Pukul tujuh pagi ketika matahari bersinar cerah, tidak seperti biasa Varo sudah terjaga dari tidur. Ia sengaja membuka tirai lebar-lebar agar Bima ikut terbangun. Tapi meskipun arah matahari tepat bersinar ke arah wajah Bima, cowok itu sama sekali tidak merasa terganggu. Melihat itu, iseng Varo langsung kumat, ia mengambil kaos kaki Bima dari sepatu yang sudah berhari-hari tidak dicuci dan tanpa ragu mengayun-ayunkan di atas hidung cowok itu.
“Siapa nih yang berak sembarangan?! Bau banget!” maki Bima terkantuk-kantuk, nafasnya menderu panjang pendek merasa kebauan dengan kaos kakinya sendiri.
“Ini kaos kaki lu Bim, baunya emang kayak tai” kata Varo kalem kemudian masuk ke kamar mandi. Jam delapan nanti Rangga minta ketemu di bawah, meskipun magang mereka baru dimulai hari senin besok, tapi Rangga berencana untuk memperkenalkan tempat itu terlebih dahulu, katanya lumayan sekalian jalan-jalan melihat pantai.
“Sarapan apa kita nih?” kata Bima setengah mengantuk ketika melihat Varo keluar kamar mandi.
“Ada tuh vas bunga, kecapin aja” jawab Varo.
Bima berdecak langsung meloncat turun dari kasur mengambil handuk kemudian menghilang ke kamar mandi, lima menit kemudian ia keluar dengan handuk melilit di pinggang.
“Lu mandi apa nyiram kloset? Cepet bener”
“Mandi di kloset. Puas lu?” balas Bima jutek. Setelah itu mereka berdua turun ke restoran penginapan, tampak Dimas dan Johan sudah berada di sana sedang sarapan.
“Apa menu sarapan kita pagi ini?” tanya Bima bersemangat. “Lu jawab rokok, gue tonjok” lanjutnya langsung mengancam begitu melihat Dimas mengangkat bungkus rokok.
Dimas tertawa geli. “Tadi subuh-subuh gue jogging, terus gue lihat ada kolam renang di luar”
“Ramai nggak?” tanya Varo.
“Nggaklah, orang tolol mana yang mau berenang subuh-subuh?” ketus Dimas. Mereka menghabiskan setengah jam untuk sarapan dan mengikuti Rangga yang sudah menunggu di dekat meja resepsionis. Wilayah penginapan milik Rangga ternyata lebih luas dari perkiraan, ada kolam renang besar di dekat kafe dan pohon-pohon cemara laut sengaja ditanam sepanjang kiri kanan jalan setapak, bahkan ada tempat peminjaman alat snorkeling serta papan selancar tepat di dekat pintu belakang penginapan.
“Kafe ini masih milik gue, cuman yang ngurus Nabila, pacar gue” jelas Rangga. “Varo ntar lu yang bantu Nabila buat ngurus catatan keuangan, sekalian ngajarin, lu bisa pakai excel kan?”
“Bisa kak” jawab Varo lugas.
“Setiap jumat habis makan siang lu tugas di kafe. Sisanya kerjaan kalian selama magang ngapain aja baru bisa gue kasih tau senin besok” kata Rangga kemudian berlalu membiarkan keempat cowok itu menikmati waktu bersantai sebelum hari senin.
“Gue balik kamar, mau lanjut tidur” kata Varo menunjuk layar ponsel dengan senyum sumringah, “waktunya bobo siang”
“Eh entaran aja baliknya, gue mau ajak kalian ke kafe, teman gue kerja disitu” tahan Johan tiba-tiba bersuara.
“Cewek?” tanya Dimas, Johan mengangguk lugu sementara senyum Dimas mengembang lebar. “Cantik?”
Kening Johan berkerut dengan ekspresi ragu. “M-mungkin?”
“Yaudah ayuk, gue juga lagi pengen minum yang dingin-dingin” ujar Bima berjalan lebih dulu. Varo menghela nafas kasar, terpaksa mengikuti ketiga temannya.
“Sera!” panggil Johan pada seorang cewek dari balik meja bar dalam kafe, mereka memilih duduk di luar menunggu Sera datang menghampiri.
“Kamu sampai dari kapan?” tanya Sera dengan senyum cerah. Tubuh cewek itu terlihat mungil dengan kaos putih dan celana pendek, rambutnya berwarna coklat sebahu, dan tentu saja penampilannya sukses menarik perhatian Dimas.
“Tadi malam. Eh, kenalin ini temen-temen aku” kata Johan memperkenalkan teman-temannya.
Senyum Dimas terlihat paling lebar. “Dimas. Udah lama kerja disini?”
“Baru dua bulan”
“Betah ya disini” balas Dimas basa-basi.
Sera tersenyum kecil menyodorkan kertas putih. “Tulis pesanan kalian disini ya”
“Ditungguin kan?” goda Dimas tanpa rem langsung kena senggol Bima.
“Gatal lu!” dengus Bima masih belum terbiasa dengan sifat Dimas setiap kali melihat cewek cantik. Sera hanya tertawa geli menunggu mereka menulis pesanan masing-masing.
“Oliv mana?” tanya Johan.
“Lagi buat cup cake sama Kak Nabila di dalam. Aku panggil ya entar” kata Sera mengambil kertas putih diatas meja kemudian berlalu pergi.
“Bagus ya tempatnya” kata Dimas. Bima mendengus, ia tahu kata bagus keluar dari bibir Dimas karena ada cewek cantik yang menarik perhatiannya. Melihat cara Dimas tersenyum, bisa dipastikan target baru cowok itu adalah Sera, dan magang mereka tiga bulan ini pasti akan diselingi dengan kekadalan Dimas untuk mendekati cewek itu.
“Johan.” Panggilan bernada lembut dari arah belakang Varo membuat wajahnya berpaling. Tubuhnya mendadak membeku begitu melihat sosok cewek yang bersuara tadi. Olivia. Tidak salah lagi, itu Olivia, cewek yang ia cari selama beberapa bulan ini. Cewek yang menghilang bagai ditelan bumi kini berdiri di sampingnya dan tersenyum manis, membuat Varo terdiam tanpa kata tidak jadi menyalakan rokok.
“Hai, masih inget aku kan?” tanya Olivia pada Varo yang mengangguk kaku bagai orang bodoh. Bukannya senang, ekspresi Varo justru terlihat seperti sedang melihat setan di tengah siang bolong panas.
“Kamu kenal?” tanya Sera heran sembari menaruh empat gelas limun dingin di atas meja
“Kita dulu satu sekolah”
“Tapi kayaknya Varo nggak inget sama kamu” sambung Johan tertawa geli.
“Gue inget kok” jawab Varo buru-buru tapi matanya tidak lepas dari Olivia. “Kamu ngapain disini?”
“Liburan. Kalian magang juga kayak Johan?”
“Iya” kali ini Bima yang menjawab, sempat melirik Dimas yang tampaknya lebih tertarik pada Sera dibandingkan fakta mereka baru saja bertemu dengan Olivia, cewek yang berhasil membuat Varo uring-uringan dan frustasi selama berbulan-bulan.
“Bagus dong, jadi makin ramai. Aku masuk duluan ya, kalau butuh apa-apa panggil aku atau Sera” senyum Olivia lalu melambaikan tangan kemudian melangkah pergi bersama Sera.
“Gila, itu cewek cakep bener kalo dilihat dari dekat” puji Bima takjub ketika Olivia sudah menghilang dari arah pandangnya. “Lu kenal Olivia dimana?” lanjutnya bertanya pada Johan.
“Dulu satu SMA sama gue”
“Lu dulu SMA merah putih?” tanya Varo sambil mengisap rokok.
“Iya. Kita seangkatan. Gue dulu anak IPA 1, lu berdua anak IPS 3 kan?” tanya Johan pada Dimas dan Varo. Keduanya serempak mengangguk.
“Kok gue nggak tau?” tanya Dimas.
Bibir Johan bergerak mengeluarkan tawa yang terdengar seperti dipaksakan, “emang eksistensi gue di sekolah penting buat lu berdua?”
Dimas nyengir sementara Varo kembali menghisap rokok tanpa berkata apapun. Mendadak perasaan Varo berubah ringan sama seperti pertama kali ketika ia berbicara dengan Olivia, kupu-kupu kecil yang dulu pergi seketika datang kembali membuatnya tidak bisa menahan senyum. Ah, Varo jadi tidak sabar menunggu hari Jumat tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments