Ketika Cinta Harus Memilih
Di sebuah mansion cukup luas yang terletak di ibu kota, terlihat seorang laki laki tengah berjalan dengan langkah yang bergegas menuju ke arah mobil miliknya yang terparkir di halaman.
"Baby..." panggil sebuah suara yang lantas menghentikan langkah kaki laki laki tersebut menuju ke arah mobilnya.
Dia adalah Elbara Aditya Alterio seorang pengusaha di bidang perhotelan dan juga properti yang tengah berjaya di ibu kota. Bisnisnya yang berkembang dengan pesat menjadikan Elbara menjadi salah satu pebisnis terkaya nomer satu di Indonesia di usianya yang masih terbilang cukup muda di mana usianya kini menginjak angka 30 tahunan.
Elbara membalikkan badannya dengan malas ketika mendengar panggilan dari Viona Maharani Almara yang kini berstatus sebagai istrinya, keduanya menikah sejak dua tahun yang lalu hanya saja sampai saat ini keduanya belum di karunia seorang buah hati yang mengisi rumah tangga mereka.
"Ada apa lagi?" tanya Elbara dengan malas, ini bahkan sudah panggilan kesekian kalinya yang terdengar di telinga Elbara sejak pagi tadi membuat Elbara benar benar lelah ketika mendengar panggilan itu kembali.
Bukankah Elbara aneh?
Viona yang melihat ekspresi kesal wajah suaminya itu, lantas berjalan mendekat ke arahnya dan mencubit dengan gemas hidung mancung milik suaminya.
"Kamu melupakan ini? tersenyumlah... ini bahkan masih pagi tapi muka mu terlihat muram sekali.." ucap Viona sambil memasangkan earphone di telinga sebelah kanan Elbara.
Elbara yang mendengar ucapan Viona barusan hanya bisa menghela nafasnya panjang sambil membenarkan posisi letak earphone di telinganya.
"Baiklah aku berangkat dulu.." ucap Elbara sambil berlalu begitu saja, namun lagi lagi suara Viona yang memanggilnya kembali menghentikan langkah kakinya.
"Baby.." panggil Viona dengan nada yang sengaja memanjang membuat Elbara lantas menghentikan kembali langkahnya dan langsung menatap ke arah Elbara. Viona menunjuk tepat ke arah keningnya seakan memberi isyarat kepada Elbara agar mencium keningnya terlebih dahulu sebelum berangkat bekerja.
Elbara yang melihat hal itu lagi lagi hanya bisa menghela nafasnya panjang, kemudian kembali mendekat ke arah Viona dan mencium kening wanita itu dengan kecupan berkali kali.
"Aku berangkat dulu oke... nanti kita lanjutkan lagi..." ucap Elbara kemudian melangkah pergi meninggalkan Viona yang menatap kepergiannya hingga menghilang dari pandangannya.
"Bukankah suamiku itu tampak sangat menggemaskan?" ucapnya pada diri sendiri sambil melangkah pergi masuk ke dalam untuk melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.
***
Sementara itu di sebuah mobil yang di kendarai oleh Elbara, Elbara yang sedari tadi memakai earphone yang di berikan oleh Viona, lantas mulai melepas earphone tersebut dan menggantinya dengan yang lain. Elbara menaruh earphone pemberian Viona di kursi belakang kemudian mulai mendial nomer seseorang sambil terus melajukan mobilnya menuju Hotel Star.
"Halo tuan" ucap sebuah suara yang terdengar ketika sambungan telponnya tersambung.
"Apa saja agenda ku hari ini?" tanya Elbara pada seseorang di seberang sana.
"Ada rapat penting yang akan di adakan satu jam lagi di ballroom hotel, sedangkan di jam makan siang anda mempunyai janji temu bersama dengan salah satu penyiar televisi untuk wawancara, saya sudah mengatur segalanya agar anda tetap berada di hotel agar memudahkan langkah anda tuan." ucap Arga melaporkan jadwal Elbara hari ini.
"Lalu untuk sore harinya?" tanya Elbara.
"Anda bebas pada sore harinya." jawab Arga lagi.
"Baiklah kau atur saja segalanya, sepuluh menit lagi aku sampai di sana." ucap Elbara kemudian memutus sambungan telponnya begitu saja.
Baru saja panggilan telponnya berakhir, deringan ponsel miliknya kembali terdengar sehingga membuat Elbara lantas berdecak dengan kesal dan menepikan mobilnya. Elbara yang seakan sudah tahu siapa si penelpon itu, lantas dengan santainya mengambil kembali earphone yang tadi ia lempar begitu saja ke bangku belakang kemudian memasangnya kembali.
"Halo" ucap Elbara dengan nada yang santai namun malah memancing kekesalan si penelpon di seberang sana.
"Katakan kenapa sambungan telponnya mati dan tak bersuara?" ucap Viona dengan nada yang kesal membuat Elbara hanya bisa menghela nafasnya panjang ketika mendengar pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
"Aku tidak pernah mematikannya, aku hanya menaruhnya sebentar karena Arga tengah menelpon. Tidak mungkin kan aku menaruh dua earphone di telinga kanan dan kiriku dalam waktu yang bersamaan?" ucap Elbara dengan nada yang dingin.
Bagi Elbara kelakuan istrinya ini sangatlah berlebihan membuatnya terkadang muak akan sikap posesif sang istri yang seakan lebih terkesan mengekang dirinya.
"Setidaknya kamu bisa mengatakannya bukan? kenapa kau selalu saja berbuat seenaknya?" ucap Viona dengan nada yang meninggi seakan tidak terima dengan jawaban Elbara yang terkesan menyepelekan itu.
"Nanti saja kita bahas, sebentar lagi aku ada meeting penting yang tidak bisa di ganggu, aku harap kamu mengerti." ucap Elbara kemudian mematikan sambungan telponnya begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Viona terlebih dahulu.
***
Sementara itu di salah satu perumahan yang terletak di kawasan elit, terlihat Akila Nafasya Humairah tengah bangkit perlahan dengan langkah yang tertatih dari dinginnya lantai keramik rumah tersebut. Tubuhnya terasa sangat remuk redam karena penyiksaan yang ia terima dengan membabi buta dari sang suami.
Akila menghentikan langkah kakinya tepat di standing mirror di kamarnya, ditatapnya dengan perlahan bagian tubuhnya yang terlihat mulai membiru akibat pukulan yang di terimanya pagi ini. Setetes air mata nampak mulai berjatuhan membasahi pipinya.
"Dosa apa yang sebenarnya telah ku perbuat di masa lalu kepada mu mas? hingga kau memperlakukan ku seperti ini?" ucapnya dengan nada yang menahan isak tangisnya agar tidak pecah.
Sebuah deringan notifikasi pada ponsel miliknya terdengar, yang lantas membuyarkan tatapannya yang memandang tubuhnya dengan pilu sedari tadi.
Dengan langkah perlahan Akila nampak melangkahkan kakinya menuju ke arah nakas yang terletak di sebelah tempat tidur, sebuah pesan singkat dari sang suami nampak terlihat di layar ponselnya, membuat Akila buru buru mengusap air matanya dengan kasar lalu membuka isi pesan tersebut.
Antarkan dasi dengan motif garis garis ke Hotel Star sekarang! aku menunggu...
Love
Setetes air mata lagi lagi terjatuh membasahi pipi Akila ketika membaca pesan singkat dari suaminya. Akila benar benar tidak mengerti begitu cepatnya mood sang suami berubah ubah, membuat Akila seakan bingung harus mengambil sikap yang seperti apa ketika berhadapan dengan suaminya. Menikah dengan seorang Delvano Sebastian rasanya seperti sedang menaiki wahana roller coaster, di mana kamu harus siap untuk menghadapi segala hal yang akan menanti mu di wahana tersebut, entah itu turunan, tanjakan atau bahkan kematian akibat kerusakan dari wahana tersebut.
"Apakah semudah itu kamu berubah mas?" ucap Akila dengan lirih sambil mengusap dengan kasar air matanya yang terus jatuh sedari tadi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments