Lea berjalan di bawah terik matahari. Langkahnya terseok. Debu bertebaran tersaruk kakinya. Asap kendaraan memenuhi rongga dadanya.
Dasar manusia arogan...
“arrghhh...” Lea menendang udara. Tangannya juga meremas ruang kosong membayangkan wajah menyebalkan lelaki arogan itu di depannya.
Jam tangannya menunjukkan pukul satu siang. Masih terlalu pagi baginya untuk kembali ke rumah sakit. Pasti bapak akan bertanya-tanya.
Dari kejauhan Lea melihat beberapa bangku pinggir jalan berjajar di dekat sebuah pemberhentian bis. Dia duduk di salah satu sudut yang terlindung pohon rindang. Tidak jauh dari situ ada perempatan dengan lampu lalu lintas berdiri menggantikan tugas polisi mengatur jalanan.
Lea memperhatikan jajaran mobil yang berhenti ketika lampu merah menyala dan mereka akan berjalan bergantian ketika lampu hijau yang menyala.
Nikmat sekali hidup kalian, kemana-mana naik mobil. Tak seperti aku yang selalu bergaul dengan panas dan debu jalanan.
Apakah dalam salah satu mobil itu ada kamu tuan king?
Aku doakan semoga mobilmu kehabisan bensin dan tak bisa berjalan lagi, mogok di tengah jalan.
Lea tertawa kecil membayangkan itu. Lucu sekali kalau hal itu sampai terjadi sekarang, saat ini, di depannya. Dia akan bersorak dan berteriak girang seperti orang gila.
Tiba-tiba di depannya berhenti sebuah mobil.
Ah...masa iya apa yang aku pikirkan bisa kejadian.
Lea menunggu penumpang di dalamya keluar.
Kenapa harus keluar dari pintu sisi yang sebelah sana sih...
Saking penasarannya Lea berdiri berjinjit untuk bisa melihat lelaki yang keluar dari mobil. Ketika dia berhasil melihat, dia kecewa. Yang keluar adalah lelaki tua dengan perut gendut tetapi membawa seorang wanita cantik di dalamnya. Lelaki itu berkali-kali menendang ban mobil sambil menggerutu tidak jelas.
Sukur, kualat sama istri kali...
Masih sempatnya dia memaki dalam hati padahal hidupnya sendiri tidak beruntung.
Rupanya harapannya terlalu tinggi. Ingin melihat tuan King yang terkenal kaya itu kehabisan bensin?! Itu adalah pemikiran yang bodoh.
***
Di salah satu sisi lampu lalu lintas yang sedang menyala warna merah, berhenti sebuah mobil mewah. Di dalamnya duduk seorang lelaki yang matanya fokus ke jalanan. Di depan duduk seorang sopir yang berpakaian rapi dan di sebelahnya duduk lelaki tampan yang lain.
“Wyn, bagaimana perkembangan negosiasi harga dari gedung yang akan kita beli?” tanya King yang duduk di belakang.
“Harganya bagus tuan, karena tersebar rumor yang merugikan. Banyak yang bilang gedung itu berhantu," jawab Alwyn.
“Baguslah, memang itu kan yang kita cari. Hubungi agen propertinya Wyn. Segera selesaikan jika harga sesuai.”
“Baik Tuan.”
King yang selalu melihat keluar menangkap sosok Lea yang sedang duduk termenung di bangku halte bis dibawah pohon rindang.
“Wyn berhenti!” pinta King tegas.
Alwyn terkejut. DI tengah jalan begini paling tidak mereka harus meminggirkan kendaraan lebih dulu. Tapi seperti biasanya perintah King adalah titah raja baginya.
“Ko, minggir,” Alwyn menyentuh lengan Joko sopir yang membawa mobil.
“Baik tuan,” joko meminggirkan mobilnya perlahan.
Mobil berhenti agak jauh dari posisi Lea duduk. King memandang lekat gadis itu dari kaca spion.
“Wyn, kamu melihat gadis itu?” tunjuk King pada spion dengan matanya. Alwyn memutar tubuh melihat langsung ke belakang melalui kaca.
“Iya, tuan.”
Anda lihat tuan, kasihan sekali gadis itu bukan?!
Alwyn menghela napas.
“Wyn, turun!”
“Tanyakan padanya apakah dia masih bekerja di restoran itu?”
“Apa Tuan?!”
“Kamu mendengarku dengan jelas Wyn.” Ucap King dingin tanpa merubah pandangannya.
“Baik Tuan.”
Alwyn turun, dia berjalan mendekati tempat Lea duduk. Dia harus menata hatinya untuk bertanya pada gadis itu. Tapi bagaimana lagi, itu adalah keinginan tuannya.
“Selamat siang,” sapa Alwyn menundukkan kepala.
“Selamat...,” Lea menghentikan kalimatnya ketika dia tahu siapa yang menyapa lalu membuang muka, “mau apa kau?”
“Maafkan saya. Saya hanya ingin bertanya.”
Lea melirik sekilas.
“Apakah anda sudah diberhentikan?”
Apa?!
“Hei orang kaya tidak berperasaan.”
Lea berdiri sambil berkacak pinggang. Tangannya lurus menunjuk Alwyn, “apa urusannya aku dipecat atau tidak, hah!”
Alwyn tersenyum.
Harusnya engkau memohon padaku, agar aku bisa memohon pada tuanku. Tapi sepertinya kau adalah gadis keras kepala.
“Melihat tingkah anda, sepertinya anda sudah dipecat.”
“Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu,” jawab Alwyn tenang.
Wajah Lea merah padam merasa malu dan marah. Dia melepas sepatu kets nya dan melempar punggung Alwyn yang berjalan menjauh.
“Sialaaann!!” teriak Lea. Sepatu itu melayang tinggi dan tepat jatuh memantul di area punggung Alwyn yang mengenakan kemeja putih. Tapi Alwyn tidak peduli, dia terus melangkah menuju mobil tempat king menunggu.
“Woi...sialan kamu! Sini kamu, kembalikan sepatuku woi...!”
Lea tertatih mengambil sepatunya. Alwyn tersenyum diam-diam.
Ambil sendiri sepatu anda. Siapa suruh melempar sepatu anda pada saya.
Sampai di mobil, King langsung memberi perintah.
“Jalan Ko.”
Tak lama mobil itu berjalan tanpa peduli ada gadis yang berlari mengejar sambil tertatih karena satu sepatunya lepas.
“Dia sudah dipecat tuan.”
King tidak menjawab, tapi muncul senyum tipis di bibirnya.
Ya, aku tahu, semua jelas terlihat dari sikapnya. Nikmatilah lemparan sepatunya Wyn. Hmmm...gadis yang unik.
***
“Aku benci orang kaya,” Lea kembali duduk di tempat yang sama. Telapak kakinya serasa terbakar.
“Selalu itu yang kau ucapkan,” terdengar sebuah suara. Sosok compang-camping yang biasanya mengganggu di dapur restoran kembali hadir. Kali ini dia nongkrong diatas bangku tempat Lea berteduh.
Belum cukup juga gangguanku hari ini.
Lea menatap lurus hantu itu, sambil memasang wajah memelas, “tolong jangan ganggu aku kali ini. jadilah hantu normal yang datang pada malam hari,” tangan Lea memohon di depan dada.
Sosok itu malah tersenyum lebar, “aku tahu kamu melihatku, kenapa selama ini diam saja, sok tidak peduli.” terus mengoceh sambil menghilang dan muncul berpindah-pindah tempat.
Karena kalian menakutiku.
Lea berdiri, berjalan meninggalkan tempat itu. Hantu compang-camping bergigi merah itu terus mengikutinya.
“Sekarang kamu mengabaikan aku lagi, hihihi...,” terkikik tepat di depan wajah lea sambil memamerkan giginya yang kotor dan napasnya yang berbau busuk.
“Diam atau menghilanglah!” teriak Lea. Dia merasa cukup menahan diri. Kakinya berhenti dan dia menghadap pada ruang kosong sambil berteriak.
Beberapa orang yang lalu lalang terkejut melihat Lea berteriak seorang diri, tentu saja dengan melemparkan tatapan mata heran.
Sial...
Lea mempercepat langkahnya, dia berjalan meninggalkan tempat itu. Banyak orang yang tertarik untuk melihatnya. Lebih baik ke rumah sakit daripada dianggap gila karena orang lain tak bisa melihat lawan bicaranya.
Gadis itu berhenti di halte lain yang terdekat. Menanti bis tujuan rumah sakit berikutnya. Hari mulai sore. Matahari perlahan menghilang di ufuk barat. Dia bisa membuat seribu alasan untuk ayahnya kenapa dia pulang lebih awal. Jangan sampai dia benar-benar kehilangan akalnya karena sering berbicara sendiri.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments