"Kau terlalu baik untukku," Kalimat klise yang diucapkan seorang pria untuk mengakhiri hubungan dengan seorang wanita yang sudah membuatnya bosan. Gavin tahu jika kalimat tersebut sangat konyol dan menggelikan, tapi apa lagi yang bisa ia katakan kepada wanita berambut merah di hadapannya yang menatapnya dengan penuh pemujaan.
Satu bulan, astaga! Ia tidak menyangka jika dirinya sudah berhubungan selama satu bulan. Ck! Terlalu lama. Dan inilah akibatnya! Wanita itu merasa spesial dan menuntut lebih! Hais, salahkan dirinya yang lupa jadwal. Jadwal memutuskan wanita itu harusnya dua minggu yang lalu. Tapi karena ia sibuk di sirkuit, Gavin melupakan hal itu.
"Apa maksudmu, Honey?" wajah wanita itu memelas, maniknya mulai berkaca-kaca. Gavin berani bertaruh jika sebentar lagi drama bendungan longsor akan dimulai. Merepotkan! "Kita adalah pasangan yang penuh gairah. Cocok satu sama lain."
Itu kata Anda, Nona! Batin Gavin bergejolak.
"Aku baik karena itu adalah cerminanmu. Kau memperlakukanku layaknya ratu. Jadi, sudah sewajarnya aku bersikap baik kepadamu." Wanita itu meraih tangan Gavin, menggenggamnya dengan lembut sembari membawanya ke dadaanya, diletakkan diantara benda yang.... Gavin menggeleng, segera ia mengalihkan tatapannya dari dadaa wanita itu guna menghentikan imajinasinya yang mulai liar.
"Tidak, tidak sweety. Tidak seperti itu. Aku begitu banyak kekurangan. Aku sungguh tidak layak untukmu." Gavin menarik tangannya perlahan.
"Apa ada wanita lain yang lebih gemoy, cantik, seksih dan bahenol?" wajah wanita itu terlihat terluka. Bendungan itu pun mulai longsor. Jejak-jejak air mata mulai membasahi permukaan wajahnya.
"Tidak ada yang lebih gemoy darimu, percaya padaku."
"Lalu kenapa kau ingin mengakhiri hubungan ini?"
Karena aku sudah bosan denganmu?! Astaga, apa pula yang dia kenakan ini? Kenapa begitu banyak jepit rambut di kepalanya. Oh Tuhan, seleraku buruk sekali.
Gavin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia memindai cafe tersebut, ke kanan ke kiri dan ke segala penjuru. Berharap tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
Dahinya berkerut saat melihat dua orang yang baru melewati pintu masuk. Salah satu wanita itu tidak asing, tapi ia lupa, dimana ia melihatnya. Jiwa predatornya beraksi. Dengan satu lirikan cepat, ia menyorot wanita itu. Dan baru ia sadari, bukan hanya dirinya yang sedang memperhatikan wanita itu. Hampir seluruh pria normal di cafe itu menoleh kepada sang gadis. Ya, kedatangan wanita itu cukup menarik perhatian. Kakinya yang jenjang ditutupi oleh celana ketat berwarna pink muda. Astaga, Gavin hampir tertawa ketika melihat beberap pria setengah baya juga ikut serta memperhatikan wanita itu. Tu-tunggu dulu, para tua-tua keladi itu terasa tidak asing. Oh Tuhan! Itu adalah ayahnya dan para konconya! Saat matanya dan manik ayahnya tanpa sengaja beradu, Gavin menunjuk matanya dengan dua jarinya lalu mengarahkan kedua jarinya tersebut ke ayahnya, kemudian ia melakukan gerakan seakan menggorok lehernya. Ayahnya hanya terkekeh menanggapi ancamannya.
"Aku tidak bisa hidup tanpamu, Gavin. Kau lah segalanya."
Perhatian Gavin ditarik kembali oleh pernyataan yang menurutnya sangat berlebihan. Bolehkah ia muntah? Tapi, ya, pernyataan itu tidak sepenuhnya salah. Ia memang semengagumkan itu!
"Aku merasa tersanjung mendengar pernyataanmu, my dear. Tapi, aku tidak tega dengan dirimu tetap di sisiku. Dengar, aku sedang memiliki masalah serius."
"Masalah serius?"
Gavin mengangguk mantap.
"Masalah apa? Katakan padaku, aku pasti membantumu."
Gavin memeras otaknya, kira-kira masalah apa yang bisa membuat para wanita mundur secara teratur. Sial, otaknya tidak berjalan dengan benar. Gavin kembali memendarkan pandangan. Ah! Ia terselamatkan saat melihat dua orang pria bertubuh algojo berpakaian serba hitam, memasuki resto.
"Begini, aku sedang terlilit utang. Dalam jumlah besar. Sangat besar. Saat ini, para debt collector... Astaga, aku harus bersembunyi sebelum mereka menemukanku." Gavin menunjuk ke arah dua pria tersebut. Pun ia segera berdiri, berniat membebaskan diri.
"Tapi..."
"Ssttt..." Gavin membungkam bibir wanita itu dengan jari telunjuknya. "Kau berhak bahagia dengan menemukan pria kaya yang lebih baik. Kau pasti mendapatkannya, Gladis. Asal kau menyingkirkan penjepit menggelikan itu dari kepalamu. Aku pergi."
Gavin mendorong kursi ke belakang dan mulai beranjak. Ia hampir saja tersungkur ke depan karena mendapat dorongan dari belakang.
"Oh Sial... Oh, Flamingo?" Gavin sedikit terkejut melihat objek yang menabraknya. Wanita si penarik perhatian para pria resto termasuk dirinya.
"Maaf? Apa kau baru saja menyebutku flamingo?"
"Hmm. Unggas dengan kaki jenjang berwarna pink. Kau memang terlihat seperti itu." Gavin menjawab enteng disertai kekehan geli seolah sedang meledek. Gavin melihat hidung si wanita flamingo kembang kempis. Sepertinya tidak menyukai istilah yang diberikannya.
"Gavin, kita harus bicara. Aku bukan Gladis, bagaimana bisa kau memanggilku dengan menyebut wanita lain?" suara si rambut merah menarik perhatian keduanya.
"Kau mengatakan sesuatu?" Gavin bertanya tanpa beban. Wajahnya juga tenang, datar seperti jalan tol.
"Dia mengatakan kau pria murahan bermulut kotor yang mempunyai segudang wanita. Menggelikan!" si flamingo mendesis dan berlalu pergi.
"Hei tunggu,.."
"Gavin!" wanita merepotkan itu menahan tangannya.
"Aku harus pergi, Grace, astaga, kenapa aku harus menyebut nama adikku. Siapa nama wanita ini? Dengar, aku ingin kita mengakhiri hubungan ini. Aku ingin kau menyingkir dari hidupku. Aku pria miskin yang tidak tahu diri. Kau hanya akan makan hati berulam jantung jika bersamaku. Jangan mengikutiku, oke!" Gavin segera meninggalkan meja dengan langkah terburu-buru.
___
"Oh Tuhan, apa yang kau kenakan ini, Dude." Glend menatap takjub penampilan putranya yang penuh dengan oli. Baju yang dikenakan Gavin juga tidak kalah kotornya.
"Strategi," Gavin menyandarkan tubuh ke kursi selagi sampanye tua dituangkan ke dalam gelasnya.
"Strategi?" Justin, salah satu sahabat ayahnya bertanya sembari mengernyit.
"Gisella sedikit menyulitkanku, Uncle. Wanita itu tidak ingin mengakhiri hubungan denganku. Aku mulai bosan dan jengah padanya."
Glend tergelak, masih sulit baginya percaya bahwa putranya tumbuh menjadi seorang donjuan yang menyamar di balik topeng kemiskinan.
"Jadi kau sengaja datang menemuinya dengan wujud gelandangan seperti ini?" Bill menimpali.
Gavin mengangguk membenarkan. "Kebetulan aku sedang memperbaiki mobilmu, Mr. William. Dia sudah kembali bagus, mesinnya aman, kau akan sangat nyaman saat mengendarainya. Jangan lupa bayaranku segera di transfer," Gavin mengerling jenaka.
"Gavin!"
Gavin mendesah. Ia menoleh, begitu pun dengan Ayah dan kedua pamannya. Wanita seksiih si rambut merah dengan cucuran air mata berdiri di hadapan mereka.
"Apakah ini wanita yang baru saja kau ceritakan, Dude?" Glend menyeletuk sembari memperhatikan penampilan wanita itu dari atas hingga ke bawah. Glend yakin jika Bella melihat hal ini, istri tercintanya itu tidak akan sungkan untuk menarik telinga putranya itu.
"Maaf, Mr. Vasquez, aku harus undur diri."
Glend, Justin dan Bill kompak berdecak.
"Gisella, apa yang kau lakukan?" nama wanita itu berubah lagi.
"Aku tidak ingin mengakhiri hubungan denganmu! Aku sedang mengandung anakmu!"
"Woa... Mengandung?" terdengar seruan secara serempak.
"Cih!!" Gavin mendengus. "Aku akan menuntutmu karena membuat para orang tua di belakang sana terkejut atas fitnah yang kau layangkan padaku."
Wanita itu melirikkan mata ke balik punggung pria itu. Ketiga pria tua itu kompak melambaikan tangan.
Terang saja si rambut merah tidak mau mengakhiri hubungannya dengan Gavin. Ayolah, hanya wanita bodoh yang mau berpisah dengan seorang pewaris dari Vasquez. Sejak awal ia tahu siapa Gavin di balik pekerjaan pria itu sebagai montir.
"Gavin, kita..."
"Astaga, kau di sini, Sayang." Gavin secara mengejutkan menarik tangan seseorang yang melintas di depan mereka.
"Apa lagi yang sedang dilakukan putraku?" Glend memijat pelipisnya.
"Mari kita melihat, aku juga penasaran." Justin menimpali.
"Kenapa kau tidak mengatakan kau datang menyusulku kemari, dasar tidak sabaran. Tolong jangan salah faham dengan apa yang kau lihat tadi." Gavin melepaskan masker wanita yang ia rengkuh dalam pelukannya. Gavin sedikit terkejut begitu menyadari siapa sosok wanita yang kini berada di pelukannya. Wanita tersebut menatapnya dengan mimik jijik.
Gavin tidak henti-hentinya membuat ayahnya terkejut, pria itu menundukkan kepala, menyatukan bibirnya dengan bibir Helli. Ya, wanita itu adalah Helli, si model penuh skandal yang ia samakan dengan flamingo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Retno Isusiloningtyas
ini background nya di LN kan?
kok..ada kata bahenol hahaha
2022-11-21
0
ZhieLaa
ooh Glend 😍😍
2022-11-11
0
Sunny
walopun sampai sini udah pernah baca ttp aja ngakak ama kelakuan Gavin 🤣🤣
2022-11-08
0