Perkenalan

Nama ku Indah, usia 28 tahun saat ini. Aku terlahir di keluarga yang tidak mampu dan serba kekurangan. Pendidikan ku hanya tamatan SD karena ekonomi yang sangat minim.

Di bangku kelas dua sekolah menengah pertama (SMP), aku mengundurkan diri karena tidak mampu membayar biaya nya.

Padahal kemampuan otak ku cukup pintar, untuk menerima semua mata pelajaran. Tapi apa boleh buat, semua nya harus pupus karena tersandung masalah biaya.

Ayah ku bekerja sebagai tukang becak motor, yang berpenghasilan nya pas-pasan. Karena semakin banyak nya saingan sesama tukang becak.

Sedari kecil, sekitar usia dua atau tiga tahunan orang tua ku berpisah. Masalah nya hanya karena satu, ayah tidak tahan karena selalu di omelin selama tinggal bersama mertua nya.

Tidak ada yang mau mengalah di antara mereka. Ibu ku tidak mau tinggal di rumah mertua nya, begitu juga dengan ayah.

Dan pada akhirnya, anak mereka lah yang menjadi korban akibat keegoisan mereka semua yaitu aku.

Setelah kedua orang tua ku memutuskan untuk berpisah, aku di titip kan kepada nenek, orang tua dari ayah.

Nenek sangat menyayangi ku melebihi apa pun. Padahal, cucu nya yang lain masih banyak selain aku. Namun, itu semua tidak mempengaruhi kasih sayang nenek pada ku.

Beliau tetap menomor satukan aku, dari cucu nya yang lain. Karena, hanya aku lah cucu yang di rawat beliau sedari kecil hingga dewasa.

Sejak orang tua ku berpisah, ibu ku hilang bak di telan bumi. Tidak tahu rimba nya ada dimana, dan tidak pernah ada kabar dari nya.

Bahkan, aku juga tidak tahu bentuk wajah nya seperti apa saat ini.

Jujur, sebenarnya aku sangat iri pada teman-teman sebaya ku dulu. Mereka semua mempunyai orang tua yang lengkap.Tidak seperti aku, yang hanya punya nenek.

Ayah bertugas membiayai kebutuhan ku. Itu pun hanya semampu nya saja, karena ayah juga sudah punya keluarga sendiri.

Seiring berjalan nya waktu, aku sudah tumbuh dewasa dan menikah dengan seorang duda beranak tiga, yang bernama Edi. Di awal pernikahan, semua nya terlihat baik-baik saja.

Sikap mas Edi yang humoris, selalu bisa membuat ku tertawa. Kasih sayang yang tulus, selalu aku rasa kan dari suami ku itu.

Tapi, semua itu tidak berjalan lama. Di tahun kedua pernikahan, dia mulai berubah. Dia emosian, kasar, dan ringan tangan.

Bila ada kesalahan sedikit saja yang aku perbuat, mau itu di sengaja atau tidak, mas Edi langsung memukuli ku dengan tangan nya.

Sakit dan perih, itu semua sudah biasa aku rasa kan di sekujur tubuh ku. Aku tidak pernah mengeluh pada siapa pun tentang rumah tangga ku itu, termasuk dengan nenek dan ayah.

Aku selalu bungkam, semua nya aku pendam sendiri hanya karena satu alasan yaitu cinta.

Ya, karena aku masih mencintai nya. Maka nya aku tetap bertahan, walau pun aku tersiksa lahir dan batin.

Aku akui cinta itu memang buta, walau pun sudah di sakiti jiwa dan raga aku masih saja tetap bertahan. Karena aku yakin, suatu saat nanti dia pasti bisa berubah.

Namun, pengorbanan dan kesabaran ku selama ini tidak membuah kan hasil. Semua itu tidak ada artinya, hanya sia-sia belaka.

Dia tetap pada sikap nya yang kasar dan ringan tangan. Kecewa, sudah pasti aku rasa kan saat itu.

Dan pada akhirnya, kesabaran ku pun mulai habis. Aku memutuskan untuk berpisah dan bercerai dari mas Edi. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menahan segala nya.

Hidup yang serba kekurangan, masih bisa aku tahan kan. Tapi sikap dan kelakuan nya yang membuat ku menyerah.

Cukup lah bagi ku 5 tahun saja, menahan semua siksaan nya. Dan akhirnya, aku pun memberanikan diri untuk berbicara pada mas Edi suami ku itu.

"Mas, aku ingin kita bercerai! Aku sudah tidak sanggup lagi dengan sikap mu yang selalu menyiksaku." ujar ku.

Hanya itu lah kata-kata yang bisa terucap dari bibir ku. Sebenarnya, aku tidak sanggup untuk mengatakan semua itu. Tapi apa boleh buat, badan ini sudah tidak sanggup lagi untuk menerima siksaan nya itu.

"Kau serius, dek? Ingin kita bercerai?"

Mas Edi bertanya dengan kening yang mengkerut. Mata nya langsung membulat sempurna menatap wajah ku.

"Iya, mas aku serius. Tolong cerai kan aku, dan cari lah wanita yang menurut mu cocok untuk kau nikahi!" jawab ku lirih.

Mata ku mulai berembun saat kata-kata itu keluar dari bibir ku. Tak lama kemudian, air mata ku pun berhasil lolos dan jatuh di atas pipi kusam ku.

Mas Edi yang awal nya duduk di samping kanan ku, kini dia merubah posisi nya menghadap kepada ku. Mas Edi langsung memeluk tubuh kudengan sangat erat.

"Maaf kan mas ya, dek! Maaf kan kesalahan mas selama ini yang tidak bisa membahagiakan mu." bisik mas Edi.

"Mas, selalu membuat mu terluka. Jika memang berpisah dari mas bisa membuat mu bahagia, maka mas akan melepaskan mu. Mas akan menceraikan mu." lanjut mas Edi.

Mas Edi masih memeluk tubuh ku. Tiba-tiba, aku merasakan guncangan di pundak nya. Ya, ternyata mas Edi menangis sampai sesegukan.

Aku merenggang kan pelukan nya, dan menghapus air mata yang ada di pipi nya dengan jari ku.

"Udah lah, mas! Tidak perlu di sesali lagi, semua nya sudah terjadi. Mungkin, memang sampai di sini saja jodoh kita. Aku juga sudah memaafkan semua kesalahan mu, mas." balas ku.

"Begitu juga dengan ku, tolong maaf kan semua kesalahan dan kekhilafan ku selama ini ya, mas! Aku belum bisa menjadi istri yang baik untuk mu." lanjut ku lagi.

Aku berucap dengan linangan air mata.

Setelah suasana haru berakhir, aku segera bergegas mengambil koper yang berada di atas lemari pakaian.

Sedang kan mas Edi, dia masih di posisi yang sama seperti tadi. Duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki yang menjuntai ke bawah.

Mas Edi memandangi ku dengan tatapan sayu dan mata yang sembab akibat menangis tadi. Dia hanya berdiam diri tanpa bersuara apa pun lagi.

Mungkin dia mulai sadar akan kesalahan nya selama ini. Benar kata bang H. Roma Irama,

"kalau sudah tiada baru terasa."

Mungkin itu lah yang di rasakan mas Edi saat ini.

"Mas antar ya, dek! Mau ke rumah nenek atau ke rumah, ayah?"

Mas Edi bertanya pada ku, sambil menghapus air mata nya kembali.

"Ternyata, dia menangis lagi." batin ku

Aku yang sedang sibuk mengemasi baju-baju, langsung berhenti dan menoleh kepada nya.

"Gak usah, mas. Aku naik ojek aja! Aku tidak mau merepotkan mu lagi, mas." tolak ku.

Setelah menolak halus bantuan nya, aku kembali melanjutkan kegiatan ku. Mengemasi barang-barang dan pakaian milik ku.

Setelah semua nya beres, aku pun langsung pamit kepada suami ku itu. Aku memeluk erat tubuh mas Edi, orang yang selama 5 tahun ini menemani hari-hari ku.

Aku menghirup dalam aroma tubuh nya, dan aku juga mencium kedua pipi nya. Setelah itu, aku pun berbisik di telinga nya.

"Mas, aku pamit ya. Jaga diri mu baik-baik! Jaga kesehatan dan jangan telat makan!" ucap ku lirih.

Mas Edi membalas pelukan dan ciuman ku. Dia juga memeluk ku dengan erat, lalu mencium kedua pipi ku.

"Iya, dek. Mas akan ingat semua pesan mu. Adek juga jaga kesehatan ya, jaga diri baik-baik." mas Edi juga berpesan yang sama dengan ku.

"Iya, mas." jawab ku.

Aku mulai melangkah kan kaki untuk keluar dari kamar. Mas Edi mengikuti langkah ku dari belakang sambil menarik koper ku.

Sesampainya di depan pintu, aku segera mencium punggung tangan nya takzim.

"Assalamualaikum, mas." salam terakhir ku pada nya.

"Wa'laikum salam." jawab mas Edi.

Mas Edi menyerahkan kan koper ke tangan ku. Setelah itu, aku pun segera berlalu meninggalkan mas Edi yang masih setia berdiri di depan pintu, sambil menatap kepergian ku.

Aku berjalan sambil menarik koper yang cukup berat. Setelah sampai di pangkalan ojek, aku langsung memberikan kertas kecil yang beralamat kan rumah nenek.

Aku bertanya kepada salah satu tukang ojek yang ada di pangkalan tersebut.

"Berapa ongkos ke alamat ini, bang?" tanya ku.

"Lima puluh ribu, mbak." jawab si tukang ojek.

"Oke, bang. Tolong antar kan saya ke sana ya, bang!" pinta ku.

Aku menyerahkan koper kepada si tukang ojek, lalu aku naik ke atas motor matic yang berwarna putih tersebut.

"Udah siap, mbak." tanya abang ojek.

"Udah, bang." jawab ku.

Aku memegang jaket kulit yang di pakai abang ojek yang ada di depan ku.

Setelah aku duduk di boncengan belakang, djia pun mulai menghidupkan mesin motor nya. Kemudian, dia melaju kan kendaraan roda dua nya itu menuju alamat rumah nenek.

Yang berjarak sekitar kurang lebih setengah jam dari rumah mas Edi. Sesampainya di depan rumah nenek, aku langsung bergegas turun dari motor.

Aku memberikan ongkos kepada abang ojek yang sudah mengantarkan ku itu. Dia pun langsung menerima nya dan menyerahkan koper ke tangan ku.

"Makasih ya, bang." ucap ku.

"Iya, mbak sama-sama." jawab nya.

Tukang ojek itu kembali melajukan kendaraannya, dan berlalu pergi dari hadapan ku.

Setelah si tukang ojek pergi, aku langsung melangkah kan kaki ke rumah nenek. Aku mulai menapaki satu persatu anak tangga rumah nenek.

Rumah nenek yang sederhana dengan model panggung, dan masih beratapkan kan daun rumbia. Lantai nya dari papan dan begitu juga dengan dinding nya.

Ini lah rumah masa kecil ku, susah senang kami lalui berdua dengan nenek. Beliau berprofesi sebagai pengrajin keranjang yang terbuat dari bambu.

Aku menghela nafas panjang sambil mengetuk pintu.

"Hah, bismillahirrahmanirrahim." gumam ku.

Tok tok tok...

"Assalamualaikum, nek."

Aku mengucap salam sambil memanggil-manggil nenek dengan suara yang agak tinggi, agar nenek bisa mendengar panggilan ku.

Sampai ucapan salam yang ke tiga, baru lah aku mendengar jawaban suara nenek dari dalam rumah nya.

"Wa'laikum salam, iya sebentar!" pekik nenek

"Indah,"

Setelah pintu terbuka lebar, nenek tampak sangat terkejut melihat kedatangan ku yang secara tiba-tiba. Beliau terus saja memandangi koper yang ada di samping ku.

Tanpa berbicara apa pun lagi, aku langsung memeluk nenek. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan orang yang paling ku sayang itu. Air mata ku langsung tumpah di bahu beliau.

Nenek yang masih bingung dengan keadaan ku pun, segera memboyong tubuh kurus ku, untuk duduk di kursi plastik milik nya.

Aku mulai melepaskan pelukan ku dari tubuh nenek, dan duduk di samping beliau.

"Ada apa, Ndah? Mana suami mu Edi? Kenapa dia tidak ikut kesini?Kau kok bawa koper segala?" tanya nenek bingung.

Nenek memberikan pertanyaan beruntun pada ku. Beliau masih kebingungan dengan kedatangan ku saat itu.

"Kami sudah pisah, nek." jawab ku pelan.

Aku menundukkan kepala, menahan kan sakit yang sangat menyesakkan dada.

"Loh, kok bisa? Emang nya ada masalah apa kalian berdua?" tanya nenek penasaran.

Memang tidak ada yang tahu tentang rumah tangga ku. Karena aku tidak pernah mengadukan apa pun kepada nenek atau pun ayah.

Aku tidak ingin masalah rumah tangga ku, menjadi beban pikiran buat mereka berdua.

"Mas Edi ringan tangan, nek. Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan nya!" jawab ku.

Hanya itu lah yang keluar dari bibir ku.

Nenek yang mendengar jawaban ku pun langsung beristighfar.

"Astaghfirullah al'azim."

Sambil mengelus-elus dada, nenek terus beristighfar sampai berulang ulang kali.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

Mas Edi.. 👨

2023-02-13

1

Bagja

Bagja

semangat

2023-01-16

1

Leo

Leo

next

2022-11-18

1

lihat semua
Episodes
1 Kerja Karaoke
2 Tingkah Haris
3 Curhat
4 Perkenalan
5 Perkenalan End
6 Kembali berlanjut
7 Aku mencintai mu Haris
8 Rela sakit demi uang
9 Jadi sasaran mabok ku
10 Akibat Mabok Berat
11 Menikah lah dengan ku
12 Sakit Kepala
13 Kirim uang buat Ayah
14 POV Ayah
15 Ayah Minta Uang Lagi
16 Diajak Kencan
17 Sakit
18 POV HARIS
19 Masih POV HARIS
20 POV HARIS END
21 Dirawat Haris
22 Curhat Dengan Ririn
23 Luka Hati Luka Diri
24 Marah Dengan Ayah
25 Aku Lelah
26 Gajian
27 Jalan-Jalan Bersama Rara
28 Pergi ke Diskotik
29 Akibat Obat
30 Sedih
31 Amukan Bos Besar
32 Bersama Haris
33 Syarat Dari Haris
34 Ririn Ngeyel
35 Ulat Bulu di Kasurku
36 Seikat Uang Dari Haris
37 Harus Cepat Pulang
38 Malam Terakhir
39 Medan, I'm Coming
40 Bika Ambon
41 Beli Emas Buat Nenek
42 Nenek Terharu
43 Cemburu Dengan Nenek
44 Keluh Kesah Nenek
45 Kembali ke Kota Batam
46 Abang Kangen, Ndah
47 Gara-Gara Bika Ambon
48 Kucing Garong Nakal
49 Sampai Kapan?
50 Minta Pijat
51 kembali bekerja
52 VIP room
53 Di Gilir
54 Uang dari mana?
55 Jujur gak ya?
56 Kirim uang
57 Ajakan bang Heru
58 Berbagi sesama teman
59 Membantu Ririn
60 Kedatangan bang Hendra
61 Bersama bang Hendra
62 Ajakan bang Hendra
63 Temani tamu di VIP room
64 Kenapa tidak dari dulu?
65 Ke Hotel
66 Berbohong pada Haris
67 Si pengganggu
68 I love you
69 Haris curiga
70 Kerja
71 Rencana Esok Hari
72 Ajakan Bang Rian
73 Telpon Dari Ayah
74 Pergi Ke Kos Ririn
75 Kejadian Aneh
76 Tingkah Kedua Sahabatku
77 Kerumah Pak Ustadz
78 Cari Kos-kosan
79 Menagih Janji
80 Bersama Bang Rian
81 Masih Bersama Bang Rian
82 Suasana Haru
83 Satu Malam Lagi
84 Kedatangan Haris
85 Mimpi Buruk
86 Keluar dari Hotel
87 Dugaan Haris
88 Tukar Pikiran
89 Bang Hendra dan Alex
90 Perdebatan Dua Lelaki Tampan
91 Berlanjut
92 Ulah Nakal Alex
93 Kembali ke Kos
94 Menggoda Haris
95 Topeng Monyet Nyasar
96 Kepergok Haris
97 Keceplosan
98 Dijemput Bang Hendra
99 Keikhlasan Bang Hendra
100 Ajakan Alex
101 Kecemburuan Alex
102 Tingkah Alex
103 Pelayanan Yang Memuaskan
104 Cicak Tak Berkaki
105 Terbongkar
106 Kata-Kata Menyakitkan
107 Membujuk
108 Perlakuan Kasar Haris
109 Kedatangan Bang Rian
110 Ponsel Pemberian Bang Rian
111 Pijatan Bang Rian
112 Terluka
113 Gara-Gara Kejujuran
114 Bertemu
115 Peringatan Keras Buat Haris
116 Janji Bang Rian
117 Ngerjain Bang Rian
118 Rencana Selanjutnya
119 Pindahan
120 Masih Pindahan
121 Serem
122 Ketakutan Andre
123 Menolak Keinginan Andre
124 Kembali Berdebat
125 Pegal dan Kram
126 Penyakit Ketagihan
127 Perbuatan Nekat Haris
128 Hufff, Syukurlah
129 Libur Sebulan
130 Bertemu Ririn
131 Cerita
132 Telpon Dari Haris
133 Kembali Bekerja
134 Si Pengganggu
135 Pertemuan Yang Menegangkan
136 Tingkah Aneh Alex
137 Janji Pada Billy
138 Bertanya Tentang Haris
139 Diantar Bang Hendra
140 Gangguan Kembali Datang
141 Pacet Sawah
142 Kembali Tersakiti Oleh Ayah
143 Kucing dan Biawak
144 Kecemburuan Billy
145 Perasaan yang Terpendam
146 Kecurigaan Bang Rian
147 Jangan Cintai Aku
148 Terharu Bukan Cengeng
149 Tingkah Aneh Billy
150 Kedatangan Siperusuh
151 Diculik Billy
152 Pertemuan Billy dan Bang Rian
153 Gagal Maning
154 Ada Apa Dengannya?
155 JJM (Jalan-Jalan Malam)
156 Aku Rela
157 Melamar
158 Menginap
159 Keputusan Yang Terbaik
160 Sedikit Rasa Ragu
161 Kembali ke Kos
162 Bingung
163 Mahar Dua Puluh Juta
164 Melayani Haris
165 Kepedean Haris
166 Bocah Kolot Ku
167 Percakapan Bang Rian dan Ayah
168 Resign
169 Urusan Resign Selesai
170 Menikah
171 End
Episodes

Updated 171 Episodes

1
Kerja Karaoke
2
Tingkah Haris
3
Curhat
4
Perkenalan
5
Perkenalan End
6
Kembali berlanjut
7
Aku mencintai mu Haris
8
Rela sakit demi uang
9
Jadi sasaran mabok ku
10
Akibat Mabok Berat
11
Menikah lah dengan ku
12
Sakit Kepala
13
Kirim uang buat Ayah
14
POV Ayah
15
Ayah Minta Uang Lagi
16
Diajak Kencan
17
Sakit
18
POV HARIS
19
Masih POV HARIS
20
POV HARIS END
21
Dirawat Haris
22
Curhat Dengan Ririn
23
Luka Hati Luka Diri
24
Marah Dengan Ayah
25
Aku Lelah
26
Gajian
27
Jalan-Jalan Bersama Rara
28
Pergi ke Diskotik
29
Akibat Obat
30
Sedih
31
Amukan Bos Besar
32
Bersama Haris
33
Syarat Dari Haris
34
Ririn Ngeyel
35
Ulat Bulu di Kasurku
36
Seikat Uang Dari Haris
37
Harus Cepat Pulang
38
Malam Terakhir
39
Medan, I'm Coming
40
Bika Ambon
41
Beli Emas Buat Nenek
42
Nenek Terharu
43
Cemburu Dengan Nenek
44
Keluh Kesah Nenek
45
Kembali ke Kota Batam
46
Abang Kangen, Ndah
47
Gara-Gara Bika Ambon
48
Kucing Garong Nakal
49
Sampai Kapan?
50
Minta Pijat
51
kembali bekerja
52
VIP room
53
Di Gilir
54
Uang dari mana?
55
Jujur gak ya?
56
Kirim uang
57
Ajakan bang Heru
58
Berbagi sesama teman
59
Membantu Ririn
60
Kedatangan bang Hendra
61
Bersama bang Hendra
62
Ajakan bang Hendra
63
Temani tamu di VIP room
64
Kenapa tidak dari dulu?
65
Ke Hotel
66
Berbohong pada Haris
67
Si pengganggu
68
I love you
69
Haris curiga
70
Kerja
71
Rencana Esok Hari
72
Ajakan Bang Rian
73
Telpon Dari Ayah
74
Pergi Ke Kos Ririn
75
Kejadian Aneh
76
Tingkah Kedua Sahabatku
77
Kerumah Pak Ustadz
78
Cari Kos-kosan
79
Menagih Janji
80
Bersama Bang Rian
81
Masih Bersama Bang Rian
82
Suasana Haru
83
Satu Malam Lagi
84
Kedatangan Haris
85
Mimpi Buruk
86
Keluar dari Hotel
87
Dugaan Haris
88
Tukar Pikiran
89
Bang Hendra dan Alex
90
Perdebatan Dua Lelaki Tampan
91
Berlanjut
92
Ulah Nakal Alex
93
Kembali ke Kos
94
Menggoda Haris
95
Topeng Monyet Nyasar
96
Kepergok Haris
97
Keceplosan
98
Dijemput Bang Hendra
99
Keikhlasan Bang Hendra
100
Ajakan Alex
101
Kecemburuan Alex
102
Tingkah Alex
103
Pelayanan Yang Memuaskan
104
Cicak Tak Berkaki
105
Terbongkar
106
Kata-Kata Menyakitkan
107
Membujuk
108
Perlakuan Kasar Haris
109
Kedatangan Bang Rian
110
Ponsel Pemberian Bang Rian
111
Pijatan Bang Rian
112
Terluka
113
Gara-Gara Kejujuran
114
Bertemu
115
Peringatan Keras Buat Haris
116
Janji Bang Rian
117
Ngerjain Bang Rian
118
Rencana Selanjutnya
119
Pindahan
120
Masih Pindahan
121
Serem
122
Ketakutan Andre
123
Menolak Keinginan Andre
124
Kembali Berdebat
125
Pegal dan Kram
126
Penyakit Ketagihan
127
Perbuatan Nekat Haris
128
Hufff, Syukurlah
129
Libur Sebulan
130
Bertemu Ririn
131
Cerita
132
Telpon Dari Haris
133
Kembali Bekerja
134
Si Pengganggu
135
Pertemuan Yang Menegangkan
136
Tingkah Aneh Alex
137
Janji Pada Billy
138
Bertanya Tentang Haris
139
Diantar Bang Hendra
140
Gangguan Kembali Datang
141
Pacet Sawah
142
Kembali Tersakiti Oleh Ayah
143
Kucing dan Biawak
144
Kecemburuan Billy
145
Perasaan yang Terpendam
146
Kecurigaan Bang Rian
147
Jangan Cintai Aku
148
Terharu Bukan Cengeng
149
Tingkah Aneh Billy
150
Kedatangan Siperusuh
151
Diculik Billy
152
Pertemuan Billy dan Bang Rian
153
Gagal Maning
154
Ada Apa Dengannya?
155
JJM (Jalan-Jalan Malam)
156
Aku Rela
157
Melamar
158
Menginap
159
Keputusan Yang Terbaik
160
Sedikit Rasa Ragu
161
Kembali ke Kos
162
Bingung
163
Mahar Dua Puluh Juta
164
Melayani Haris
165
Kepedean Haris
166
Bocah Kolot Ku
167
Percakapan Bang Rian dan Ayah
168
Resign
169
Urusan Resign Selesai
170
Menikah
171
End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!