“Sudah, mandi dulu sana! Biar kakek temui Lukas dulu,” Adrian mendorong cucunya keluar kamarnya.
Tamara yang sebenarnya merasa badannya tidak bau sama sekali, hanya menuruti perintah kakeknya untuk mandi terlebih dahulu. Lagi pula Tamara merasa badannya sudah sangat lengket sehingga ia butuh guyuran air segar untuk membuatnya kembali nyaman.
“Lukas, bagaimana kabarmu?” Adrian menyapa Lukas yang sedang duduk di lantai yang hanya beralaskan tikar.
“Ah... Baik, kakek sendiri bagaimana kabarnya?” Lukas dengan sopan berdiri menyapa kakek Adrian yang menemuinya di ruang tamu.
“Kakek juga baik. Wah, sudah lama ya kita tidak bertemu. Kakek dengar sekarang kamu sudah memimpin salah satu perusahaan milik ayahmu?”
“Ah, cuma anak perusahaan kek,” Lukas berusaha merendah.
“Apanya yang cuma? Kamu hebat sudah bisa jadi pimpinan di usia semuda ini,” puji Adrian.
“Kakek bisa aja, aku masih harus banyak belajar. Oh iya kek, aku gak bisa lama-lama di sini, karena masih ada urusan yang harus aku selesaikan.” Lukas pamit dan ingin segera pergi dari rumah sempit itu.
“Oh, kau masih ada urusan? Aduh, Tamara baru saja pergi mandi.”
“Tidak apa kek, aku memang hanya ingin mengantar Tamara pulang.”
“Oh begitu, ya sudah hati-hati di jalan ya. Kamu tau kan jalan kembali ke jalan raya?”
“Iya kek tau,” jawab Lukas dengan sangat ramah.
Setelah pamit, Lukas segera meninggalkan kontrakan itu sebelum Tamara selesai mandi.
“Loh, kemana Lukas kek?” Tanya Tamara sambil *******-***** rambutnya dengan handuk.
“Sudah pulang, katanya masih ada urusan.”
“Tuh kan kek, namanya CEO pasti orangnya sangat sibuk,” Tamara duduk di samping kakeknya sambil menselonjorkan kakinya.
“Tapi gimana menurut kamu? Lukas baik kan?”
“Baik kek, selain itu dia juga ganteng banget!” Tamara menutup mulutnya karena malu.
“Jadi kamu udah oke nih kalau dinikahin sama dia?”
“Aku sih oke-oke aja kek, tapi dianya mau gak sama aku?”
“Mau, pasti mau. Kamu tenang aja,” jawab kakek dengan percaya diri.
Sementara itu, di kediaman Dominic. Lukas baru saja turun dari mobilnya, ia bergegas masuk ke dalam rumah. Meski hari ini banyak jadwal yang di cancel karena dia harus menemui Tamara, namun rasanya sangat lelah sekali. Mungkin karena Lukas harus berakting pura-pura baik, jadi ia merasa tenaganya sudah sangat terkuras.
“Bagaimana? Sudah kamu temui Tamara?” Suara Dominic menghentikan langkah kaki Lukas.
“Sudah kek, aku juga sudah mengantarnya pulang. Kalau kakek tak percaya, tanya saja kakek Adrian.” Lukas hendak berlalu meninggalkan kakeknya, namun Dominic segera menahannya.
“Kemana saja kalian hari ini?”
“Kami hanya makan di restoran tempat Tamara bekerja kek,” jawab Lukas dengan malas.
“Cuma itu?”
“Ya namanya juga baru perkenalan, masa mau lama-lama.”
Lukas hendak melangkahkan kakinya lagi, namun Dominic kembali mencegahnya.
“Besok, kamu temui dia lagi!” perintah Dominic.
“Hah? Kakek gak salah? Besok jadwalku padat karena jadwal hari ini banyak yang dicancel. Aku tidak bisa kek,” Lukas dengan tegas menolak perintah kakeknya.
“Kalau begitu kamu harus segera menjadwalkan kencan dengan Tamara, dan sebelum kencan kamu beri tahu dulu dia. Agar Tamara bisa siap-siap,” tawar Dominic.
“Ayolah kek, aku sangat sibuk. Untuk saat ini aku sedang tidak punya waktu untuk mengurus masalah kencan,” Lukas kembali menolak permintaan Dominic.
“Jadi kamu tak mau mengenalnya dulu? Oke, baiklah. Kalau begitu beri tahu kedua orang tuamu, bahwa tanggal pernikahanmu sudah ditentukan. Mereka hanya tinggal datang ke acara yang sudah kakek siapkan!” Ucap Dominic sambil berlalu meninggalkan Lukas yang masih mencerna maksud ucapan Dominic.
“Pernikahan? Tapi kek...” Lukas mengejar Dominic yang sudah berjalan cukup jauh darinya.
“Yang benar saja kek, aku berkencan saja tak ada waktu. Apalagi menikah? Kakek mau istriku kesepian di rumah karena aku terlalu sibuk? Lagi pula, aku belum mengenal Tamara sepenuhnya, bagaimana jika kami tak cocok dan sudah terlanjur menikah? Bukankah akan merusak image perusahaan nantinya? Lagi pula orang yang akan ku nikahi adalah gadis biasa, bukan anak dari orang berpengaruh,” gerutu Lukas.
“Dia sangat berpengaruh bagi hidup kakek, dia satu-satunya teman yang mau menolong kakek disaat kakek kesulitan dulu. Dan kini saat Adrian sedang dalam kesulitan, sudah waktunya kakek untuk membalas budi.”
“Tapi kan kakek tak harus menikahkan aku dengan cucunya, kakek beri saja dia uang atau jabatan. Aku rasa semua itu bisa terselesaikan dengan mudah,” Lukas masih mencoba bernegosiasi.
“Andai saja yang kamu ucapkan itu benar Lukas, nyatanya Adrian menolak semua bantuan finansial dariku. Satu-satunya yang ia khawatirkan adalah Tamara. Itulah sebabnya aku memberikanmu untuk Tamara,” ucap Dominic dengan santai.
“Apa? Memberikan aku? Kek, apa kau mau membuang aku?” Lukas marah, tak terima jika dirinya dijadikan alat untuk membayar hutang budi kakeknya.
“Tentu saja, lalu siapa lagi? Hanya kamu cucuku satu-satunya,” Dominic tetap bersikeras.
“Kakek kan bisa pekerjakan Tamara di perusahaan? Beri dia gaji yang besar, agar kakek Adrian tak perlu mengkhawatirkan Tamara lagi,” saran Lukas.
“Kau ini kalau bicara, hanya seputar harta saja. Kalau memang itu yang Adrian mau, tentu sudah aku berikan jabatan pada Tamara. Tapi bukan itu yang dikhawatirkan Adrian.”
“Lalu apa?”
“Adrian ingin, Tamara memiliki seseorang yang kelak bisa melindunginya.”
“Tapi kenapa harus aku?”
“Karena bagi Adrian, kamulah yang pantas bagi Tamara. Lagi pula, tadi Adrian bilang bahwa Tamara menyukaimu,” bisik Dominic di teling cucunya.
Lukas mendesah kesal.
“Hahh... Tau begitu kenapa aku harus repot-repot berbuat baik? Harusnya aku abaikan saja dia,” keluh Lukas.
Mendengar ucapan Lukas, Dominic segera memukul kepala Lukas.
“Aww.... Sakit kek,” Lukas mengusap-usap kepalanya.
Lukas memang sangat berani pada kakeknya, karena Dominic selalu memanjakannya sejak ia kecil. Lukas bahkan lebih dekat dengan kakeknya dari pada ayahnya.
“Sekarang kamu tinggal pilih, mau coba lebih mengenal Tamara sebelum menikah. Atau nanti saja setelah menikah?”
“Jadi maksud kakek, apapun yang aku pilih aku tetap harus menikahi dia?”
Dominic mengangguk dengan cepat.
“Oke, silahkan pikirkan baik-baik pilihanmu. Yang pasti kamu harus tetap menikahi gadis itu, jika tidak mau kehilangan posisimu di perusahaan!” Dominic kembali berlalu meninggalkan Lukas.
“Ahhh... sial!” Lukas merasa sangat kesal. Pasalnya, ia memang tak ingin menikah diusia muda. Lukas bercita-cita akan menikah nanti saja saat usianya sudah menginjak empat puluh tahun.
“Kurang ajar sekali gadis itu. Berani-beraninya dia menyukaiku! Baiklah, akan ku buat kau menderita karena sudah membuatku harus menikahimu.” Lukas sudah bertekad dalam hatinya, ia akan membuat Tamara menderita jika memang ia harus menikahi gadis itu.
Lukas berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya. Di dalam kamar, Lukas membuka jasnya dan melemparnya dengan kasar ke sembarang arah. Lukas merasa sangat kesal dengan kakeknya, bagaimana bisa orang yang tak memiliki hubungan darah apapun lebih penting dibanding dengan cucunya sendiri?
Lukas meregangkan ikatan dasi yang melilit lehernya, ia bertanya dalam hati. Hutang budi apa yang dimiliki kakeknya itu hingga tega mengorbankan masa depan cucunya pada gadis yang sama sekali tidak ia ketahui latar belakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments