" Bu, nanti sore aku ke rumahmu. Ambil uang angsuran bulan ini." Aku terhenyak dengan pesan yang dikirim Indah, ini sudah akhir bulan, pasti indah seperti biasa akan mengambil uang angsuran. Indah punya usaha kreditan segala macam barang, tergantung permintaan. Dan aku sudah tiga tahun terakhir ini membantu menjalankannya mencari nasabah. Teman teman kantorku dan teman semasa sekolah dulu banyak yang ambil kredit melalui aku.
Awalnya semua berjalan lancar, dan angsuran selalu berjalan mulus, semua tepat waktu sesuai tanggal yang ditentukan. Dan karena modal percaya juga karena kenal baik, aku pun selalu mengiyakan jika ada yang mau kredit. Meskipun aku sudah banyak membantu usahanya, indah tergolong orang yang pelit, bonus pun tidak pernah aku diberi. Tapi yasudah aku gak papa, niatku memang untuk membantunya.
Awal mula dari masalah yang terjadi, ada salah satu customer yang sulit bayar, setiap sudah waktunya jatuh tempo pembayaran, ada saja alasannya. Tapi indah seolah tidak mau perduli, dia selalu ingin angsuran penuh apapun caranya. Awalnya aku iklas dan meminjami dulu yang belum bayar, tapi lama kelamaan jadi keseringan.
Sudah hampir setahun terakhir ini, aku pontang panting membayar angsuran macet atas nama persahabatan. Hingga di dua bulan terakhir ini, aku sudah tidak sanggup lagi untuk menutup angsuran yang Customer nya nakal.
" Bu gimana kurangnya? aku butuh uang besok, gak tau caranya gimana itu urusanmu, yang aku tau mereka temanmu." Deg, lagi lagi indah menekan ku untuk membayar tagihan yang macet, padahal dia sendiri tau, kalau bukan aku yang hutang.
"iya." aku hanya menjawabnya singkat. percuma mendebat orang seperti indah. gak punya empati dan gila harta, dia ibarat rentenir yang mencekik, awalnya aku baik baik saja berteman dengannya, tapi dengan kejadian ini, sifat aslinya mulai kelihatan. Pantesan banyak yang tidak menyukainya. Karena indah tipe orang yang bermulut pedas dan mementingkan dirinya sendiri.
Aku terdiam, rasanya dadaku sesak, dari mana aku mendapatkan uang untuk membayar hutang orang lain, yang jumlahnya tidak sedikit.
Saat aku sedang duduk di depan rumah, nampak Bu Retno jalan tergopoh menghampiriku.
" Mbak Salma, boleh saya minta tolong? tolong anterin saya ke klinik depan, anak saya demam tinggi mbak, tapi tidak ada siapa siapa yang dimintai tolong, untung tadi lihat mbak Salma duduk disini. Tolong ya mbak." rengek Bu Retno penuh harap, dan matanya sudah berkaca kaca, gurat kepanikan terlihat jelas dari wajahnya yang kuyu.
" Iya Bu, tapi naik montor gak papa kan?"
"Iya mbk gak papa, kliniknya juga ada di depan situ, suami saya di luar kota, badan Arjun demam tinggi dari kemarin, jujur saya takut mbak." sambung Bu Retno yang mulai menangis.
"Sebentar Bu, saya akan ambil montornya." aku pun bergegas mengambil montor matic kesayangan dari garasi, menutup pintu dan bergegas menyusul be Retno ke rumahnya. Dengan kecepatan sedang aku membonceng Bu Retno dengan anaknya hati hati. Punggungku terasa panas, karena Arjun bersandar di punggung ini, suhu badannya yang tinggi sampai menembus punggungku, aku pun bisa merasakan bagaimana paniknya Bu Retno.
Sesampai di klinik, Bu Retno langsung menggendong Arjun masuk kedalam, aku masih memarkir montor dulu ke tempat parkir lalu menyusul nya masuk ke dalam. " Gimana Bu?" tanyaku pada Bu Retno yang sudah ada di ruang IGD.
"Arjun harus di rawat inap mbak, badannya panas sekali dan dia juga sudah lemas gini, dehidrasi karena dari kemarin tidak mau makan dan minum." jelas Bu Retno sendu.
"Bu Retno yang sabar, insyaallah Arjun gak papa, insyaallah sehat, syafakallah."
"Tapi jujur sekarang saya lagi bingung mbak. Suamiku sedang ada dinas diluar kota, dan tidak mungkin bisa pulang, baru kembali besok lusa. Apalagi ATM juga kebawa oleh suami. Saya bingung mbak, pegangan di dompet cuma cukup buat makan, tinggal dua ratus ribu." cerita Bu Retno sambil matanya menerawang, gelisah dan cemas bercampur menjadi satu. Bu Retno bukan orang miskin, suaminya kerja di dinas pendidikan, mungkin seperti yang Bu Retno tadi ceritakan ATM terbawa oleh suaminya, hingga Bu Retno tidak bisa menarik uangnya.
" Ibu butuh berapa, pakai uang saya saja dulu Bu gak papa." tawarku, meskipun saat ini hatiku sedang gelisah bahkan bingung harus mencari uang untuk menutup angsuran, hati ini tetap tak tega melihat orang lain kesusahan, apa lagi orangnya benar benar membutuhkan. Dengan bismillah aku membantu Bu Retno dengan uang pegangan yang tidak seberapa.
" Beneran mbak? Ya Alloh terimakasih mbak Salma. insya Allah nanti kalau suami saya pulang saya akan ganti mbak, semoga Alloh membalas kebaikan mbak Salma, aamiin."
" Aamiin Bu. Owh iya, sebaiknya ibu pulang kerumah dulu dengan montor saya, ibu ambil baju ganti dan keperluan yang dibutuhkan. Biar Arjun saya yang jaga disini."
" Ya Alloh, terimakasih mbak, padahal tadi saya juga kepikiran, mau bilang minta tolong ke mbak Salma sungkan. Eh mbak Salma nawarin. kalau begitu saya pulang dulu ya mbak, titip Arjun sebentar."
" Iya Bu." Bu Retno langsung pulang untuk mengambil keperluan selama anaknya dirawat. Dan Arjun tipe anak yang tidak pernah rewel, buktinya lihat ibunya pulang dia hanya diam saja, dan matanya mulai terpejam. Mungkin pengaruh dari obat yang diberikan suster tadi.
Sudah lima hari Arjun dirawat, dan ayahnya Arjun juga sudah kembali. Hari ini Arjun sudah dibolehkan pulang kerumah, karena keadaan Arjun sudah membaik. Bahkan Bu Retno juga janji, setelah sampai rumah akan mengembalikan uang yang kemarin beliau pinjam. Sebenarnya aku sudah tidak punya pegangan, uang di dompet tinggal lima puluh ribu. Belum lagi indah menekan ku terus menerus untuk menagih uang angsuran yang macet. Ya Tuhan rasanya sangat sesak sekali.
Habis magrib, indah kerumah marah marah karena aku belum juga bisa membayar uang angsuran teman yang belum bayar, padahal tidak kurang kurang aku sudah berusaha untuk menagihnya, dan saat aku ajak indah untuk ikut menemui orang tersebut Indah selalu menolak tidak mau. Egois sekali dia. Pantesan tidak punya teman selama ini, bahkan sering sakit sakitan.
" Asalamualaikum mbak Salma" Bu Retno nampak menyembul dari pintu dengan membawa kantong kresek ditangannya.
"Waalaikumsallam, Monggo Bu silahkan masuk."
Bu Retno masuk dan langsung duduk di sampingku, kresek hitam ditangannya disodorkan padaku. " ini oleh oleh dari suami saya mbak, mau anter dari kemarin katanya gak enak, kata suami nunggu saya saja yang nganterin. Suami juga bilang titip untuk menyampaikan terimakasih karena mbak Salma sudah membantu saya kemarin." jelas Bu Retno panjang lebar.
"Iya Bu, sama sama. Gak usah repot repot harusnya, insyaallah saya ikhlas kok, bisa membantu saya senang Bu."
" Owh iya, ini uang yang kemarin saya pinjam, saya kembalikan mbak, terimakasih sekali lagi."
" Alhamdulillah Bu, sami sami." balasku laga, karena bisa menyambung hidup dengan uang ini, tapi tanpa aku duga, indah merebut uang di tanganku. "Ini uangnya aku ambil ya sal, buat bayarin angsuran temanmu yang macet itu."
"Loh gak bisa gitu Bu, aku juga butuh uang itu untuk keperluanku. Yang punya hutang temanku, kok aku yang harus bayar, harusnya kamu nunggu dia bayar dulu." jawabku tak terima.
" Loh dia kan temanmu, ya kamu tagih saja dia, yang penting urusanku sudah beres. Yasudah aku pulang dulu, dan itu aku minta oleh olehnya ya." Indah mengambil satu bungkus dodol dan rengginang lorjuk pemberian Bu Retno tanpa merasa sungkan sedikitpun. Bahkan tanpa punya perasaan dia mengambil uangku pergi begitu saja. Tak terasa air mataku menetes seiring sesak yang mendera oleh kelakuan orang yang sudah kuanggap teman.
"Mbak Salma gak papa?" tegur Bu Retno yang mungkin merasa iba.
" Gak tau Bu, rasanya sesak saja. Harus menanggung hutang yang bukan hutang saya. Padahal Bu indah tau, yang ambil kredit bukan saya tapi selalu meminta saya untuk membayar kalau ada yang belum bisa bayar, bahkan uang yang tadi diambil itu uang untuk bayar les anak saya."
" Ya Alloh kok tega banget Bu indah itu, pantesan kalau tidak ada yang menyukainya di sini, lebih baik mbak Salma jauh jauh sama dia. Selesaikan urusanmu dengannya dan setelah itu jauhi mbak, gak baik berhubungan apa lagi berteman dengan orang sepertinya. Saya akan pinjami mbak Salma uang, nanti kembaliannya kalau mbak sudah ada uangnya saja, gak usah dipikirin. Saya iklas, seperti mbak yang iklas saat bantu saya kemarin." ucap Bu Retno panjang lebar, dan aku semakin tergugu sebab haru dengan sikapnya.
# Saat kita sedang berbuat baik dan menolong orang lain, sebenarnya kita sedang berbuat baik dan menolong diri kita sendiri. Kebaikan akan kembali kebaikan dan keburukan juga akan kembali dengan keburukan. Jadi jangan pernah berhenti dan lelah untuk tetap berbuat baik.
Selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
yuli Wiharjo
aku pernah sih diposisi salma.
2023-02-15
1