"WHAT?!?! " teriak Sarah mengundang tatapan semua orang.
"Jangan teriak-teriak Sar, malu ih di liat orang, " gerutu Savira.
"Ya kan gue terkejut bestiee. Btw, lo serius? "
"Iyaaa, aku serius, "
"Tapi kok cuman lo yang dikasih hukuman? Tu orang juga salah ya! " ucap Sarah tak terima.
Savira menghela nafas pelan, ia juga heran, kenapa ketidak adilan selalu terjadi pada orang seperti nya. Ahh... Seperti nya ia pernah membuat kesalahan di kehidupan dulu.
"Kamu tau dia siapa, aku siapa, Sar. "
"Wahh, parah ni anak main backing belakang. Kalau gitu gue juga bakal main backing belakang. Lo ga perlu takut Sar, lo tetap datang aja besok, gue bakal bilang ke Bokap. Dia kira, dia aja yang bisa pakai backing," ucap Sarah, yang tentu saja ditolak Savira. " Kenapa sih Vir? Biar adillah, "
"Aku ga papa kok, setidaknya aku ga di drop out. " ucapnya di akhiri cengiran.
"Ga akan ada yang berani keluarin lo dari ni sekolah. Bokap dia ga ada apa-apa nya dibanding Bokap gue. Lo tenang aja, kalau emang lo ga mau gue bantu bebasin dari hukuman, setidaknya biarin gue ringanin hukumannya yaa, " pinta Sarah. Sebelum Savira menjawab, Sarah langsung menyambar, "Please Vir, gue ga bisa kalau 2 minggu ga ada lo, atau gue ga usah sekolah juga ya? " Tiba-tiba entah ide konyol dari mana terpikirkan begitu saja.
"Jangan ngadi-ngadi deh Sar. Kamu udah bego, makin bego nantik, "
"He! Gue pandai yaa, iss" cemberut Sarah.
"Hahaha, iya iyaa, sahabat aku emang yang paling pinter. Ulu ulu ulu udah dong ngambek nyaa, " bujuk Savira.
"Bayarin gue milk shake coklat sama cheese cake, baru gue maafin"
Savira gemas sekali dengan temannya ini, tingkahnya selalu seperti anak-anak.
"Iya iyaaa, aku yang bayarin. Yaudah ayuk ke cafe. "
"Yeeyyy, hayuk! "
****
Suasana cafe saat ini sangat ramai, banyak anak sekolah mau pun anak kuliahan, bahkan juga ada beberapa orang kantoran yang duduk sekedar bersantai atau bertemu client.
Samudra cafe tempat Savira bekerja ini memang sangat terkenal. Karena cafe nya memiliki interior gaya tradisional dipadukan wewangian yang merileks kan pikiran. Selain itu, menu-menu beragam yang begitu menggugah selera juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
"Cheesecake and milkshake coklate special for my friend!! " seru Savira seraya meletakkan pesanan yang ia bawa di hadapan Sarah.
"Yeeeyyy!! " pekik Sarah kegirangan. Bahkan tanpa menunggu lama lagi, ia langsung melahap cheesecake tersebut, persis seperti anak kecil ketika di beri makanan yang disukai.
"Pelan-pelan Sarah, ga kemana-mana kok makanannya, "
"Hehe, abisnya enak banget tauuu, "
"Yaudah, kamu makan dulu sendiri ga papa kan? Aku harus balik ke kasir, "
"Emm, ga papa kok, " ucap Sarah dengan pandangan masih terfokus pada hidangan di hadapannya.
Savira hanya terkekeh kecil melihat temannya bertingkah seperti balita. Lalu ia pun kembali ke kasir untuk bekerja.
Setelah puas dengan makanan nya, Sarah pun menyibukkan dirinya dengan ponsel, tampak ia seperti akan menghubungi seseorang.
"Hallo, assalamu'alaikum, Papa! " pekik girang Sarah ketika sang ayah mengangkat telponnya.
"Waalaikumsalam, ada apa sayang? " tanya Adit -Papa Sarah dengan lembut.
"Xixixii, ga adaa, Ara rindu tauu sama Papa Mama, kalian kapan pulang nyaaa" rengeknya dengan menyebut panggilan kecilnya.
"Papa sama Mama juga rinduuuu banget sama Ara. Maaf ya sayang, Papa lagi sibuk banget akhir-akhir ini, jadinya jarang telpon kamu, " ucap Adit merasa tak enak pada sang anak. Jujur, jika bukan urusan penting, ia lebih memilih untuk pulang ke Indonesia, dan menghabiskan waktu dengan anak dan istrinya.
"Iyaa, ga papa kok. Kan kalian kerja untuk Ara. " jawab Sarah. Mau se benci apapun ia pada sifat kedua orang tuanya yang workaholic, iya tetap tau, mereka bekerja untuknya, dan pasti mereka selalu berusaha untuk mengosongkan jadwal sekedar menghabiskan waktu seperti keluarga pada umumnya.
Awal nya Sarah memang memberontak, ia tak suka sifat kedua orang tuanya, kenakalan nya dulu juga hanya untuk melampiaskan apa yang ia rasa. Tapi, setelah bertemu dengan Savira, semua berubah, ia menjadi lebih bisa menerima kondisi keluarganya, dan juga ia bisa merasakan apa itu keluarga ketika berkumpul bersama keluarga Savira.
"Ara. Sayang. Sarah! " Panggil Adit, sebab sang anak tak ada jawaban sama sekali.
"Eh iya? Kenapa Pa? Ya Allah maaf, tadi Sarah melamun, hehe"
"Kamu lagi ada masalah sayang? "
"Enggak kok" jawabnnya dengan kepala di geleng kan, seakan sang Papa bisa melihat tingkahnya sekarang.
"Jadi kenapa melamun? "
"Ga ada, heheh. Ouh iya! " peliknya nyaring membuat Adit harus menjauhkan ponsel dari telinganya, suara anaknya benar-benar tidak bisa di toleransi lagi.
Disana tak hanya Adit, tapi ada Maya -Mama Sarah yang juga mendengar pekikan sang putri hanya bisa terkekeh lucu.
"Loudspeaker dong Pa, Mama mau dengar suara princess Mama juga, " pinta Maya pada sang suami.
"Sayang, jangan teriak-teriak, nanti tenggorokan kamu sakit" ujar Maya lembut.
"Mama! " peliknya lagi. Sepertinya ia suka sekali berteriak, untuk pengunjung cafe hanya bodoh amat dengan tingkahnya, dan Savira yang tertawa kecil, tau sekali sahabatnya tengah menghubungi kedua orang tuanya.
"Iya sayang,"
"Kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Adit, mengingatkan Sarah akan tujuan sebenarnya menelpon sang ayah.
"Ouhh, Pa. Papa bisa ga bantu Sarah. Tolong ringanin hukuman yang dikasih sekolah ke Savira, "
"Savira kenapa bisa dapat hukuman sayang? "
Setelah itu Sarah pun menceritakan apa yang terjadi, tak hanya yang tadi, tapi yang selama ini terjadi, dari kelakuan Jeje, dan juga teman-temannya yang lain.
"Gitu Pa, Ma. Kan Savira ga salah, dia pasti ga terima dong di bilang gitu. Tapi malah cuman dia yang di hukum. " sungut nya, masih jelas merasa kesal akan kejadian di sekolah tadi.
"Kenapa kamu ga bilang ke kepala sekolah aja sayang? "
"Savira ga kasih Ma. Dia bilang ga papa, soalnya dia cuman di skorsing, bukan di drop out, "
"Ya ampun. Sayang banget Savira. Pa, Papa harus telpon pihak sekolah kalau gini, biar Savira ga di hukum, " pinta Maya pada sang suami. Bagi Adit dan Maya, Savira itu sudah seperti anak mereka sendiri, mereka juga sangat baik pada keluarga Savira.
Savira bisa mendapatkan beasiswa di sekolah tersebut juga karena Adit, karena Ayah Savira saat itu tak sengaja menolong Maya yang kecopetan. Sehingga Adit membalas budi pada Ridwan dengan memberikan beasiswa kepada Savira dan juga Ayu yang saat ini sedang menempuh pendidikan tingkat dasar. Mungkin jika bukan karena Adit, Ayu dan Savira akan putus sekolah.
"Iya, itu pasti. Mereka ga bisa main DO seperti itu aja hanya karena masalah sepele, apa lagi yang di hukum orang yang mencoba membela diri. " tutur Adit, "Kamu ga usah khawatir sayang, Papa akan telpon pihak sekolah. Untuk Savira, suruh dia tetap datang ke sekolah besok, kalian udah mau tamat, tidak baik jika banyak ketinggalan pelajaran."
"Iya Papa, makasiihhh. Sarah sayang Papa sama Mama! "
"Kami juga sayang Sarah, " balas Adit dan Maya serempak.
"Yaudah, Sarah mau ganggu Savira kerja dulu, bye Pa, Ma. Assalamu'alaikum, "
"Waalaikumsalam, "
Tuutt~
Setelah selesai menelpon, Sarah langsung melesat ke tempat Savira. Dia tidak akan mengganggu kok, dian hanya membatu Savira dan beberapa pelayan disini, mereka tak masalah, semuanya sudah mengenal baik siapa Sarah.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments