[RA] 02 : Masuk ke Dunia Novel

Sinar matahari yang berwarna jingga keemasan sedikit memasuki celah jendela salah satu suite room di sebuah rumah sakit terbesar yang terletak di jantung kota. Ruangan itu tampak sepi, hanya suara bedside monitor yang terdengar berbunyi secara konstan.

Mesin itu terhubung pada tubuh seorang gadis dengan kulit seputih porselen. Kelopak mata yang memiliki bulu lentik itu terpejam dengan tenang seperti tidak ada kehidupan atau seperti orang yang telah tertidur dalam jangka waktu lama.

Namun, tiba-tiba, kening gadis itu tiba-tiba terlihat berkerut dengan halus. Kemudian kepalanya menoleh lemah ke kanan dan kiri dengan mata yang tetap terpejam erat. Juga, bulir keringat mulai membasahi pelipis gadis itu.

Gadis itu seolah-olah tengah mendapat mimpi buruk dalam tidurnya.

TAK!

Mata milik gadis yang terpejam erat itu tiba-tiba terbuka, memperlihatkan manik berwarna hazel yang begitu cantik.

"Sshhh." Gadis itu melenguh pelan lalu mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Dia mengerutkan kening, merasa asing dengan ruangan yang dia tempati sekarang. "Gue di mana?"

"Tunggu dulu ... g-gue selamat?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. Dia memeriksa kondisi seluruh tubuhnya. Mulai dari kepala, dada, tulang rusuk, perut hingga kaki.

Gadis itu melongo.

"Nggak mungkin!" Gadis itu berkata dengan raut tidak percaya.

"Elleandra, lo nggak mungkin punya sembilan nyawa, kan?"

Ya, gadis itu, Elleandra Caroline. Gadis itu sekali lagi menyingkap selimutnya dan mengamati tubuhnya mulai dari bawah hingga dada.

Bagaimana mungkin tidak ada patah tulang sama sekali. Bahkan, di dadanya hanya menempel alat yang terhubung dengan monitor pasien dan sebuah tiang infus yang terhubung ke tangan kirinya.

Hanya itu.

"Is it possible? I didn't even break any of my bones!"

[Apa itu mungkin? kecelakaan itu bahkan gak membuat tulang-tulang gue patah!]

Elleandra menganga. Ingatan mengenai kecelakaan itu bahkan masih terpatri dengan jelas di ingatannya. Suara benturan yang keras, mobilnya yang terguling, bahkan dia juga masih mengingat rasa sakit yang mematikan seluruh indera di tubuhnya pada saat itu.

"Lara sama Naila! Iya, gue harus cari tau keadaan mereka. Ini terlalu aneh dan nggak masuk akal," kata Elleandra sambil menyingkap selimut di tubuhnya.

Elleandra melepas alat yang menempel di dadanya. Membuat monitor di samping tempat tidurnya tidak lagi mendeteksi apa pun.

Ketika dia ingin turun dari brangkar dan meraih tiang infus, sebuah suara seperti alarm tanda bahaya berbunyi nyaring. Lalu, lampu yang menerangi ruangan yang dia tempati berkedip-kedip.

Elleandra mematung di tempatnya. Gadis itu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Sampai, suara beberapa langkah kaki terdengar diikuti pintu ruangan yang terbuka keras membuat Elleandra menoleh.

Tatapan Elleandra beradu pandang dengan beberapa dokter dan suster yang berdiri berjejer di depan pintu masuk ruangan. Terlihat jelas jika mereka tengah menatap Elleandra dengan raut panik.

Namun, begitu mereka melihat Elleandra yang tengah duduk di brangkar dan tidak dalam kondisi membahayakan seperti yang mereka duga sebelumnya, alih-alih memasang raut lega, mereka justru memasang raut terkejut.

Ada apa?

Kenapa mereka begitu terkejut?

Dokter bernama Angkasa menghampiri Elleandra terburu-buru, kemudian dengan cepat dia memeriksa kondisi vital Elleandra. Setelah selesai mengecek Elleandra, Dr. Angkasa terlihat begitu lega.

"Syukurlah, sekarang kondisi kamu baik-baik aja. Tapi, kami masih perlu memeriksa kondisi vital kamu lebih lanjut," kata Dr. Angkasa.

'Ini cuma perasaan gue aja atau … gaya bicara dia emang sesantai ini sama pasiennya?' Batin Elleandra sembari mengerutkan dahi samar.

Elleandra menatap Dr. Angkasa dengan senyum canggung. Dia merasa aneh dengan gaya bicara Dr. Angkasa yang terkesan begitu santai, seolah-olah mereka sudah saling mengenal sebelumnya.

"Apa kamu sendiri yang melepas alat ini?" Dr. Angkasa menatap Elleandra sambil menatap selang yang terhubung dengan alat monitor pasien

Elleandra mengangguk tanpa ragu.

"Seharusnya alat ini tidak boleh kamu lepas begitu saja, Lea." Dr. Angkasa terlihat mengela nafasnya.

Lea?

Elleandra mengernyitkan alisnya. Belum ada yang memanggil namanya dengan sebutan Lea sebelumnya.

'Tunggu dulu, gue bisa tanya soal apa yang terjadi sama gue ke dia, kan?' Batin Elleandra sambil menatap Dr. Angkasa.

"Em, Dok. Saya boleh tanya sesuatu sama Dokter, nggak?" Elleandra mengamati Dr. Angkasa yang saat ini tengah menatapnya dengan raut yang teihat aneh.

"Jujur, saya terkejut melihat kamu bisa berbicara dengan santai seperti ini, Lea. Tapi itu kemajuan yang bagus. Kamu boleh bertanya apa saja dengan saya," kata Dr. Angkasa.

"Pertama-tama, bisa nggak kalau Dokter panggil saya Elle aja dan jangan Lea karena jujur, saya nggak terbiasa dengan panggilan itu.

Kedua, kenapa badan saya nggak ada luka sama sekali padahal saya masih ingat betul kalau kecelakaan mobil itu besar kemungkinan membuat nyawa saya..., ehm, menghilang?" Tanya Elleandra panjang lebar.

Namun, alih-alih memberikan jawaban, Dr. Angkasa justru terdiam sambil menatap Elleandra dengan raut bingung.

"Maksud perkataan kamu apa, Lea?"

"Kecelakaan mobil yang menimpa saya kemarin, Dokter. Saya masih ingat jelas, kok!" Elleandra berkata sambil memasang raut kesal.

"Elleanor, apa kepala kamu terasa sakit? Sepertinya saya harus melakukan prosedur Computerized Tomography Scan terhadap kamu. Saya khawatir telah melewatkan sesuatu yang menyebabkan kamu menjadi seperti ini, Elleanor." Dr. Angkasa berucap khawatir.

"..."

Elleandra terdiam membeku.

Tunggu dulu! Elleandra tidak salah dengar, kan?

"Dokter tadi panggil saya siapa? E-Elleanor?" Tanya Elleandra dengan raut bingung.

Dr. Angkasa mengangguk kaku. Dia merasakan ada yang aneh dengan gadis yang duduk di hadapannya ini.

"Dok, nama saya Elleandra, bukan Elleanor. Dokter gimana, sih! Aneh banget," ketus Elleandra. "Udah, ah, minggir. Saya mau cari teman saya dulu."

Elleandra beranjak dari duduknya namun segera dihalangi oleh Dr. Angkasa.

"Teman? Siapa teman yang kamu maksud, Lea?"

"Lara sama Naila, Dok!. Mereka juga jadi korban kecelakaan kemarin! Saya yakin beritanya udah nyebar ke seluruh kota!" Elleandra memutar bola matanya jengkel.

Dr. Angkasa menatap prihatin ke arah Elleandra.

"Elleanor, tolong tenang dulu." Dr. Angkasa menatap Dokter dan Suster yang tadi datang bersamanya. Dia mengkode mereka agar keluar dari ruangan. Mereka hanya bisa menurut tanpa mengucap sepatah kata, namun, raut khawatir masih tergambar jelas di wajah mereka.

Sekarang di ruangan ini hanya tersisa Elleandra dan Dr. Angkasa.

"Elleanor, dengarkan saya baik-baik." Dr. Angkasa menatap serius ke arah Elleandra yang kini terdiam.

"Nama kamu adalah Elleanor Sezadly. Usia kamu 17 tahun dan kamu adalah anak bungsu dari Thomas Sezadly dan Roseia Sezadly. Kamu punya satu kakak laki-laki bernama Kavin dan adik bernama Louisa. Apa kamu ingat?"

Elleandra tercenung ditempatnya. Dia menatap raut wajah Dr. Angkasa dengan teliti. Lalu, sedetik setelahnya dia memegang tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin.

Kini, gantian Elleandra yang merasa aneh.

Sungguh, Elleandra seperti tidak merasakan adanya kebohongan dari segala hal yang diucapkan oleh Dokter tampan itu.

'Nama-nama itu kenapa agak familiar di ingatan gue, ya? Atau cuma perasaan gue aja?' Batin Elleandra cemas.

Namun, Elleandra lagi-lagi menepis semua hal aneh yang dia rasakan semenjak dia terbangun tadi.

"Elleanor Sezadly? Dokter mau nipu saya, ya? Nama saya itu Elleandra Caroline, bukan Elleanor seperti yang dokter bilang barusan. Nama orangtua saya Danubrata dan Kirana, saya emang punya kakak laki-laki, tapi saya gak punya adik! Dokter pikir saya lupa sama identitas saya sendiri?" Elleandra menjelaskan dengan panjang lebar.

"Identitas mana yang kamu maksud? Kenapa sejak tadi kamu terus berbicara aneh? Jujur, Ini seperti bukan kamu, Lea." Dr. Angkasa menghela nafas pelan.

Akhirnya, Dr. Angkasa meraih ponsel di sakunya dan mengotak-atik ponsel itu sebentar, setelah selesai dengan apa yang dia lakukan, dia menunjukkan sesuatu yang terdapat pada hamparan layar ponselnya pada Elleandra.

Apa yang ditunjukkan oleh Dr. Angkasa membuat Elleandra membuka mulutnya lebar, menggambarkan raut terkejut yang terlihat jelas.

'Apa!' Elleandra menjerit dalam hati.

Elleandra menajamkan pengelihatannya. Dia merebut ponsel milik Dr. Angkasa untuk memastikan tentang apa yang baru saja dia lihat.

"N-Nggak mungkin," lirih Elleandra. 

Wajah gadis itu berubah pucat.

Terpopuler

Comments

Lay's

Lay's

Mau tanya dong Thor, anak bungsu kok punya adik? Bukannya bungsu itu anak terakhir?

2024-01-17

0

AK_Wiedhiyaa16

AK_Wiedhiyaa16

Kalau ada bahasa asing gini, tolong sertakan artinya ya thor..
Ga semua ngerti arti dari bahasa enggres gini, termasuk gw😭

2022-10-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!