“Papa!” Luna berlari kecil saat melihat Papanya berada di kafenya. Luna langsung memeluk Papanya yang sedang berdiri dan menerima panggilan.
“Lun... lepas dulu! Papa lagi terima telepon!” Papa Luna melepaskan pelukan Luna dengan kasar.
Luna sedikit terhuyung lalu menatap wajah papanya dengan sedikit tidak percaya sang Papa kasar padanya. Tidak hanya tidak peduli kali ini sang Papa sudah mulai kasar. Air mata Luna mulai mengalir melihat sang Papa memang tidak pernah peduli dengannya.
Luna kemudian menghentakkan satu kakinya lalu keluar dari kafenya. Saat di pintu kafe Luna berpas-pasan dengan William.
“Sayang! ”
“Tuan!” Luna buru-buru menghapus air matanya lalu tersenyum tipis.
“Kamu kenapa?” William memegang pipi Luna.
Luna menggeleng lalu sekilas melihat Papanya yang masih menerima panggilan serta ada wanita yang menggelayut di lengannya. Luna semakin sakit hati lalu menarik pergelangan tangan William agar keluar dari kafe. Pegawainya hanya menghela nafas panjang melihat Luna dan Papanya. Mereka tahu jika hubungan antara anak dan Papa itu memang kurang harmonis sedangkan pengunjung lainnya hanya saling mengangkat bahu, tidak tahu apa yang terjadi.
William mengajak Luna masuk kedalam mobil dan langsung memeluknya. William sedikit bingung, kenapa wanita yang beberapa hari ini sudah menjadi bagian hidupnya menangis pilu di pelukannya. Namun, ia hanya bisa memeluknya dengan erat dan memberikan tempat untuk menangis di bahunya, sesuai janjinya pada Luna.
“Sttt! Sudah ya. Kita pulang!” Luna mengangguk lalu melepaskan pelukannya.
William mengecup kening Luna dan mengusap air mata yang mengalir deras di pipi Luna. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada wanita di sampingnya tersebut.
William mulai menyalakan mobilnya dan langsung menekan pedal gas lalu melesat ke apartemennya. Sepanjang perjalanan mereka berdua diam dalam lamunan masing-masing.
Sesampainya di apartemen. Luna duduk di sofa dan sesekali mengusap air matanya sendiri. William duduk di sampingnya dan meraih jemari tangannya.
"Kamu kenapa?"
"Papa jahat! Papa memang tidak pernah menyayangi saya tuan. Papa hanya peduli dengan wanitanya." William menarik Luna kepelukannya.
"Sudah! Masih ada aku yang akan menyayangi kamu, hm!" Luna mendongak dan begitu terharu, walau ia tahu itu semua hanya kata-kata semu dari William agar hatinya bahagia. Luna mengamati wajah William berharap itu ucap tulus dari hati William.
“Sesuai perjanjian kita. Aku akan selalu memanjakan kamu jika kamu juga memanjakan diriku." Pupus sudah harapan Luna yang berharap ucapan William tulus dari hatinya. Apa yang ia inginkan harus ia bayar dengan tubuhnya.
Luna tersenyum lalu menatap William dan menarik tengkuknya. Luna mulai mencium bibir William dan akhirnya mereka melakukannya lagi.
Setelah selesai Luna memeluk erat William dan menyembunyikan wajahnya di dadanya. ingatannya kembali pada Papanya yang memperlakukan dirinya begitu kasar.
William mengusap pundak Luna dan sesekali mengecup keningnya. Ada rasa menggelitik di dadanya setelah melihat Luna menangis pilu di pelukannya. Seolah ia sangat dibutuhkan oleh Luna. Sejauh ini William melihat Luna sangat memanjakan dirinya dan selalu menghormatinya. Mereka diam-diam saling jatuh cinta. Namun, enggan mengutarakan isi hati masing-masing, Sebab mereka sadar hanya terikat kontrak.
“Oh ya! Kamu bilang tadi ke kafe, mau mengerjakan tugas. Tapi kenapa malah menangis?"
“Tadi di kafe ketemu Papa sama wanitanya, tapi waktu saya menghampiri Papa. Papa justru kasar pada saya!" jelas Luna yang tidak menjelaskan jati dirinya dan identitas sang Papa.
William menghela nafas panjang dan melihat Luna sambil tersenyum. Wanita dipeluknya ini memang haus kasih sayang. William mengecup kening Luna dan tersenyum.
“Kamu sudah makan?" tanya William
“Belum, tidak sempat!”
“Ya sudah. Kamu mandi, aku pesankan makan malam." Luna mengangguk tersenyum.
“Jangan bersedih lagi ya! kapanpun kamu membutuhkanku. Datangi aku, aku akan memelukmu." Lagi-lagi Luna mengangguk kemudian ia turun dan menuju kamar mandi.
William kemudian meraih ponselnya dan memesan pizza serta jus kesukaan Luna, Jus jeruk. Setelahnya William menyusul Luna untuk mandi.
pagi harinya Luna bangun lebih dulu dan seperti biasa, ia menyiapkan sarapan untuk William. Sesekali ia juga melihat ponselnya dan berharap sang papa menghubungi dirinya, Namun nihil, tidak ada satupun notifikasi dari ponselnya.
“Aku memang tidak dirindukan!” batin Luna sambil mengaduk kopi untuk William.
“Baiklah, Pa! Aku juga tidak akan mencari tahu kabar Papa. Terserah Papa ingin berganti-ganti wanita. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Mencari kasih sayang di luar.”
Luna benar-benar putus asa dengan sikap sang Papa, yang justru bersikap manis dengan jalangnya walau ia menyadari bahwa dirinya juga seorang ******.
“Sayang!" seru William dengan suara beratnya. William berjalan menghampiri Luna di dapur dan memeluknya dari belakang.
“Selamat pagi, tuan!" sapa Luna lalu sekilas mencium pipi William.
“Pagi! Kamu masak apa. Aromanya sangat enak!"
“Nasi Goreng tuan!” Luna membalikkan badannya sedangkan William melepaskan pelukannya.
Luna mengalungkan kedua tangannya di leher William dan tersenyum manis. Melihat tuannya yang baru saja bangun tidur.
“Terima kasih, tuan! Untuk tadi malam.”
“Aku juga berterima kasih, nanti aku akan berikan bonus dua kali lipat untuk kamu!" Luna tersenyum lalu melepaskan tangannya dari pundak William lalu mengambilkan kopinya.
“Tidak perlu tuan, yang kemarin sudah lebih dari cukup, Saya sudah bisa membayar uang kuliah saya dan sedikit membeli kebutuhan harian saya,” dalih Luna, padahal uang dari William belum disentuh sepeserpun.
“Ok baiklah! Nanti aku belikan tas!” Luna menggeleng sambil memasang wajah imut.
“Jam tangan!” lagi-lagi Luna menggeleng.
William tertawa kecil melihat ekspresi wajah Luna yang seperti anak kecil. William sebenarnya penasaran Kenapa Luna tidak seperti wanita lain yang meminta segalanya.
“Jadi kamu ingin apa, katakan!” Luna melihat sekeliling dapur lalu tersenyum.
“Tolong, tuan belikan saya panci serbaguna. Karena saya melihat tuan tidak mempunyai itu. Nanti saya akan memasak apapun untuk tuan.” William tertawa lalu menggelengkan kepalanya. Tidak tahu apa yang sebenarnya yang ada di dalam pikiran Luna. Apakah hanya makanan saja? Entahlah. William duduk di kursi meja makan lalu menyeruput kopi buatan Luna.
Saat Luna hendak mengambilkan sarapan untuk William. Tiba-tiba terdengar bunyi bell apartemen. William dan Luna saling pandang, siapa kira-kira yang datang pagi-pagi. William bangkit dari duduknya lalu menuju ke depan untuk membuka pintu sedangkan Luna menyiapkan sarapan untuk William.
'KLEEKK!' William membuka pintunya.
“Adrian,?"
“Pagi Kak!" sapa Adrian tak lain tak bukan adik William yang juga kekasih Luna.
William tidak mengetahui jika Luna adalah kekasih sang adik begitu juga Luna yang tidak tahu jika Adrian adik William.
“Hm!” William menggeser tubuhnya agar adiknya bisa masuk kedalam.
“Ada perlu apa datang sepagi ini?”
“Aku baru pulang dari diskotik, jadi mampir kesini.”
William tampak mengeraskan rahangnya melihat kebiasaan adiknya yang sering ke diskotik. Kebiasaan buruknya itu. Sepertinya susah hilang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
nah lho Luna 😲
2022-09-18
0