Tak butuh waktu lama, Tamara sudah datang membawa pesanan Lukas.
“Silahkan pesanan anda,” Tamara meletakkan nampan berisi dua buah burger dan air mineral di hadapan Lukas.
Lukas memperhatikan wajah Tamara, dia gadis yang biasa saja tidak nampak sedikitpun kecantikan dalam wajah Tamara. Namun dalam seketika perhatiannya beralih ke makanan yang sudah tergeletak di atas meja. Lukas segera mengambil satu dari dua burger yang ada segera melahapnya.
Setelah meletakkan pesanan Lukas, Tamara hanya diam berdiri di samping Lukas. Ia merasa sangat gugup, karena tak menyangka Lukas akan datang ke tempat kerjanya.
“Kau tak mau duduk?” Tanya Lukas sambil asik menikmati santapan sorenya.
Tamara hanya mengangguk, ia lalu duduk di hadapan Lukas. Tamara terus memperhatikan wajah Lukas, ia terpesona dengan wajah tampan Lukas. Tamara menopang dagunya dengan satu tangan, tatapannya tak beralih sedetikpun dari pemandangan dihadapannya.
Sementara itu, Lukas nampak tak peduli dengan Tamara. Ia dengan lahap menghabiskan dua porsi burger yang ada di atas meja, dan menenggak habis satu botol air mineral yang ada dihadapannya.
Setelah perutnya terisi barulah Lukas fokus pada gadis di hadapannya yang sejak tadi hanya diam memperhatikannya.
“Kau sudah jatuh hati padaku?”
Tamara dengan gerak reflek mengangguk menjawab pertanyaan Lukas, lalu sedetik kemudian ia tersadar dan dengan cepat menggelengkan kepalanya.
“Pffttt...” Lukas berusaha menahan tawanya. Ia tau gadis ini sudah jatuh hati pada ketampanannya. “Tentu saja, kau pasti tak bisa menolak wajah tampan ini kan?”
Kali ini Tamara hanya memilih diam. Tak bisa dipungkiri, ia memang sudah jatuh hati pada pria yang dijodohkan oleh kakeknya itu padanya.
“Baiklah, aku tau kau tak bisa apa-apa melihat wajah tampanku ini. Jadi bagaimana, kakekku memintaku mengajakmu berkencan malam ini. Tapi sepertinya kau sedang sangat sibuk,” Lukas menoleh ke arah ruangan tempat Tamara mencuci piring tadi.
“Ah... tidak apa, pekerjaan saya sudah selesai hari ini.” Dengan cepat Tamara segera memberi tahu Lukas bahwa jam kerjanya sudah selesai.
“Oh, begitu? Ya sudah, apa kau mau pergi sekarang?”
“Sebentar, saya akan mengambil tas terlebih dahulu.”
“Silahkan, kalau begitu aku akan menunggu di parkiran,” Lukas berusaha tersenyum ramah pada Tamara.
Tamara mengangguk, lalu ia bergegas masuk ke dalam ruang Staf dan mengambil tasnya. Tak lupa ia merapihkan pakaiannya yang sangat biasa saja itu. Tamara juga menyisir rambutnya dan ia ikat kembali.
“Ternyata dia pria yang tampan, dan kelihatannya sangat baik.” Tamara tersenyum sendiri di ruang staf.
“Hei, siapa itu? Apa itu pacarmu?” Tanya rekan kerjanya yang juga bertugas mencuci piring.
“Dia calon suamiku,” jawab Tamara sambil menutup wajahnya karena malu.
“Wah, dia tampan sekali. Kamu benar-benar beruntung bisa mendapatkan pria setampan itu,” rekan kerja Tamara memukul pundak Tamara karena gemas.
“Tentu saja aku beruntung, tapi perhatikan tanganmu!” Tamara melotot melihat tangan rekan kerjanya yang tak henti memukul pundaknya.
“Ah, maaf. Hehe, aku hanya ikut merasa senang melihat wajah tampan itu akan menjadi suami temanku.”
Tamara tersenyum getir. “Aku pergi dulu ya,” pamit Tamara.
“Ya pergilah!”
Tamara bergegas meninggalkan rekan kerjanya dan berjalan menuju parkiran mobil. Dengan malu-malu ia mendekati Lukas yang menunggunya di luar mobil. Seperti seorang pria yang sejati, Lukas membukakan pintu untuk Tamara. Melihat itu tentu saja Tamara menjadi semakin tersipu. Ia tak menyangka calon suaminya adalah pria yang romantis.
Setelah Tamara masuk ke dalam mobil, Lukas segera berjalan menuju kursi kemudi.
“Mau kemana?” Tanya Lukas sambil terus berusaha ramah pada Tamara. Ia lalu menyalakan mesin mobil, dan menyetel pewangi mobil ke level maksimal.
“Cih, bau sekali badan gadis ini. Kenapa aku baru menyadarinya setelah dia duduk di dalam mobil?” Batin Lukas.
Sementara itu, Tamara sama sekali tak merasa ada yang aneh dengan dirinya. Lukas dengan lihai menutupi ekspresi wajahnya, seolah tak ada hal yang mengganggunya.
“Kemana saja, aku juga tidak tau tempat kencan yang bagus,” jawab Tamara dengan malu-malu.
“Memang kau belum pernah berkencan?”
Tamara menggelengkan kepalanya.
“Cih, tentu saja siapa yang mau dengan gadis bau sepertimu?” Batin Lukas.
“Kamu sendiri, apa tidak tau tempat kencan yang bagus?” Tamara balik bertanya.
“Tidak, aku sangat sibuk. Tak punya waktu untuk berkencan,” jawab Lukas tanpa menoleh ke arah Tamara.
“Bisa gila aku lama-lama berdekatan dengan gadis ini,” gerutu Lukas dalam hati.
“Apa kencan ini menganggu waktumu?” Tanya Tamara ragu-ragu.
Seketika muncul ide di pikiran Lukas.
“Ya, sebenarnya sore ini aku ada meeting dengan klien. Apa kita bisa menunda kencan ini? Ah, maaf aku tak bermaksud. Tapi aku...” Lukas melirik ke arah Tamara berharap gadis itu mengerti maksudnya.
“Ah, jika kamu sangat sibuk kita bisa menunda kencan kita sampai kamu punya waktu luang,” Tamara dengan berat hati berusaha untuk mengerti bahwa calon suaminya ini adalah orang sibuk.
“Tapi aku tak enak padamu, apa tidak apa?” Dengan wajah memelas Lukas berharap Tamara bersedia membatalkan kencan mereka.
“Aku tidak apa-apa, kita bisa kencan lain kali.” Tamara tersenyum ramah pada Lukas.
“Baiklah kalau begitu,” dengan perasaan lega Lukas akhirnya bisa terbebas dari gadis bau ini. Sekarang ia hanya harus bersabar hingga mereka sampai di depan rumah Tamara.
Lukas yang ingin di pandang sebagai sosok pria sejati pada Tamara, tentu saja ia akan mengantar Tamara sampai ke rumahnya. Dan betapa terkejutnya Lukas, mengetahui Tamara yang tinggal di gang sempit. Bahkan mobilnya tidak muat untuk masuk ke dalam, dengan terpaksa Lukas memarkirkan mobilnya di bahu jalan raya.
“Kau tidak perlu mengantar sampai rumah,” dengan rasa sungkan Tamara menolak keinginan Lukas yang ingin mengantarnya sampai depan pintu rumah.
“Tidak apa, lagi pula aku juga ingin menyapa kakekmu,” Lukas masih berusaha menahan dirinya. Melihat lingkungan kumuh tempat tinggal Tamara membuat Lukas sedikit merasa pusing.
“Cih, bisa-bisanya si tua bangka itu memberikan aku calon istri seperti ini,” batin Lukas.
Setelah berjalan selama lima belas menit, mereka akhirnya sampai di depan kontrakan Tamara.
“Masuklah, aku akan memanggil kakek,” Tamara membuka pintu masuk mempersilahkan Lukas untuk masuk dan segera menuju kamar kakeknya.
Lukas memperhatikan dengan seksama ruangan yang terlihat seperti ruang tamu, tapi bahkan tak lebih luas dari kamar mandinya. Meski begitu, Lukas merasa sedikit lega karena rumah kecil ini lumayan rapih dan tidak sekumuh lingkungan yang ia lalui untuk sampai di rumah kontrakan Tamara.
Tok... Tok... Tok...
Tamara mengetuk pintu kamar kakeknya. Tak butuh waktu lama, kakek sudah keluar dari kamarnya.
“Kek,” Tamara tersenyum sumringah melihat wajah kakeknya, ia lalu memeluk Adrian karena terlalu senang.
“Ada apa ini? Kok tiba-tiba meluk kakek?”
Tamara membawa kakeknya kembali masuk ke dalam kamar.
“Aku diantar Lukas pulang kek,” Tamara hampir berteriak histeris karena saking senangnya.
“Diantar pulang Lukas? Cucunya Dominic?”
Tamara mengangguk dengan semangat.
“Dengan badan yang bau ini?” Adrian menutup hidungnya mencium aroma tak sedap dari tubuh cucunya.
“Emang aku bau kek?” Tamara mencium badannya sendiri, namun Tamara sama sekali tak merasa badannya bau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments