Pagi kembali menyapa Ibu kota. Lalu lalang kendaraan kembali memenuhi setiap ruas jalanan yang terkenal akan kepadatannya. Masih sangat pagi, namun, Fikri mulai melajukan mobilnya meninggalkan apartemen tempatnya tinggal menuju rumah Riana. Tidak hanya dalam rangka menyerahkan laporan pada calon ibu mertuanya, tapi ada agenda yang akan ia lakukan bersama calon istrinya hari ini.
Biar saja ia tidak di anggap sopan, karena bertamu di rumah orang masih sepagi ini. Meskipun ia tahu, kedua mertuanya tidak akan menganggapnya seperti itu. Dari pada harus terjebak kemacetan yang seakan tidak pernah ada habisnya. Terlebih saat jam berangkat kerja..
Karena memang ia memilih berangkat dikala jalanan masih begitu lenggang, tidak membutuhkan waktu lama ia pun tiba di depan sebuah bangunan megah milik calon mertuanya.
Penjaga keamanan yang sedang berada di pos penjaga, langsung membuka kan pintu gerbang dan mempersilahkan mobil Fikri masuk ke dalam pelataran rumah mewah itu..
Beberapa bulan yang lalu, ketika calon ibu mertuanya meminta agar ia mau menjadi bagian dari keluarga ini, ada sedikit rasa tidak percaya diri. Bagaimana bisa dirinya yang tidak memiliki apa-apa, akan bersanding dengan anak gadis pemilik perusahaan properti yang sudah tersebar hampir di pelosok negeri.
Hotel berbintang milik calon ibu mertuanya sudah tersebar hampir di seluruh kota yang ada di Indonesia. Bahkan kini, beberapa dari hotel berbintang itu, sudah di bawah tanggung jawabnya.
Fikri melangkah mendekati pintu rumah dengan ukiran kayu, kemudian mengetuknya. Tidak membutuhkan waktu lama menunggu, pintu utama rumah mewah itu sudah terbuka lebar, menampakkan seorang gadis yang belum sempat melepaskan mukenah yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.
"Kok sepagi ini?" Riana mengalihkan tatapannya dari laki-laki yang belum sempat ia persilahkan masuk ke dalam rumah, dan menoleh ke belakang untuk melihat jam yang menghias di sudut ruangan mewah itu.
"Ada tamu di suruh masuk dulu, Nak." Tegur Kean pada putrinya, saat melihat Fikri masih berdiri di ambang pintu rumah nya.
"Eh, maaf, Ayah." Jawab Riana merasa bersalah.
"MInta maaf sama Fikri, bukan ke Ayah." Kean mengusap kepala putri nya. "Mari, Nak, Masuk." Setelah Riana berlalu dari sana, Kean segera meminta calon menantunya itu masuk ke dalam rumah.
"Terimakasih, Pak. Dan maaf mengganggu sepagi ini." Ucap Fikri sungkan.
Kean tersenyum hangat, kemudian menepuk punggung laki-laki yang kini sudah melangkah tepat di sampingnya. Beberapa saat kemudian, Rianti ikut bergabung di dalam ruangan dan duduk di samping suaminya.
"Kamu sudah kirim lewat email kan, kenapa pakai repot-repot di print out segala." Rianti meraih dokumen yang sedang terulur ke arahnya.
"Tidak apa-apa, Bu. Itu sudah menjadi tugas saya." Jawab Fikri.
Rianti tersenyum sembari mengaminkan kalimat yang baru saja terucap dari bibir Fikri. Tak lupa pula ia memanjatkan do'a di dalam hati, agar kelak laki-laki ini tidak akan menyakiti putrinya. Memohon pada sang pemilik kehidupan, agar kelak pernikahan yang ia rencanakan untuk Riana hari ini, akan membawa putrinya itu pada kebahagiaan yang tidak akan pernah putus.
****
Waktu terus berlalu. Kean dan Fikri terus membicarakan banyak hal mengenai perusahaan yang kini di kelola oleh Fikri. Sedangkan Rianti dan Riana sedang membantu asisten rumah tangga untuk menyiapkan sarapan di ruangan lain yang ada di rumah itu.
"Nanti setelah nikah, di mana pun kalian berada kamu harus tetap berusaha menyiapkan sarapan untuk suami mu." Ujar Rianti sambil menata makanan di atas meja.
Riana mengangguk paham. Jujur saja, pagi ini terasa berbeda. Padahal ia sering membantu sang Ibu menyiapkan makanan, walaupun mereka memiliki asisten rumah tangga di rumah ini.
Namun, entah mengapa pagi ini terasa begitu berbeda. Mengingat Ada seseorang yang sedang menunggu untuk menikmati sarapan yang ia siapkan, membuat jantungnya terus berdetak tidak karuan.
"Panggil Ayah dan Fikri, katakan pada mereka sarapannya sudah siap." Perintah Rianti, membuat Riana tersentak dari lamunannya.
"Baik, Ibu." Jawab gadis berhijab itu, kemudian berlalu dari ruang makan menuju ruang keluarga di mana Ayah dan calon suaminya berada.
"Yah, Sarapannya sudah siap." Ucap Riana setelah langkahnya berhenti di dalam ruang keluarga. Jantungnya masih terus menggila seakan ingin melompat keluar dari tempatnya.
"Baiklah, Nak." Jawab Kean pada putrinya. "Ayo Nak Fikri, kita sarapan dulu." Ajaknya lagi pada calon menantunya.
Riana kembali melangkah masuk ke ruang makan lebih dulu, lalu di susul Kean dan Fikri dari belakang.
"Semoga kedepannya kita bisa terus menikmati makanan di ruangan ini." Ujar Kean saat Rianti sedang menuangkan makanan di atas piringnya.
"Ayah.." Rianti menyela kalimat yang baru saja terucap dari bibir Kean. Ia tahu ke mana arah pembicaraan yang sedang ingin di bicarakan oleh suaminya ini. "Di mana pun kalian ingin tinggal, asalkan jangan sampai lupa sama Ibu dan Ayah di sini." Sambung Rianti. Ia lalu kembali ke tempat duduknya dan meminta Suami serta anaknya memulai sarapan.
"Pak, Bu.. Jika di izinkan, setelah nikah, kami ingin tetap tinggal di sini." Ucap Fikri. "Sejujurnya, suasana seperti ini adalah suasana yang paling saya impikan sejak kecil." Sambungnya.
Senyum di bibir Kean seketika terlihat, membuat Rianti ikut menghembuskan nafas lega. Baginya, di mana pun Fikri akan membawa Riana, yang paling penting adalah, putrinya itu akan terus dilimpahkan kasih sayang. Dan kini, setelah mendengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir Fikri, membuat hatinya semakin merasa lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Mae_Tari
Berarti Rianti gak punya anak dong yah kak ??
Kan Riana itu anak dari alm nya Riana, kembarannya Rianti.
2022-09-20
2