Lonely - 2ne1

Jam satu siang setelah UAS hari ketiga berlangsung, ruang anak pencinta alam tampak penuh dengan barisan beberapa mahasiswa yang baru selesai ujian atau sedang menunggu ujian di jadwal selanjutnya.

“Wess, cepat banget ya lu kalo urusan makan, giliran latihan aja malas betul” sindir Brandon ketua pencinta alam ketika Dimas dan Agung masuk ke dalam ruangan dan tanpa basa-basi langsung mengambil potongan pizza.

“Ada apa sih ini, tumben kok makan-makan? Nyokap lu kepilih jadi gubernur?” tanya Dimas cuek mengunyah potongan pizza, ia duduk di sebelah Varo yang terlihat sibuk sendiri menatap layar ponsel.

“Ngerayain ceweknya Brandon lagi tiga bulanan. Iya kan Bran? kemarin kan lu nunjukin hasil test packnya ke gue” cetus Bima sembarangan langsung mendapat pelototan tajam dari Brandon.

“Heh heh mulut kau, ku cabe ya mulut kau. Nggak pernah ada kejadian cewekku hamil diluar nikah. Bisa stop jantung mamaku di Medan” protes Brandon merasa terancam dengan pernyataan Bima.

“Alah sok-sokan bawa-bawa mamak, kau pun kalo nggak ada aku, udah sembarang lah kau main kemana-mana” ujar Togar dari samping.

“Kaulah! Kau yang sering main-mainin cewek. Pacarku cuman satu. Kau tuh pantas sekolahkan adik kau dengan benar” dengus Brandon tidak mau kalah. Cekcok antara keduanya tentu saja memancing tawa satu ruangan, cukup menghibur membuat semua orang lupa kalau tiga puluh menit lagi masih ada jadwal ujian. Tapi tentu saja tidak semua orang tertawa mendengar lelucon itu. Tampak dipojokan seorang makhluk dengan kaos hitam terlihat sedang uring-uringan. Ya, ia adalah Varo,  manusia yang sejak tadi hanya membuka tutup home ponsel dengan ekspresi jenuh. Selera humor Varo mendadak merosot jauh, terutama sejak pertemuannya dengan Olivia beberapa waktu lalu. Memori ingatannya yang kurang begitu bagus untuk mengingat sosok orang lain justru merekam sosok Olivia secara sempurna, membuat Varo harus berkali-kali meneriaki kata goblok pada dirinya sendiri karena tidak sempat meminta nomor Olivia. Ia terlihat seperti pemburu yang membiarkan buruannya melenggang bebas melewati jebakan.

“Kenapa lu narik-narik napas gitu? asma?” tanya Dimas heran. “Masih kepikiran sama si cewek cantik dari club itu?”

“Olivia” koreksi Varo pendek.

“Ya itulah, siapapun namanya” angguk Dimas tersenyum geli melihat Varo seperti orang frustasi baru kehilangan sesuatu.

“Gue udah nanya Rebeca, dia sampai ngecek buku tahunan berkali-kali buat ngeliat nama anak angkatan kita yang pindah sebelum lulus, dan nggak ada yang namanya Olivia” lapor Angga dari samping menunjukan layar ponsel. Tampak banyak foto yang diambil Rebeca dari buku tahunan sekolah dan tidak ada satupun siswi bernama Olivia atau memiliki unsur nama Oli dan Via.

“Emang ada berapa anak angkatan kita yang pindah?”

“Katanya sih dua puluh lebih”

“Buset itu jumlah anak yang pindah apa mau bangun paguyuban?” Bima ikut nimbrung.

 “Emang cantik banget ya?” Angga mulai tertarik. Ini adalah pertama kalinya Angga melihat Varo uring-uringan frustasi karena seorang cewek. Angga jadi ingin tahu seperti apa sosok Olivia yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat di antara mereka.

“Cantik banget! Seksi lagi. Paket lengkap lah, kayak model victoria secret. Kalah Arini, beda jauuuh” jawab Bima semangat.

“Ah lebay lu, masa sih?” Angga masih skeptis.

“Kalau secantik itu kenapa lu nggak minta nomornya?”

“Karena dia cantik makanya gue lupa” jawab Varo singkat.

“Cantiknya mampu buat lu jadi bego” tambah Bima. Untuk terakhir kali Varo mendengus lalu meraih tas dan melangkah keluar ruangan, ujian mata kuliah selanjutnya akan diadakan jam dua siang dan ia masih punya waktu lima belas menit sebelum telat.

“Eh, tapi lu yakin namanya Olivia?” tanya Dimas ketika mereka berjalan di koridor utama kampus.

Kening Varo berkerut bingung. “Maksud lu?”

“Lu yakin nama SMAnya Olivia? gak ada nama lain?”

“Nggak tau sih, tapi dia bilang namanya Olivia. Emang bisa orang punya banyak nama?” tanya Varo bodoh.

Dimas tertawa geli. Wajah tampan Varo ternyata tidak serta merta menunjukan kapasitas kinerja otaknya. “Lu tau nama asli Bima siapa?”

“Putra Sadewa Kaindra” jawab Varo lugu mencoba mencerna maksud Dimas, keningnya masih berkerut tapi sesaat kemudian tangannya bergerak naik menepuk dahinya kuat-kuat. “Wah bodoh banget, harusnya gue nanya nama SMAnya dulu”

“Sebenarnya lebih bodoh ketika lu nggak minta nomornya sih” kata Dimas. Varo berdecak masuk ke dalam lift diikuti Dimas.

“Lu mau ikut gue ke Depok nggak, besok?”

“Ngapain?”

“Jalan.”

Bahu Varo terangkat tidak yakin. Jalan dalam kamus Dimas itu berarti kencan bareng cewek-cewek asing yang entah ia ajak kenalan dimana. “Cewek lu kali ini anak mana?”

“Bekasi”

“Kenapa mainnya jauh sampai ke Depok?”

“Soalnya yang satu lagi anak Depok.”

Varo spontan melemparkan tatapan takjub pada Dimas yang terlihat cuek menekan tombol lift menuju lantai dua. “Malas ah, jarak dari Depok ke Bekasi jauh, berasa lagi adventure” geleng Varo. Mereka keluar dari lift dan berpisah di depan ruang ujian masing-masing.

“Varo, kalo lu nggak bisa jawab ujian, tenang aja masih ada gue teman buat ngulang kelas semester depan” kata Dimas lalu masuk ke dalam ruang ujian. Varo nyengir, terkadang mahasiswa memang begitu, level optimis buat mengulang mata kuliah jauh lebih tinggi dibanding optimis untuk lulus mata kuliah. Dan setelah itu ketika Varo melangkahkan kaki masuk ke ruang ujian, dengan cepat ia melupakan semuanya, termasuk rumus-rumus yang sudah ia pelajari semalam. Bahkan untuk sementara masalah Olivia disingkirkan dulu jauh-jauh.

......................

Seminggu berlalu, dua minggu berlalu, UAS berakhir dan libur panjang menanti. Dengan langkah santai Varo bersiul-siul masuk ke dalam kos, matanya menatap usil ketika melihat Dion, senior tingkatnya sedang mengerjakan sesuatu di laptop.

“Woi bos, ngapain lu?”

“Ngerjain skripsi”

“Oh. Gue kira lu udah mengundurkan diri dari kampus.”

Dion nyengir, ia memang sudah berada di semester empat belas, semester dimana peluang untuk drop out dari kampus sangat besar. Varo iseng melirik, terlihat Dion sibuk menyelesaikan bab satu, tampangnya yang semula datar mendadak muram ketika otaknya buntu untuk merangkai kata demi kata menjadi sebuah karangan indah.

 

“Bisa-bisanya kuliah sampai empat belas semester. Lu magang jadi dosen?”

Biarpun Nando adalah manusia paling malas yang pernah Varo temui, tapi untuk gelar juara super pemalas tetap menjadi milik Dion. Malas pergi kuliah, malas mengerjakan tugas, malas mengerjakan skripsi, dan mungkin kalau tanpa bernafas masih bisa tetap hidup Dion sudah pasti akan menjadi orang pertama yang berhenti bernafas. Dion adalah tipe manusia yang menjalani hidup karena memang sudah terlanjur dilahirkan.

“Ya selagi masih ada waktu untuk bersantai dan orang tua masih kaya, untuk apa cepat-cepat lulus?” balas Dion cuek. “Lagian ya kuliah itu bukan tentang lulus tepat waktu, tapi tentang apa yang lu dapat saat kuliah”

“Emang apa yang udah lu dapat di bangku kuliah?”

“Enggak ada” jawab Dion cengengesan. Varo duduk di sofa depan Dion sambil melepas sepatu dan melempar ke sembarangan tempat. Selalu begitu pembelaan Dion setiap kali membahas masalah skripsi dan kapan lulus, susah memang kalau menjalani kuliah hanya karena ingin terhindar dari cemoohan tetangga, delapan puluh persen diisi dengan tidak niat kuliah, malas kuliah, dan strategi bakar kampus biar auto lulus.

“Judul lu jadinya udah diterima?”

“Udah dong” jawab Dion bangga. Setelah lima kali gonta ganti judul sampai disindir pembimbing, akhirnya Dion bisa berbangga hati sudah mulai mengerjakan bab satu. “Gue itu bukan bodoh, cuman emang kurang hoki aja buat dapat dosen pembimbing yang baik”

“Ngerjain skripsi susah nggak?”

“Tergantung”

“Apa?”

“Tergantung lu dapat dosen kayak gimana. Ada dosen yang merhatiin tulisan lu detail, tapi ada yang acuh nggak acuh sama tulisan lu. Temen gue kemarin dapat dosen yang detail, centimeter kertasnya diukur pakai penggaris, udah gila!” cerita Dion.

“Dari skala satu sampai sepuluh, sesulit apa lu ngerjain skripsi?”

“Lima belas…..Lima nulis skripsi, sepuluh ngikut kemauan dosen yang random habis” jawab Dion serius. “Gue kalo meninggal di tengah ngerjain skripsi bukan karena gue bingung mau nulis apa, tapi karena gue udah capek sama dosen gue. Lu jadinya magang dimana?”

“Yogyakarta, di tempat penginapan sepupunya Bima”

“Daerah mana?”

“Gunung Kidul”

“Naik gunung dong? dingin banget berarti”

“Enggak, di pantai kok”

“Lah katanya tadi gunung, terus sekarang pantai. Jadi yang benar yang mana?”

“Gunung di dalam pantai” jawab Varo asal. Dion nyengir kembali sibuk mengetik paragraf keempat ketika sebuah ide terlintas dalam benaknya.

“Lu doang yang kesana?”

“Enggak. Bareng Bima sama Dimas.”

Setelah UAS selesai, ada libur tiga bulan, tapi karena Varo adalah anak semester akhir maka dengan sangat terpaksa waktu liburnya harus ia habiskan untuk magang -sebagai tugas wajib kampus- di daerah pantai Gunung Kidul, tempat kakak sepupu Bima membuka usaha penginapan.

“Gue masuk duluan” kata Varo masuk ke dalam kamar. Ia langsung berbaring di atas tempat tidur, niatnya untuk terlelap runtuh ketika ponselnya berbunyi nyaring Varo berdecak membaca nama Putra, sekretaris pribadi Amirah, kakak keduanya.

“Kenapa Pak?”

[Ini aku] terdengar suara Amirah dari ujung membuat Varo menyesal mengangkat panggilan itu. [Kamu blok nomor aku ya?]

“Iya, habis kakak berisik” aku Varo jujur. Terdengar tawa Amirah dari ujung telepon.

[Unblock aku, mulai besok aku udah nggak di Indonesia, siapa tau aku butuh kamu buat ditelpon

"Kakak mau kemana?”

[New York]

“Oh” balas Varo singkat, tidak bertanya apapun.

[Mama lagi ada masalah sama suaminya dan butuh temen. Bang Rava nggak bisa kesana karena harus ke Singapura dan kalo kamu, pasti kamu nggak mau]

“Kakak udah tau gitu terus tujuan kakak aku gue biar apa?” ketus Varo agak tidak suka dengan sifat Amirah yang terlalu berbelit-belit ketika membicarakan sesuatu.

[Mama kangen sama kamu, dia pengen ngomong sama kamu, tapi kamu selalu menghindar]

“Bilang ke mama bukan cuman mama yang nggak aku ajak ngomong, papa juga” ketus Varo tidak peduli. Amirah menghela nafas panjang, ia sepenuhnya sadar efek perceraian kedua orang tua mereka masih membekas di hati Varo. Adik bungsunya itu tumbuh menjadi seorang yang dingin dan tidak peduli pada siapapun. Tapi tetap saja, akhir-akhir ini Amirah mulai merasa geram dengan sikap Varo yang menurutnya mulai keluar dari batas.

[Kamu besok bisa ke rumah? Amelia ulang tahun yang pertama] kata Amirah mengganti topik membicarakan adik tiri mereka.

“Menurut kakak aja”

[Alvaro denger ya. Kamu boleh benci papa, mama, atau Mami Linda, tapi kamu nggak boleh benci Amelia, dia nggak ngerti apa-apa] nasehat Amirah.

“Mami Linda? bagus tuh namanya” sindir Varo membuat Amirah bungkam.

“Udah ya kak, aku mau tidur, kakak kalo perlu chat aku aja, ntar aku unblock kalo mood aku bagus” lanjut Varo tenang langsung mematikan sambungan telepon, tidak memperdulikan teriakan Amirah dan panggilan yang terus menerus masuk. Varo lantas mematikan ponsel dan memejamkan mata.

......................

Sekeliling rumah Arini dipenuhi pohon jambu, buahnya tumbuh lebat bahkan sampai berjatuhan ke tanah. Halaman rumah itu kecil, tidak sebanding dengan milik Varo, tapi tetap tenang karena rumah Arini berada di daerah kompleks yang jauh dari jalan raya utama. Sreet. Varo menarik tirai jendela kamar Arini untuk menutup arah sinar matahari dan kembali berbaring di atas kasur. Matanya mengintip dengan senyum kecil ketika melihat Arini keluar dari kamar mandi. Cewek itu mengenakan celana pendek dan kaos berwarna putih agak transparan sembari membicarakan sesuatu yang sebenarnya tidak begitu Varo mengerti. Lekat-lekat Varo mengarahkan pandangannya. Ia selalu suka dengan cara berpakaian Arini yang seperti itu, cantik dan seksi. Meskipun tidak seperti Olivia. Deg. Degup jantung Varo berdetak kencang, ia langsung menggelengkan kepala ketika untuk beberapa sesaat sosok Olivia muncul dalam benaknya. Lucu, karena pertemuan singkat mereka justru mampu menarik seluruh perhatian dan ingatan Varo.

“Kamu kenapa?”

“Hah?”

“Geleng-geleng gitu. Sakit?”

“Ambeien”

“Ambeien di kepala. Pantat kamu pindah di kepala?” tawa Arini meraih hair dryer dan duduk di lantai mengeringkan rambut. “Kamu beneran mau magang di Yogyakarta?”

“Hmm.”

Arini melepas hair dryer dan balik badan menatap Varo yang memeluk erat gulingnya. “Aku jadi pengen ikut”

“Kamu masih semester empat, ngapain ikut? Mending kamu liburan, aku kalo bukan karena magang itu wajib, aku udah skip. Males”

“Tapi kalo aku kangen gimana?”

Varo tidak menjawab, ia duduk bersandar dan memberikan kode pada Arini untuk duduk di pangkuannya. Tangan Varo memainkan ujung rambut Arini yang masih setengah basah. Baju putih setengah transparan samar-samar menunjukkan pemandangan indah dari balik kain itu dan seakan berteriak ingin membangunkan sisi liar Varo.

“Kemarin waktu aku ke toilet sama Ete, ada cewek yang ngomongin kamu” cerita Arini. “Katanya kamu cakep, makanya dia mau masuk pecinta alam. Coba kamu tebak siapa?”

Varo menggeleng.

“Sekar”

“Oh dia…”

“Kamu tau Sekar?”

“Tau” angguk Varo singkat, tangannya berpindah ke leher Arini dan dengan gerakan pelan namun sensual menggosok bagian sensitif dari kulit luar cewek itu, Arini menggigit bibir menahan hasratnya yang perlahan mulai meronta-ronta. “Waktu malam perkenalan aku dapat surat cinta dari dia.

“Dia ngasih kamu surat? Berani banget, dia nggak tau apa kamu pacar aku?” omel Arini pelan tapi sesekali lenguhan keluar dari bibir. “Kayaknya aku harus masang foto kita berdua di ruang pecinta alam, biar semua orang tau kamu pacar aku” lanjut Arini, rasa cemburunya memang terkadang suka melewati batas.

Mata Arini menatap Varo lekat-lekat. Varo memiliki semua yang diinginkan Arini. Tinggi, cakep, dan nama yang disandang oleh cowok itu, Wijaya. Mungkin terdengar biasa saja, tapi jika Wijaya yang dimaksud adalah pemilik Wijaya group, maka cukup sudah alasan bagi Arini untuk tidak melepas Varo begitu saja. Cowok itu terlalu sempurna untuk pergi dari kehidupan Arini.

Bibir Varo tersenyum tipis menyadari Arini menatapnya dalam tatapan memuja, tangannya menarik wajah Arini perlahan dan memberikan ciuman manis di atas bibir cewek itu. Lembut tapi menuntut. Tangannya mengelus bagian tubuh Arini membuat cewek itu mulai menggila dengan perasaan berdebar-debar. Mata Arini terpejam membalas ciuman Varo, ia bisa merasakan gairah dan sensasi menggelitik dari bibir Varo. Ciuman itu cukup mampu membawa Arini berada di puncak sensasi yang tidak bisa ia jelaskan. Sebuah perasaan bahagia dengan letupan-letupan gairah memenuhi dada Arini. Tapi ketika perasaan itu hendak berkembang lebih jauh, saat itu juga Varo menarik wajahnya menjauh. Arini spontan menggigit bibirnya sendiri dengan perasaan kecewa. Ia ingin lebih dari itu, tapi otaknya jelas memberi perintah agar ia tetap diam menunggu kemana Varo akan membawanya pergi. Varo pacarnya, tapi terkadang seperti sekedar status tanpa makna. Cowok itu selalu menarik batas antara dirinya dengan orang lain, termasuk Arini. Sebuah batas tipis tapi mampu membuat Arini paham bahwa ia belum memiliki akses kuat untuk melewati batas itu. Dan karena itu, Arini hanya bisa menunggu. Menunggu Varo untuk memulai dan mengakhiri apa yang ia inginkan.

“Cakep banget sih pacar aku” puji Arini menutup rasa kecewanya dengan mengelus pelan rambut Varo. “Tampang kamu yang cakep gini buat aku jadi nggak tega biarin kamu magang di tempat jauh. Gimana kalo kamu digigit buaya?”

“Dengar ya, aku itu magang jadi akuntan, bukan penjaga satwa liar” balas Varo nyengir lebar.

Arini terkekeh geli, ia bahagia. Ekspresinya terlihat semakin jelas betapa besar ia memuja Varo. Sejak awal dan sejak dulu, hanya Arini yang menyukai Varo. Arini lebih dulu mengejar, memberikan hatinya, dan tanpa sadar terluka karena cowok itu. Tapi Arini tidak peduli, bahkan meskipun ia tahu Varo tidak pernah sekalipun membalas perasaan Arini. Karena itu setiap malam dalam doanya, Arini selalu meminta pada Tuhan, agar suatu saat nanti Varo akan membalas perasaan Arini. Mencintainya sama seperti rasa cinta yang diberikan Arini pada Varo. Namun, ada satu hal yang tidak diketahui Arini. Varo menerima Arini, karena ia tidak ingin merasa kesepian.

“Kamu mau nginep? Mama, Papa baru balik lusa”

“Enggak, aku udah janji mau main PS sama Bara” geleng Varo menolak. Arini mendadak cemberut menyandarkan wajahnya ke bahu cowok itu.

“Tiga bulan itu lama” gumam Arini. “Kita telponan ya setiap malam?”

“Tergantung” balas Varo membuat wajah Arini mendongak menatapnya. “Tergantung aku mager atau enggak”

“Kamu mah! Pacar sendiri digituin”

“Kalo gitu tergantung aku capek atau enggak” kata Varo nyengir. Arini merengut dengan wajah tertekuk tapi tidak ingin menjauh dari Varo.

Ponsel Varo bergetar. Kening cowok itu langsung berkerut ketika membaca pesan dari Bima.

Bima     : Pak Putra datang, nyariin elu. Katanya mau jemput elu balik ke rumah.

“Aku berubah pikiran” ujar Varo membuat Arini kembali mendongak. “Aku mau nginap.”

Senyum Arini langsung merekah lebar. “Kalo gitu aku minta Mbok Mirah buat nyiapin makan siang. Kamu tunggu bentar ya disini” kata Arini riang buru-buru melangkah keluar kamar.

Varo tersenyum manis, tapi dalam sekejap ekspresinya berubah begitu punggung Arini menghilang. Jari tangannya mengetik membalas pesan Bima dan setelah itu ia langsung mematikan ponsel, tidak ingin diganggu oleh siapapun.

Varo    : Bilangin Pak Putra gue lagi adventure mengelilingi Jabodetabek.

Episodes
1 Youth - Troye Sivan
2 Lovesick Girl - Blackpink
3 Lonely - 2ne1
4 Sparkel - Randwimps
5 Until I Found You - Stephen Sanchez
6 Perfect -Ed Sheeran
7 She Looks So Perfect - 5Sos
8 Memories - Maroon 5
9 Daylight - 5 Second of Summer
10 Closer - The Chainmosker
11 Me and My Broken Heart - Rixton
12 Secret Love Song - Little Mix
13 Back to December - Taylor Swift
14 Story of My Life - One Direction
15 Kiss You - One Direction
16 High School in Jakarta - Niki
17 Beside You - 5Sos
18 Smells Like Teen Spirit - Nirvana
19 Sex, Drugs, Etc - Beach Weather
20 Night Changes - One Direction
21 Psycho - Post Malone ft Ty Dolla $ign
22 That XX - G-Dragon
23 I know You were Trouble - Taylor Swift
24 Let's Not Fall in Love - Bigbang
25 Circles - Post Malone
26 Stitches - Shawn Mendes
27 Gone - Rose
28 When The Party is Over - Billie Eilish
29 Maybe My Soulmate Died - Iamnotshane
30 We don't Talk Anymore - Charlie Puth ft Selena Gomez
31 Airplane - B.O.B ft Hayley Williams
32 Apologozie - Timbaland ft One Republic
33 It Will Rain - Bruno Mars
34 Strawberries & Cigarettes - Troyen Sivan
35 Rewrite The Stars - James Arthur ft Anne-Marie
36 The Man Who Can't Be Moved - The Script
37 Back to You - Selena Gomez
38 S2: 1. Hello - Yui
39 S2: 2. Always - Bon Jovi
40 S2: 3. Crazy Over You - Blackpink
41 S2: 4. Cold Water - Major Lazer
42 S2: 5. Attention - New Jeans
43 S2: 6. Boys - Charlie CXC
44 S2: 7. Coffe - Beabadoobee
45 S2: 8. It Has To Be You - Yesung
46 S2: 9. Love, Maybe - MeloMance
47 S2; 10. Always Remember Us This Way - Lady Gaga
48 S2. 11. My Love - Westlife
49 S2. 12. To The Bone - Pamungkas
50 S2. 13. Favorite Girl - Justin Bieber
51 S2. 14. Drugs - Eden
52 S2. 15. Home - Behind The Scene
53 S2. 16. Calm Down - Rema ft Selena Gomez
54 S2. 17. Imagination - Shawn Mendes
55 S2. 18. Speechless - Naomi Scott
56 S2. 19. You & Me - Jennie Ruby Jane
57 S2. 20 Thousand Year - Christina Perri
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Youth - Troye Sivan
2
Lovesick Girl - Blackpink
3
Lonely - 2ne1
4
Sparkel - Randwimps
5
Until I Found You - Stephen Sanchez
6
Perfect -Ed Sheeran
7
She Looks So Perfect - 5Sos
8
Memories - Maroon 5
9
Daylight - 5 Second of Summer
10
Closer - The Chainmosker
11
Me and My Broken Heart - Rixton
12
Secret Love Song - Little Mix
13
Back to December - Taylor Swift
14
Story of My Life - One Direction
15
Kiss You - One Direction
16
High School in Jakarta - Niki
17
Beside You - 5Sos
18
Smells Like Teen Spirit - Nirvana
19
Sex, Drugs, Etc - Beach Weather
20
Night Changes - One Direction
21
Psycho - Post Malone ft Ty Dolla $ign
22
That XX - G-Dragon
23
I know You were Trouble - Taylor Swift
24
Let's Not Fall in Love - Bigbang
25
Circles - Post Malone
26
Stitches - Shawn Mendes
27
Gone - Rose
28
When The Party is Over - Billie Eilish
29
Maybe My Soulmate Died - Iamnotshane
30
We don't Talk Anymore - Charlie Puth ft Selena Gomez
31
Airplane - B.O.B ft Hayley Williams
32
Apologozie - Timbaland ft One Republic
33
It Will Rain - Bruno Mars
34
Strawberries & Cigarettes - Troyen Sivan
35
Rewrite The Stars - James Arthur ft Anne-Marie
36
The Man Who Can't Be Moved - The Script
37
Back to You - Selena Gomez
38
S2: 1. Hello - Yui
39
S2: 2. Always - Bon Jovi
40
S2: 3. Crazy Over You - Blackpink
41
S2: 4. Cold Water - Major Lazer
42
S2: 5. Attention - New Jeans
43
S2: 6. Boys - Charlie CXC
44
S2: 7. Coffe - Beabadoobee
45
S2: 8. It Has To Be You - Yesung
46
S2: 9. Love, Maybe - MeloMance
47
S2; 10. Always Remember Us This Way - Lady Gaga
48
S2. 11. My Love - Westlife
49
S2. 12. To The Bone - Pamungkas
50
S2. 13. Favorite Girl - Justin Bieber
51
S2. 14. Drugs - Eden
52
S2. 15. Home - Behind The Scene
53
S2. 16. Calm Down - Rema ft Selena Gomez
54
S2. 17. Imagination - Shawn Mendes
55
S2. 18. Speechless - Naomi Scott
56
S2. 19. You & Me - Jennie Ruby Jane
57
S2. 20 Thousand Year - Christina Perri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!