Nafkah yang terbagi.

Nafkah yang terbagi.

Author POV

" Harus berapa kali mas katakan, Ibu hanya punya aku, ngak mungkin aku tega membiarkan Ibu tinggal sendirian di sana, ini hanya masalah bunga, Joya!"

Joya menatap suaminya tidak percaya, 'hanya masalah bunga katanya?' ini sudah kesekian kalinya Ibu Hamdan melarang ini-itu pada Joya, mengapa suaminya tidak mengerti juga, bahkan meskipun baru pulang dari luar kota, bukannya melepas rindu seperti yang sudah-sudah, Hamdan langsung menasehati Joya karena aduan sang Ibu.

Joya melepas tangannya yang menggenggam tangan Hamdan.

Harusnya saat ini Joya bisa bergelanyut manja pada suaminya, bercerita kesehariannya seperti dulu saat Hamdan baru datang dari perjalanan kerja, namun ini?.

Sekarang pikiran Joya sedang mencari-cari, sebab apa Ibu Hamdan tidak menyukainya, padahal selama ini ia sudah berusaha menjadi istri dan menantu yang baik.

Wanita mana yang betah tinggal bersama Ibu mertuanya jika sepanjang hari Ibu mertuanya selalu berbicara dengan ketus, semua yang dilakukan selalu salah, belum lagi sikap pengaduan yang selalu membuat suaminya salah faham.

Air mata Joya berdesakan ingin keluar, hatinya sangat sedih.

Ini bukan hanya soal bunga, tetapi juga menyangkut hak nya di rumah ini, sepanjang tinggal di rumah ini, Joya sudah terbiasa membeli bunga-bunga segar untuk mengisi beberapa sudut rumah mereka, bunga segar yang tidak hanya harum tetapi juga indah untuk di pandang, tiga sampai empat hari sekali biasanya Joya akan menggantikan bunga yang sudah layu, namun karena langganan toko bunganya tutup beberapa hari belakangan, Joya baru sempat membelinya hari ini, namun lagi-lagi kebahagiaannya di ganggu oleh kata-kata ketus Ibu mertuanya.

" Kasian sekali anak ku, punya istri bisanya cuma menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak penting" kalimat itu sudah cukup menyakitkan, di tambah kini suaminya ikut menegurnya, suami yang biasanya paling mengerti dirinya kini berubah.

" Dek" mendengar suara Hamdan, Joya buru-buru menghapus air matanya.

Hamdan memberikan sebuah amplop coklat, Joya menerimanya seperti biasa.

Joya memeriksa karena merasa sedikit berbeda, terlihat Hamdan salah tingkah dan mengaduk tengkuknya.

" Anu, itu sebagian mas berikan kepada Ibu untuk peganggan."

Tidak ada kata yang Joya ucapkan untuk menanggapi penjelasan suaminya, toh jikapun ia proses pasti tidak akan ada gunanya.

Menghela napas lelah, Joya masuk kedalam kamar.

Lelah sekali hati Joya beberapa Minggu ini, kehadiran Ibu suaminya membuat kebahagiaan rumah tangganya terenggut.

" Dek" ternyata Hamdan menyusul. " Kamu marah karena sebagian gaji aku, ku berikan sama Ibu?" tanya Hamdan yang membuat Joya malas menanggapi.

" Dek" Hamdan terlihat sangat lelah membuat hati Joya tidak tega.

" Ngak pa-pa kok mas" jawab Joya pada akhirnya, karena biar bagaimanapun Hamdan sudah terlanjur memberikan sebagian gajinya pada sang Ibu.

" Kalau begitu senyum dong, mas lelah dek' proyek disana cukup berat"

Meski kesulitan untuk tersenyum. Tapi Joya paksakan senyum itu tetap muncul, agar Handan bisa istirahat, Joya tidak tega membuat Hamdan kepikiran.

Usai makan malam yang terasa hambar bagi Joya, Ibu Hamdan kembali berpendapat.

" Harusnya uang gaji kamu kasih Ibu semua Hamdan, biar Ibu yang mengelola keuangan kalian, Ibu lihat istri mu ngak pintar ngatur uang, bagaimana mau punya simpanan kalau istri mu terlalu boros"

" Iya, Bu, bulan depan Hamdan kasih gaji Hamdan sama ibu semua"

Air mata Joya tidak terbendung, tidak mengatakan apa-apa, Joya berlalu meninggalkan meja makan.

Samar-samar masih Joya dengar Ibu mertuanya mencibirnya namun Joya tidak perduli.

Hamdan tidak menyusul Joya hingga tengah malam membuat luka hati Joya kian menganga.

Mana Hamdan yang dulu selalu memanjakannya? mana Hamdan yang dulu selalu memiliki ribuan jurus untuk membujuknya kala ia ngambek, mana Hamdan yang dulu selalu manis dalam bertutur kata dan tidak pernah melarang Joya melakukan apa yang ia suka, mengapa Hamdan berubah?.

Hampir dini hari Hamdan baru menyusul istrinya, tidak biasanya Joya tidur seperti itu, dengan posisi memunggungi pintu.

Perlahan tangan Hamdan terulur dan memeluk Joya.

" Maaf" bisik lelaki itu yang masih bisa Joya dengar.

***

Ketika bangun Hamdan sudah tidak mendapati keberadaan istrinya, setelah beberapa saat bersiap, Hamdan menuju meja makan dan tidak menemukan masakan apa-apa.

" Joya tidak masak Bu?" tanya Hamdan yang menghampiri ibunya yang sedang menggoreng tahu.

" Istri mu sejak kamu tinggal ke luar kota memang ngak pernah masak" Rubiah melirik putranya.

Hamdan termenung mendengar ucapan sang Ibu.

Setelah Ibunya kembali melanjutkan kerjaannya, Hamdan mencari keberadaan sang istri.

" Dek" Hamdan buru-buru menghampiri istrinya yang sedang susah payah menjemur bad cover ke atas penjemuran.

Hamdan ikut membentangkan kain tebal yang masih meneteskan air itu ke atas penjemuran, mesin cuci mereka memang kecil, kapasitasnya tidak mampu untuk mengeringkan bad cover nomor satu, itu sebabnya biasanya dua Minggu sekali Joya akan memakai jasa laundry untuk mencuci kain tebal itu, namun tentu saja sejak Ibu Hamdan datang, Rubiah mengatakan itu sebuah pemborosan dan lagi-lagi Joya tidak bisa melawan.

" Kenapa tidak di diamkan dulu agar kadar airnya kurang, biar tidak terlalu berat menjemurnya?"

" Aku malas mas berdebat sama Ibu!" ketus Joya.

Hamdan hanya memandang istrinya sendu, biasanya setiap hari Minggu mereka akan mengawali pagi dengan olahraga bersama kini semenjak ada ibunya istrinya terlihat lebih murung.

Hamdan baru saja akan bicara, namun suara Rubiah membuatnya tidak jadi bersuara.

" Ayo makan" ajak Hamdan pada Joya.

" Yang di panggil Ibu sarapan mas Hamdan bukan aku" jawab Joya acuh.

Hamdan lagi-lagi hanya menghela napasnya, menghampiri ibunya yang beberapa kali memanggil namanya.

Ternyata yang dikatakan Joya benar, Ibunya hanya memasak untuk mereka berdua, ingin Hamdan protes tetapi tidak berani.

Hamdan melirik ke ujung meja makan, di sana juga sudah tidak ada bunga segar yang beberapa Minggu masih memanjakan mata mereka, di sudut ruangan juga tidak ada, padahal biasanya hari Minggu Joya akan bersemangat mengajaknya jalan dan juga membeli bunga segar untuk hiasan rumah cantik mereka.

Menyapu pandangan ke sekitar Hamdan juga menyadari banyak perubahan di rumahnya setelah sang Ibu tinggal.

Kantong-kantong plastik di selip dimana-mana, warna sarung bantal sofa berbeda, bunga-bunga hias yang biasanya menyambut di depan kamar mandi juga tidak ada, kenapa dia baru menyadari?

" Bu, bunga-bunga yang di depan kamar mandi Ibu yang pindahkan?" tanya Hamdan pada ibunya.

" Iya, Ibu taruh di samping rumah, istri mu itu ngak becus Dan, mosok bunga kok di taruh dalam rumah, bikin kotor"

" Itu bunga mahal Bu, memang untuk di dalam rumah, ngak bisa kena matahari secara langsung"

" Ibu nyesel sudah kasih restu kamu nikahi Joya, boros, Dan!"

Hamdan tidak bisa berkata-kata, dan kini matanya menemukan Joya yang berdiri di pelantara pintu dapur dan ruang makan.

Terpopuler

Comments

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

kl bgni salah mantu kah? kl dia merasa terdzalimi..percuma istri g d kekuatan untuk membuk amata hati suaminya,plek ketiplek wis sk ngadu mntg2 kl ngadu anak nya bkl lgsg negur istrinya dg kasar jd y gt terus..kl bgni suamine ttp dianggap orgg baik apa buruk

2025-03-09

0

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒

dzalim km Dan, terusno wae. smoga para suami yg masih di STIR ibunya kl sakit g kan smbuh kl blm.mohon ampun maaf bersujud d kaki istrinya

2025-03-09

0

Uba Muhammad Al-varo

Uba Muhammad Al-varo

kisah hidupnya joya yang menyedihkan dan menyakitkan banget, kalau mertua modelan kaya begini mendingan anaknya nggak usah kawin sekalian.🤧

2023-07-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!