Hamdan menatap sendu Joya yang tidur membelakanginya. Hamdan tau istrinya kecewa, tetapi ia sendiri tidak bisa berbuat banyak.
Hamdan sudah berusaha menolak permintaan ibunya, akan tetapi sang Ibu langsung mengancamnya akan pulang ke kampung dan menganggap Hamdan durhaka, apa yang lebih menyakitkan dari pada itu?
Hamdan juga mulai menyadari, keharmonisan rumah tangganya mulai runyam semenjak ibunya datang, namun sekali lagi Hamdan menganggap Joya lah yang kurang memahaminya, harusnya Joya bisa mengambil hati ibunya bukan malah selalu membuat sang Ibu kesal.
Lelah berpikir, Hamdan ikut membaringkan tubuhnya di samping Joya, tidak berniat memeluk sang istri karena Hamdan sendiri kecewa melihat keacuhan Joya padanya, harusnya Joya memberi tanggapan, bukan hanya diam membisu seperti ini.
" Hufff" Hamdan menghembuskan napasnya kasar, berjam-jam tetap tidak bisa tidur, Hamdan akhirnya mengalah dan meringsek mendekat kearah Joya, melingkarkan tangannya di tempat seharusnya dan itu benar-benar mampu membuatnya terlelap hingga pagi.
***
" Apa ini Bu?" tanya Joya ketika tiba-tiba Rubiah menyodorkan sebuah kertas.
Air mata Joya tidak bisa di cegah, lagi dan lagi, meskipun sudah berusaha setengah mati air asin itu dengan kurang ajarnya masih saja mengalir.
" Aku tidak mau menandatangani ini, aku ngak setuju mas Hamdan menikah lagi" sarkas Joya langsung merobek kertas yang baru saja di bacanya.
" Eh, jangan kurang ajar kamu, kamu pikir jika kamu tidak mau tanda tangan Hamdan tidak bisa menikahi Ayenir, kamu salah Joya, salah besar!" Suara Rubiah melengking.
" Ter-se-rah" eja Joya pergi dari hadapan Rubiah yang tengah bersungut-sungut.
Joya akan bicara pada Hamdan, ia benar-benar tidak mau di madu, jikapun Hamdan nekat memadu nya, Joya akan memilih pisah saja.
Namun Hamdan justru tidak datang-datang meskipun hari sudah sangat sore.
Joya yang menunggu Hamdan hampir lelah, namun buru-buru berdiri dari ranjang begitu mendengar suara mesin mobil memasuki garasi rumah mereka.
Gegas Joya keluar dari kamarnya, namun langkahnya mendadak berhenti begitu menemukan sang suami pulang dengan wanita yang di jodohkan ibunya.
Hamdan yang melihat Joya langsung melepaskan genggaman tangannya pada Ayenir.
" Mas, apa ini?" Joya langsung menghampirinya.
" Jangan sekarang, Joya. Saya lelah!" Setelah mengucapkan kalimat itu, Handan memasuki kamar begitu saja, melewati Joya yang luruh.
Semangat.
Keyakinan.
Harapan.
Kekuatan.
Terhempas begitu saja, baru kali ini Joya merasa benar-benar tidak ada harganya, dan mengetahui itu, rasanya sesak. Apalagi yang tidak menghargai di sini adalah... suaminya sendiri.
Sakit.
'Baiklah jika ini mau kalian' Batin Joya dengan amarah tertahan.
***
Seperti biasa Hamdan sampai di kediamannya menjelang magrib. Ia akan langsung masuk kekamar dan membersihkan diri.
Usai mandi dan merasa segar, Hamdan keluar dari kamar mandi. Tatapannya lalu menjelajah seluruh sudut kamar. Ia tengah mencari keberadaan sang istri, yang biasanya sudah duduk di tempat tidur sembari menyiapkan baju ganti untuk nya.
Alis Hamdan menukik tajam, lantaran hanya ada baju ganti sementara tidak ada Joya disana. Kemana wanita itu? bahkan sejak ia pulang tidak menyambutnya seperti biasanya.
Tidak terlalu memikirkan, Hamdan segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Beberapa menit kemudian, Hamdan melangkah ke ruang televisi, disana hanya ada Rubiah yang tengah asik menyaksikan siaran gosip.
Melihat kedatangannya, Ibu nya langsung berseru dan mengajak Hamdan makan, ternyata Rinjani tengah duduk di meja makan, bahkan wanita itu saat ini sedang makan.
Ibu mertuanya hampir berseru, namun tidak jadi, karena ternyata Joya tengah menikmati semangkuk mie.
Hamdan mengambil kursi di sisi Joya, berhadapan dengan ibunya. Matanya diam-diam menelisik wajah Joya yang sedang asik dengan makanannya sendiri, tidak mengatakan apapun meski tau ia tengah duduk di sampingnya.
Aneh, bahkan Joya tidak mengambilkan makanan untuknya?
Juga ... mana tatapan sedih yang beberapa hari ini terus di tunjukkan wanita itu untuknya?
Makan malam terasa sunyi seperti pemakaman, tidak ada yang ingin memecah keheningan.
Santap malamnya berakhir. Joya gegas masuk ke dapur, mengabaikan Hamdan dan ibunya, bahkan Hamdan tak melepaskan tatapannya pada sang istri.
" Kamu harus segera menikahi Ayenir Dan" ucap Rubiah melirik pada Joya yang tengah menyuguhkan secangkir kopi untuk Hamdan.
Tanpa sepatah pun kata, Joya meletakkan secangkir kopi di atas meja. Wanita yang memiliki rambut lurus sebahu itu kemudian berlalu, seperti tak berpengaruh terhadap ucapan Ibu mertuanya barusan.
Hamdan kembali merasa ada yang janggal, Semenjak ia pulang kerja, sang istri sama sekali belum berbicara padanya.
Ada apa dengan Joya?
Sekitar jam sembilan malam Hamdan menyusul sang istri ke kamar, Hamdan memunculkan senyum kemenangannya, Joya tidak akan tahan marah dengan nya jika Hamdan mengiba dengan kata-kata rayuan.
Dengan percaya diri Hamdan menghampiri sang istri yang sedang duduk memainkan ponsel.
" Mas capek banget Rin, punggung mas kangen sama pijitan tangan kamu !" rengek Hamdan. Hamdan yakin tidak lama lagi Joya akan mendekatinya dan memijit punggungnya seperti biasa saat ia mengeluh. Dengan percaya diri Hamdan mulai menghitung dalam hati.
Satu.. dua ... tiga ...
Sampai hitungan ke sepuluh, Hamdan melongo karena sang istri melewatinya begitu saja dan memilih menidurkan diri di atas ranjang. Senyum manis, ciuman tangan, pijitan manja dan di selingi canda tawa seperti biasa, tak ia dapatkan sepanjang hari ini.
Masih merajukkah istrinya itu?
***
Hari kembali berlalu, istirahat makan siang sudah berjalan hampir setengah jam yang lalu, namun Hamdan belum berniat beranjak dari kursinya. bukan karena pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan, tapi ia tengah sibuk menatap layar handphonenya. Sudah tiga hari ini tidak ada lagi pesan Joya mengingatkan agar makan tepat waktu.
Isi kepalanya menjadi tidak beraturan, begitu berpengaruhnya perubahan sikap Joya pada Hamdan.
Desah kecewa sudah tak terhitung dari bibir Hamdan, berharap Joya mau sekedar mengirimkan pesan kepada nya, namun ia kembali kecewa bahkan sampai jam kerjanya habis tak ada satu pesan pun dari Joya.
Pulang kerja, Hamdan dihadapkan dengan canda tawa di ruang televisi, hatinya mencelos, berpikir andai saja, 'andai saja yang asik bercengkrama itu istri dan Ibu nya pastilah Hamdan akan sangat berbahagia namun ini, gadis yang duduk bersama sang Ibu bukanlah sang istri melainkan wanita pilihan sang Ibu untuk dinikahinya di jadikan madu untuk Joya.
' Arrrggggg' kepala Hamdan rasanya ingin meledak. Beberapa hari di abaikan Joya membuat Hamdan uring-uringan.
" Dan sini, Ayenir sudah nungguin kamu dari tadi"
Yang membuat Hamdan bodoh adalah tidak bisa menolak keinginan ibunya, meskipun hatinya menentang dan ingin segera mencari keberadaan istrinya, namun kakinya tetap melangkah mendekati ibunya yang duduk bersama Ayenir.
' Maafkan mas dek' jerit Hamdan dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sulati Cus
berbakti tp berbakti yg kek apa dulu
2023-02-21
1
Wanda Andhika
he hamdan, kamu itu suami, imam, kepala klrga , harusnya kamu itu jd panutan, jd tauladan, ngasih contoh yg baik sm istri kamu, bkn malah menyakiti,
kalau ingin jd anak yg berbakti sm ibu mu, ga gitu jg kali e cara nya🤬🤬🤬🤬🤬🤬
2023-01-24
0
M. salih
mau ku timpuk muka Hamdan pakai sendal
2022-09-18
0