Bicara

Hari demi hari berlalu, Joya semakin tak di hiraukan perasaannya, Rubiah mengambil alih peran yang selama ini ia jalankan, termasuk dalam mengurus Hamdan.

Mengharapkan Hamdan mengerti nyatanya Joya harus kecewa karena Hamdan sendiri terlalu takut melukai hati ibunya.

Hari ini tepat tiga bulan berlalu, Rubiah sudah seperti tuan rumah, sementara Joya hanya pesuruh yang pekerjaannya tidak pernah di hargai.

" Joya, Ibu mau kenalin kamu sama seseorang" siang itu Joya sedang berada di kamar saat Rubiah memanggilnya. Meskipun enggan namun Joya tetap memenuhi panggilan wanita yang sudah melahirkan suaminya.

Ikut melangkah di belakang Ibu mertuanya.

Melangkah ke ruang tamu, di sana Joya melihat gadis muda sedang duduk menunduk malu-malu.

" Sini, nak." Rubiah meminta sang tamu duduk mendekat kearahnya. Sementara Joya masih berdiri memerhatikan keduanya.

" Namanya Ayenir" ucap Rubiah memperkenalkan, dan sama sekali tidak perduli meskipun Joya masih berdiri.

" Dia calon istri muda Hamdan"

Bagai di sambar petir di panas terik, Joya mendengar ucapan Rubiah, Kesabarannya di sepelekan, kepatuhannya di anggap kebodohan. dadanya seperti di sayat belati dengan keji, ternyata orang yang dihormatinya selama ini justru menciptakan maka petaka untuk rumah tangganya, bagaimana mungkin seorang Ibu tidak bisa menghargai keputusan anaknya.

" Selama ini Joya diam karena Joya menghormati Ibu, tetapi Joya rasa Ibu sudah sangat keterlaluan, ini hidup kami Bu, Ibu tidak berhak ikut campur" tegas Joya dengan luapan kekesalan yang tak terbendung.

" Oh, rupanya Hamdan terlalu memanjakan mu sampai kamu berani meninggikan suara mu di hadapanku ya..? dengar Joya! ku pastikan Hamdan tetap menikahi Ayenir dengan atau tanpa persetujuan mu"

" Ibu"

" Joya"

Joya reflek mengangkat tangannya bersamaan dengan Hamdan yang tiba-tiba datang dan menyerukan namanya.

" Apa-apaan kamu?" bentak Hamdan mendorong Joya menjauh.

" Hamdan, inilah yang Ibu tidak suka dari istri mu, dia tempramental nak" adu Rubiah memeluk anaknya dengan Isak tangis.

Wajah Hamdan memerah, mendengar ucapan ibunya.

Joya mengeleng tidak percaya dengan drama yang di buat oleh Ibu mertuanya, meskipun hampir mengangkat tangannya, tetapi ini pertama kali Joya khilaf, namun ternyata Rubiah memanfaatkan keadaan untuk membuat putranya semakin salah faham.

" Dengan kamu berani melukai Ibu, itu berarti kamu juga sudah melukai ku Joy!" Hamdan menatap Joya tajam, tangan Hamdan terkepal kuat di sisi tubuhnya.

Ini keterlaluan, Joya tidak bisa lagi menahan luka hatinya, cukup sudah dia bersabar, cukup ia tersiksa secara batin.

" Kamu berubah mas, kamu tidak pernah lagi mendengarkan aku, Ibu, Ibu, Ibu terus Ibu! aku juga berhak membela diri, Ibu mu sudah keterlaluan, Ibu mu itu raja drama, aku...

' Plak'

Ucapan Joya mengambang di udara begitu Hamdan memutus suaranya dengan sebuah tamparan keras.

Tidak hanya luka hati yang Joya dapatkan, tetapi juga luka fisik yang tidak pernah terpikirkan oleh Joya jika Hamdan benar-benar tega melakukannya.

Tersengal-sengal, Joya menyingkir, tidak perduli apapun, Joya berlari kedalam kamar, mengurung diri merasakan luka hati yang teramat sangat.

Malam itu Joya tidak menghiraukan panggilan ataupun ketukan pintu dari Hamdan. Joya menangis sampai terlelap.

Pagi hari Joya terpaksa bangkit meskipun kepalanya terasa berat, hati dan fisiknya terluka, selesai mandi, Joya keluar kamar.

Hamdan yang melihat istrinya keluar kamar buru-buru menghampiri dan mengenggam tangannya.

" Dek, kamu tidak apa-apa, pipinya masih sakit?" kini tangan Hamdan mengusap bekas tamparan di pipi sang istri.

" Mas minta maaf, andai saja kamu tidak menyakiti Ibu, mas tidak akan melukai mu juga"

Mendengar ucapan Hamdan membuat Joya muak.

Wajah tampan itu menatap penuh rasa sesal pada luka lebam di sudut bibir istrinya. Hamdan rindu pada kehangatan rumah tangganya, tetapi Joya malah semakin susah di atur, Hamdan hanya ingin tinggal bersama sang Ibu, karena ibunya hanya memilikinya. Sudah menjadi kewajiban Hamdan untuk membahagiakan ibunya, namun istrinya justru cemburu dan bertindak ke kanak-kanakan seperti semalam.

" Mau kemana?"

Sama sekali tidak ada jawaban dari bibir Joya.

" Dek!"

" Cari sarapan" jawab Joya singkat.

" Kenapa tidak sarapan di rumah?" tanya Hamdan lembut.

" Ngak selera"

" Ibu dan Ayenir sudah masak banyak lo!"

Wah, wah, wah..hati Joya bersorak, bahkan gadis itu sudah mendapat tempat dirumahnya.

Saat hendak ingin kembali bersuara, suara Ibu Hamdan kembali terdengar.

" Handan, ayo sarapan, Ayenir sudah masak banyak, rajin memang Ayenir ini ngak kayak istri mu yang bahkan jam segini baru bangun.

Tidak perduli dengan sindiran yang semakin membuatnya sakit hati Joya memilih pergi tidak menghiraukan panggilan Hamdan.

Malam itu Hamdan menunggu Joya sampai malam, tadi Joya sudah mengirimkan pesan jika akan pulang malam karena sedang ingin menenangkan diri.

" Dek" Hamdan memulai pembicaraan. " Ibu memintaku untuk menikahi Ayenir"

Hamdan menatap sang istri yang tidak bergeming.

Joya tidak mengatakan apapun, dan tidak bereaksi apapun, meskipun sebenarnya hatinya kini berdarah-darah.

" Mas tidak bisa menolak karena ini untuk pertama kalinya Ibu meminta sesuatu padaku, dek' dulu Ibu membesarkan ku seorang diri, rela mengorbankan apapun untuk menjadikan mas seperti sekarang, rela tidak menikah demi membiayai sekolah agar mas bisa menjadi orang sukses, banyak pengorbanan Ibu untuk mas, untuk itu mas tidak berani melawan beliau, mas tidak mau dianggap sebagai anak durhaka." jelas Hamdan panjang lebar.

Joya bergeming. Jika soal pamrih, jika keinginan Ibu Hamdan bukan sesuatu yg buruk, jika mereka punya kemampuan untuk memenuhi keinginannya, ia tidak akan keberatan untuk ikut mengabulkannya, sebagai rasa terima kasih sudah merawat dan menjaga sang suami semasa kecil, tetapi mengabulkan permintaan Ibu mertuanya yang tidak masuk akal seperti ini? itu bukan bakti namanya! Namun pengorbanan. Dan Joya tidak mampu untuk mengabulkannya, jika memang sang suami tidak bisa menolak keinginan ibunya, maka Joya yang akan menepi, menguatkan hati dan akan mulai membiasakan melanjutkan hidup tanpa Hamdan, mungkin tidak secara langsung, namun perlahan menyingkir dengan rencana matang.

" Mas janji akan bersikap adil dek" lirih Hamdan meraih tangannya.

Joya muak. Sangat muak, Joya menyesal sudah memilih lelaki seperti Hamdan, seorang suami yang tidak berguna, suami yang menuruti semua keinginan ibunya, mengapa tidak sejak awal Ibunya mencarikan jodoh untuk Hamdan, mengapa baru kini, disaat Joya sudah memberikan segalanya pada lelaki ini?

Air mata yang di tahan-tahan akhirnya luruh juga, Joya tidak mengiyakan, ia juga tidak melarang, biarlah semua terjadi seperti keinginan Ibu Hamdan, mencegah pun tak berguna.

Joya membaringkan tubuhnya, mengistirahatkan seluruh jiwa raganya, tidak menghiraukan ucapan maaf berkali-kali dari Hamdan. Cukup. Joya tidak akan perduli lagi.

Terpopuler

Comments

Uba Muhammad Al-varo

Uba Muhammad Al-varo

mudah-mudahan nggak ada orang yang ngalamin hidup kaya joya🤧

2023-07-08

0

Sulati Cus

Sulati Cus

ye berarti ibunya g iklas dong ngedein anaknya klu ada pamrih😂

2023-02-21

1

Sulati Cus

Sulati Cus

patuh yg serampangan y kyk gini, jika ibunya nyuruh nyebur ke sumur km mau ngelakuin mirisnya py ibu kek gini

2023-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!