Azalea terus tersenyum. Dokter bilang kalau sampai besok bapak tetap stabil, maka bapak boleh pulang.
“Tinggal semalam lagi pak.”
Ucap Lea sambil memegang tangan bapak, “Sabar sehari lagi ya.”
“Dokter bilang bapak musti kontrol rutin,” bapak terlihat memelas mengucapkan itu.
Melihat anak gadisnya yang begitu sayang, membuatnya tidak tega merepotkan terus menerus.
“Jangan dipikirkan, yang penting bapak sehat.”
“Lea berangkat kerja dulu ya pak,” mencium tangan bapak takzim, “hari ini bapak harus banyak istirahat.”
Lea menyiapkan bubur di atas nakas, air mineral dan bungkusan obat yang harus diminum. Setelah itu baru dia berangkat.
Lea bekerja pada sebuah restoran yang cukup laris dan terkenal. Tugasnya adalah menghitung stok bahan yang harus dicek setiap hari. Dia senang bekerja di tempat itu. Nyaman, pemiliknya juga baik hati.
“Ah, ya tuhan...” Lea menjingkat karena terkejut. Di depannya berdiri sosok berpakaian compang-camping sambil meringis.
Lea pura-pura tidak melihat sosok itu. Dia menyibukkan diri menghitung stok bahan yang baru datang.
“Aku tahu kamu mendengarku,” ketika sosok itu berbisik di telinga kanan, Lea mengalihkan gerakan ke arah kiri.
“Jangan pura-pura tidak tahu.”
“Hihihihi,” sosok itu menyeringai mempertontonkan giginya yang merah tepat di depan wajah Lea. Aroma amis tercium sangat kuat.
Ah, mulutnya bau sekali.
Lea berjalan ke sudut lain dari dapur .
Tahan Lea, sebentar lagi dia pasti bosan mengganggumu. Lea bicara pada dirinya sendiri.
“Lea,” teriak Bang Qarun dari dapur. Dia adalah salah satu chef di restoran itu. Kebetulan Lea menjadi asistennya dan Qarun adalah Chef favoritnya.
“Siapkan bahan untuk hari ini.”
“Potong acar dan simpan bahan basah di lemari pendingin!”
“Ya Chef!” teriak Lea lantang.
“Bagus.”
“Nanti siang ada reservasi. Tuan King akan makan siang disini. Siapkan bahan untuk dua orang,” titah Bang Qarun—Lea hanya memanggilnya chef jika di dapur, diluar itu Lea lebih suka memanggilnya dengan sebutan abang. Tuan King adalah pelanggan tetap yang selalu datang dengan asistennya.
Aku benci orang kaya.
Benar saja, pukul sebelas beberapa pekerja gugup menyambut dan mempersilahkan dua lelaki tampan untuk duduk di kursi yang pilihan letaknya tak pernah berubah.
“Maaf Tuan, hidangan sebentar lagi akan siap,” salah satu pramusaji menyambut dengan gemetar.
“Kamu tahu kan Tuan King tidak suka menunggu,” ucap Alwyn, asisten King.
King melirik sekilas dan memalingkan wajah melihat jalanan melalui kaca.
“Awas saja kalau mereka terlambat menyajikan,” gumam King.
Alwyn memandang lurus tanpa komentar hanya menganggukan kepala sedikit.
Dari arah dapur muncul Lea membawa hidangan pembuka dengan diikuti Qarun di belakangnya.
“Mereka tepat waktu tuan,” bisik Alwyn.
Lea meletakkan hidangan yang dibawa di atas meja, “silahkan tuan,”
King melihat hidangan itu dengan seksama, memutarnya beberapa kali lalu mengangkatnya untuk melihatnya lebih dekat.
“Sini kamu!” ucap King dingin ke arah Lea.
King melemparkan piring ke atas meja lebih dekat untuk diambil oleh gadis itu, “amati baik-baik!”
Lea menundukkan kepala lalu mengamati makanan yang tadi dibanting di atas meja.
“Maaf tuan, semua baik-baik saja.”
“Baik-baik saja kamu bilang?!” tatapan mata king serasa membakar orang yang ada di sekitarnya.
King mengambil piring itu, menarik sehelai rambut dan menumpahkan sisanya tepat di kepala Lea.
“Sampaikan pada chef yang mengolah masakan ini untuk lebih berhati-hati waktu memasak.”
Seluruh orang yang berada di tempat itu menundukkan kepala dalam-dalam. Sedangkan Lea diam membeku, tubuhnya berdiri tegak dengan mata fokus pada satu titik. Rambutnya lengket oleh fla dan puding, tapi dia benar-benar tak mampu menggerakkan tubuhnya.
“Jangan ganggu aku sekarang,” Bisik Lea.
Mata King membulat sempurna, “apa yang kamu ucapkan? Berani sekali kamu!”
Qarun menarik tangan Lea, “apa yang kamu lakukan?” kepala Qarun masih menunduk, hanya wajahnya mendongak sedikit berusaha melihat wajah Lea. Tapi Lea tak bergeming, tubuhnya mematung.
“Pecat dia, aku tidak mau melihat gadis ini waktu aku makan disini besok dan selanjutnya!”
“Lea!!” bisik Qarun agak keras.
Pandangan Lea terus tertuju dimana King berdiri, “pergilah dari sini!” ucap Lea lebih keras.
“Kamu benar-benar membuatku marah!”
King berjalan meninggalkan ruangan, “Wyn buat wanita itu dipecat dari sini sekarang juga!”
“Tuan,” Qarun berlari mengejar King dan menunduk tepat di depannya, “tuan tolong maafkan Lea, saya yang salah, saya yang memasak hidangannya.”
Qarun tidak mau melihat Lea menderita, dia tahu bagaimana perjuangan gadis itu untuk hidup.
“Sebaiknya anda ke dapur Chef, saya akan pastikan untuk mengikuti kemauan tuan saya,” Alwyn mendekati Qarun dan mengucapkan kata yang tak berperasaan itu.
Sementara itu lea masih berdiri di tempatnya dan tidak mampu bergerak, hanya tubuhnya yang berputar mengikuti arah gerak King.
“Pergilah!” teriak lea tiba-tiba.
Berani sekali gadis itu.
King menghentikan langkahnya lalu memutar dan berjalan mendekati Lea, “berani sekali kamu.” Dengan satu jari King mendorong dahi Lea sampai gadis itu terhuyung ke belakang.
“Kamu yang berani sekali!” tatapan mata Lea sedingin es.
King mengangkat tangannya dan hampir menampar gadis itu. Alwyn sang asisten hanya melihat, sedangkan Qarun terlalu takut untuk melawan. Bagaimanapun dia menyukai pekerjaannya.
“Kamu tahu kan kalau ada wanita yang selalu mengikutimu?” mata Lea menatap lurus pada lelaki itu.
Tangan king berhenti di udara.
“Ada tali tambang tergantung di leher wanita itu.”
Perlahan tangan King turun dan menyisakan pandangan mata nanar.
“Di bibir wanita itu ada setitik darah yang terus mengalir, lidahnya sedikit menjulur keluar.”
King meraih leher Lea dan mencengkeram kuat, “hentikan!”
“Egh...ergh,” tangan Lea memegang tangan King yang berada di lehernya, dia mengerang hampir kehabisan napas.
Alwyn menyentuh tangan tuannya, “Tuan,” bisik Alwyn, “banyak orang yang melihat.”
King melepaskan tangannya, “huk...huk,” Lea terbatuk beberapa kali berusaha meraih udara sebanyak-banyaknya.
King berlalu dengan langkah cepat, “pastikan gadis itu dipecat!” titah King diulang lagi.
“Aku suka makan di restoran ini tapi aku tak suka gadis itu.”
“Baik Tuan,” hanya itu yang diucapkan Alwyn. Karena untuk menolak permintaan tuannya sama seperti berharap melihat matahari bersinar di malam hari.
Siapa gadis itu? Mengapa dia bisa melihat apa yang aku lihat?
***
“Kamu sudah gila ya!” manarik telinga Lea kuat-kuat.
“Maafkan aku Bang, tapi apa yang aku lihat memang nyata. Dan dia tahu itu!” teriak Lea mohon ampun.
“Sekarang pikirkan bagaimana aku bisa membelamu kali ini!” teriak Qarun memekakkan telinga.
“Chef dipanggil bos!” salah satu pramusaji menuju ke dapur tempat Qarun dan Lea berdebat.
“Lihat, habislah kau!” mendorong kepala Lea dengan satu jari.
Di dalam ruangan manager Qarun mati-matian membela Lea.
“Dia tidak sengaja melakukannya, lagi pula itu kesalahan saya. Dia nggak ikut masak!”
Entengnya Qarun membantah manager restoran karena dia adalah chef yang paling dicari di seantero negeri.
“Tapi kali ini kesalahannya fatal Un,” teriak manager sama putus asanya.
“Jangan panggil aku Un.”
“Apakah itu penting sekarang?! Maafkan aku, tapi kali ini Lea harus benar-benar pergi dari restoran.”
Qarun menendang udara karena marah.
Sialan! Andai aku bisa ikut keluar dari restoran ini...
Qarun keluar ruangan sambil membanting pintu. Manager restoran tak bisa melakukan apapun tentang hal ini.
Dengan emosi yang masih tampak jelas Qarun mendekati Lea, “maafkan aku.”
Lea melepaskan apron yang dipakai, melipat, dan meletakkannya di atas meja dengan hati-hati, “tidak apa-apa bang, aku akan baik-baik saja.”
“Datangi aku kalau kamu butuh bantuan,” pesan Qarun.
Lea mengangguk, langkahnya berat meninggalkan restoran.
Bapak, sekarang aku punya banyak waktu untuk merawatmu. Maaf kalau sementara ini kita akan hidup dari tabungan sampai aku menemukan pekerjaan lagi.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments