Bang Ammar nampak tak fokus bekerja di pabrik, dianjuga hampir kena mesin yang ia pegang sekarang. Mungkin bang Ammar kepikiran dengan Fadhilah atau memikirkan tentang perasa'an ku.
''Apa gue bilang Mar, pasti adik lho sudah tau sendiri atau juga di beritahu sama teman teman nya, kalau Fadhilah nggak setia sama kamu,'' seru teman nya.
''Fadhilah tipe orang yang begitu setia, dia bilang kalau dirinya akhir akhir ini sangat sibuk, makanya nggak bisa nemuin aku setiap hari,'' balas bang Ammar, kedua teman nya mengangkat satu alis nya ke atas.
''Tapi bukan setiap tikungan ada kan bestay,'' ledek Usman yang kini sedang terkekeh geli dengan ucapan nya sendiri.
''Hahahaha, lho bisa saja Man? tapi yang lho ucapin tuh banyak benar nya lho Man,'' sahut Dion dengan tawanya.
''Apa'an sich kalian pada ngetawain gue kaya gitu, dia beneran setia kok,'' jawab bang Ammar ketus.
''Bodo' amat lah, itu bukan urusan gue? tapi urusan lho sekarang!'' seru Dion meninggalkan bang Ammar sendirian.
Bang Ammar mengerjapkan matanya, dan menarik nafas panjang nya, dan menghembuskan nya secara perlahan.
Bang Ammar meneruskan pekerjaan nya dengan perasa'an kalut, dia terus saja menghela nafasnya.
Di sekolah Adibah tak begitu fokus dalam mata pelajaran nya. Dia memikirkan bagaimana ngomong sama orang tuanya, kalau dia ingin tinggal di pesantren saja, sedangkan sekolah tinggal beberapa bulan lagi sudah keluar (lulus).
''Adibah kamu memikirkan apa sich? kasih tau gue donk bestie,'' tanya Yuli mengusap punggung Adibah.
''Yul! kayak nya gue mau pindah sekolah dech?'' lirih nya.
''Lho, lho kok mau pindah sekolah, emang ada masalah apa sich? kok sampai mau pindah sekolah gitu Dibah?''
''Aku ingin menjauhi bang Ammar saja Yul? biarin saja bang Ammar dengan kesenangan nya sendiri dan gue tak mau lihat dia bersama perempuan itu, aku terlanjur nggak suka sama dia dan juga sakit hati sama bang Ammar, karena dia tak pernah mendengarkan perkata'an ku,'' jelas ku pada tanggal sekolah ku, yang paling dekat dengan ku.
''Terus kalau kamu pindah, lha gue sama siapa di sini Dibah? gue nggak punya teman sedekat kamu, kamu tau sendiri kan gue beda sama yang lain Dib, gue culun, gue jelek dan...?''
''lho cerdas Yul, kenapa harus minder sama yang lain coba,'' potong ku, yang membuat si empu mendelik seketika.
''Lho kebiasaan kalau orang ngomong, selalu saja di potong potong, emang kue di potong enak. Lha ini hati gue serasa di bejek bejek Dibah?'' Ucap nya marah, namun aku tertawa melihat wajah dia yang sudah memerah, akibat menahan amarah nya pada ku. Biarlah dia marah, toh aku enjoy bae.
''Ech Sandrun! ngapain lho ikutan ketawa, sini lho kalau berani!'' teriak Adibah yang sedang mengintili Yuli, ya Sandrun suka sama Yuli, tapi Yuli nya saja yang sok acuh sama dia, nyatanya dia suka juga sama si Sandrun.
Sandrun sendiri orang nya ganteng, tapi sayang? dia bermata empat, alias ber kacamata. Yuli dan Sandrun sama sama memakai kacamata karena penglihatan nya bermasalah, ya sebelas duabelas belas mereka berdua, itu menurut gue sich.
Sampai jam 1 siang aku ngobrol dengan Yuli di halaman belakang sekolah, karena sekolah sedang kosong byak ada mata pelajaran, karena semua guru gurunya pergi menghadiri rapat di sekolah sebelah.
Aku sendiri malas untuk pulang, kalau saja gue cowok? pasti gue nggak akan pernah pulang ke rumah dan melihat wajah laki-laki yang sangat menyebalkan itu menurutku.
Aku sendiri terlanjur benci sama dia, bodo amat gue di katain egois dan menang sendiri sama orang orang.
''Ahgrr....!!'' teriak ku saat sudah berada di pinggir danau seorang diri.
Aku meratapi kebodohan ku, ''Kenapa aku terlalu egois jadi manusia, manusia egois, manusia egois!'' aku merutuki keegoisan ku.
Aku mengambil batu dan melemparkan ke tengah danau, sehingga timbul lah 3 percikan air yang di buat lemparan ku tadi.
Kini matahari sudah mulai bergeser ke arah barat, mungkin sebentar lagi akan menenggelamkan diri, karena jam tangan ku sudah menunjukkan pukul 5:30 sore. Aku melangkah kan kaki ku dengan terasa sangat berat untuk melangkah ke rumah. Aku menuntun sepeda ontel ku, tanpa menghiraukan air hujan yang kini mulai turun dari langit, mungkin air hujan ini mewakili perasaan ku saat ini, yang tadinya cerah tiba-tiba menjadi mendung dan sekarang malah turun hujan di saat aku mulai melangkah pulang.
Tiba di rumah aku masih duduk di teras rumah, seraya menengadah ke atas. merasakan jatuhan jatuhan air hujan di wajahku yang sudah mulai basah. Semua orang bahkan tak ada yang tau kalau diriku sekarang sedang menangis, meratapi keegoisan ku pada bang Ammar.
''Adek, ayo cepat masuk. Hujan semakin deras? Entar kamu sakit,'' kata Bang Ammar, namun aku hanya melihat ke belakang sejenak, setelah itu kembali menatap langit hitam dengan rintikan air hujan.
Bang Ammar menarik tangan ku dan membawaku ke dalam rumah, dia bahkan tak menghiraukan jika aku sudah basah kuyup, dan air hujan yang mengenai tubuh ku kini menetes di dalam rumah.
Aku ingin menepis tangan bang Ammar, namun cekalan nya begitu kuat sehingga aku tak bisa melepaskan cekalan tangan nya saat ini.
Sesampainya di depan kamar mandi, bang Ammar melepaskan cekalan tangan ku dan menyuruh ku untuk segera mandi dengan air hangat, bang Ammar juga sudah menyediakan air panas di dalam kamar mandi, dan akupun tinggal mandi saja sebenarnya, namun aku masih duduk di dalam kamar mandi, memikirkan yang seharian ini ada didalam kepala ku.
Hampir satu jam aku berada di dalam kamar mandi sehingga membuat Bunda menggedor pintu kamar mandi.
''Adibah? kamu nggak apa apa kan nak?'' Ucap Bunda dari luar seraya terus menggedor pintu kamar mandi.
''Iya Bun, Adibah nggak apa apa kok, sebentar lagi Adibah selesai mandi nya,'' jawab ku keras, aku menarik nafas panjang dan menghembuskan dengan kasar. Aku meraih baju mandi ku yang emang aku taroh di kamar mandi setelah memakai nya tadi pagi.
Kreeettt....
Aku membuka pintu dan langsung melihat Bunda ku berdiri di depan kamar mandi yang aku buka barusan.
''Kamu mandi apa pingsan di dalam kamar mandi, segitu lama nya di dalam,'' Bunda bertanya dengan beruntun.
''Apa sich Bun, Adibah capek mau ke kamar dulu?'' jawab ku pergi, tanpa menjawab pertanya'an yang Bunda ajukan barusan. Bodoh amat, pikir ku dan terus melangkah menuju ke kamar.
.
.
..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments