pundak, dan berangsur turun dari mobil. "Cya sekolah dulu ya, Om! Salam buat Tante Nawang yang cantik."

"Oke, belajar yang rajin."

Selepas kepergian Cyara, Raga memundurkan mobil untuk putar balik. Namun, jeritan dari belakang membuatnya refleks menginjak rem, lalu menoleh ke sumber suara. Tampak seorang perempuan berseragam batik---yang Raga tebak salah satu guru di SMA Theresiana, berdiri sambil menutup wajah. Buru-buru Raga turun dan menghampiri si perempuan.

"Maaf, tadi saya---" Kalimat Raga teredam oleh keterkejutan saat sadar bahwa orang yang hampir ia tabrak adalah bagian dari masa lalunya. "Citra?"

"Raga?"

***

Menemani sang jagoan bermain di ruang tengah, Nawang menyempatkan diri untuk mengirim pesan ke sang atasan bahwa hari ini dia mengambil liburan lantaran si kecil sedang sakit dan tidak mau ditinggal.

Saya:

Pagi pak

Maaf, hari ini saya izin

Soalnya anak saya lagi sakit

Dan gak mau ditinggal

Terima kasih

Tidak butuh waktu lama, pesan balasan pun diterima.

^^^Pak Rendra:^^^

^^^Ya^^^

Omong-omong soal Rendra, sebenarnya Nawang bekerja di butik milik pria itu setelah menemukan dompet sang atasan di jalan---sewaktu ia mencari kerja, satu tahun yang lalu. Dan dua tahun sebelumnya ia sempat bekerja di mall sebagai SPG, sayangnya, dia dikeluarkan secara tidak hormat saat bosnya tahu dia sudah bersuami. Padahal di CV yang ia berikan ketika melamar kerja sudah jelas statusnya.

"Bunda, vicall Ayah!" rengek Jaya, meraih fokus sang ibu.

Nawang menoleh. "Hm?"

"Vicall Ayah."

"Bentar, Bunda chat Ayah dulu ya?"

Jaya mengangguk.

Perhatian Nawang kembali pada layar ponsel, mengetikkan pesan.

Saya:

Mas, udah nyampe kantor?

Jaya mau ngomong nih

Aku vicall, boleh?

Ayah?

Tidak ada jawaban.

Nawang langsung menghubungi sang suami. Tiga detik kemudian, wajah tampan Raga menghiasi layar ponsel. Nawang segera mengarahkan ponsel ke samping---berbagi dengan sang jagoan. Raga menyahut, "Iya, Bun?"

"Jaya mau ngomong, Yah."

"Ayah, nanti beliin es krim ya?" ringik Jaya, manja.

"Tapi 'kan Jaya baru enakan."

"Tapi mau es krim, Ayah!"

"Coba tanya Bunda; boleh nggak?"

Jaya tidak mengindahkan, bibirnya mengerucut bete.

Bikin bapaknya jadi merasa bersalah. "Ya udah, iya, tapi---"

"Aw!"

Nawang terkesiap mendapati seorang perempuan menyenggol lengan Raga, hingga wajah keduanya hampir bersentuhan. Disusul debar emosi yang bergemuruh di balik dada. Perempuan itu memalingkan muka sebelum Raga berkata, "Bun, ntar siang aku pulang. Kita perlu ngobrol."

Panggilan diputus sepihak oleh Nawang Wulan.

//

Sip. Perang lagi. Hahaha.

Gimana gaes chapter ini? Komen napa -_-

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!