Fabian menghentikan motornya setelah dia sampai di rumah Pak Riko. Fabian turun dan dia langsung melangkah ke teras depan rumah Pak Riko.
Tok tok tok ...
"Om. Om Riko. Ini aku Fabian Om."
Pak Riko yang masih terlelap di kamarnya, mengerjapkan matanya saat dia mendengar ketukan pintu dari luar rumah.
"Siapa sih, yang malam-malam begini bertamu." Pak Riko mengambil kaca matanya dan memakainya. Setelah itu dia melangkah ke luar untuk membuka pintu depan.
Tok tok tok ...
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Pak Riko menjawab salam. Setelah itu dia membuka pintu depan.
Pak Riko terkejut saat melihat Fabian sudah berdiri di depan pintu.
"Fabian. Ada apa? kenapa kamu tengah malam datang ke sini? bukankah kamu sudah menikah dengan Syanum?"
"Aku ke sini cuma mau bicara berdua dengan Om."
"Ya udah. Ayo kita masuk." Pak Riko merangkul bahu Fabian dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
"Duduk dulu Nak," pinta Pak Riko.
Fabian kemudian duduk di ruang tamu.
"Kamu mau bicara soal apa?"
"Aku mau bicara soal Mentari Om. Di mana sebenarnya Mentari sekarang?"
"Om juga tidak tahu Fabian, ke mana Mentari pergi."
"Apa Mentari tidak menghubungi Om?"
"Tidak. Om juga sangat mengkhawatirkan dia Fabian."
"Om. Apa Om sudah tanya ke teman-teman Mentari? barang kali mereka ada yang tahu di mana Mentari."
"Om sudah hubungi semua teman-teman Mentari. Tapi mereka tidak ada yang tahu, ke mana Mentari pergi. Dan Om juga sudah menghubungi semua saudara Mentari. Tapi mereka juga tidak ada yang tahu."
"Terus. Kenapa Mentari pergi? dan untuk alasan apa dia pergi. Apa jangan-jangan, ada yang menculik Mentari Om."
Pak Riko terkejut saat mendengar ucapan Fabian.
"Kenapa kamu bisa berfikir seperti itu?" Pak Riko menatap Fabian intens.
"Ya iyalah Om. Sekarang Mentari menghilang. Kita semua tidak ada yang tahu keberadaan Mentari."
"Kalau Mentari di culik, lalu siapa yang sudah menculiknya? selama ini, Mentari itu tidak punya musuh. Begitu juga dengan Om." Pak Riko membenarkan kaca matanya setelah itu dia menatap lekat Fabian.
"Om bingung. Apa yang harus Om lakukan sekarang?"
"Om. Kita lapor polisi aja Om. Kita cari Mentari sampai ketemu. Bila perlu, kita sebar foto Mentari. Dan kita siarkan di berbagai awak media. Agar Mentari cepat di ketemukan." Fabian memberi usul.
"Iya. Om setuju itu. Tapi kita harus tunggu dulu sampai 24 jam."
Fabian mengangguk.
"Iya Om. Kita harus tunggu 24 jam, untuk lapor ke polisi."
Pak Riko menatap Fabian.
"Fabian. Ini kan malam pertama kamu. Kenapa kamu harus meninggalkan istri kamu?"
"Apa, istri? Om ini bicara apa sih Om. Mana mungkin aku melakukan malam pertama dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai. Om kan tahu sendiri, kalau aku cuma cinta sama Mentari."
"Iya. Om tahu, kalau kamu dan Mentari saling mencintai. Tapi sekarang kamu itu kan sudah punya istri. Lebih baik, kamu kembali pulang ke rumah. Kasihan istri kamu. Dan bagaimana kalau ayah kamu tahu, kamu pergi ke rumah saya. Pasti dia akan marah sama kamu. Om tahu siapa ayah kamu Fabian."
"Nggak Om. Aku nggak mau pulang ke rumah. Aku akan tetap mencari Mentari sampai ketemu. Sampai ke ujung dunia pun, akan aku cari Mentari sampai dapat."
Pak Riko hanya geleng-geleng kepala melihat Fabian. Fabian memang sama keras kepalanya seperti Damar ayahnya. Namun Pak Riko sangat salut dengan kesetiaan Fabian pada Mentari.
"Ya udahlah. Terserah kamu Fabian. Tapi ini sudah jam satu malam. Kamu mau pulang, atau mau tetap di sini. Kalau Om sih, masih ngantuk Fabian. Waktu kamu ke sini, Om itu baru terlelap lho."
"Maaf ya Om. Kalau aku sudah ganggu waktu Om. Aku masih kefikiran Mentari Om. Aku sangat mengkhawatirkan dia."
"Om juga tidak bisa tidur, karena memikirkan Mentari."
"Apa boleh Om, kalau malam ini, aku tidur di sini?"
"Iya. Di kamar Mentari kosong. Kamu bisa tidur di sana."
"Tidak usah Om. Aku tidur di sofa ini saja."
"Ya terserah kamu. Kalau begitu, Om tinggal dulu ke kamar ya. Kalau kamu butuh apa-apa, di dapur banyak makanan. Ambil saja makanan di kulkas."
Fabian mengangguk.
Setelah berkata seperti itu, Pak Riko pergi meninggalkan Fabian. Dia melangkah untuk ke kamarnya. Sementara Fabian mulai berbaring di sofa ruang tamu rumah Mentari.
Fabian dan Mentari memang sudah lama pacaran. Mereka mulai pacaran, sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Mungkin sudah hampir sembilan tahun hubungan mereka terjalin.
Sudah begitu banyak pengorbanan yang Fabian berikan pada kekasihnya. Namun Fabian bingung, kenapa Mentari tega meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Ada apa sebenarnya dengan Mentari.
Hoaaam...
"Ngantuk banget aku," ucap Fabian.
Fabian kemudian memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Besok, dia ingin melanjutkan untuk mencari Mentari. Karena perasaan Fabian benar-benar tidak enak. Dia takut terjadi apa-apa dengan Mentari.
****
Sinar mentari di pagi ini, sudah mulai masuk melalui celah-celah jendela kamar Syanum. Syanum mengerjapkan matanya.
Syanum terkejut, saat melihat jarum jam sudah menunjuk ke angka tujuh dan dua belas.
"Jam tujuh. Aku kesiangan."
Syanum segera turun dari ranjangnya. Dia mendekat ke arah jendela kamarnya untuk membuka gorden kamarnya.
"Tuan Fabian, udah pulang belum ya. Semalam dia pergi. Aku sangat mengkhawatirkan dia," gumam Syanum.
Setelah membuka gorden kamarnya dan membereskan kamarnya, Syanum kemudian melangkah ke luar dari kamarnya dan menuju ke dapur.
"Mbak Asih maaf ya, aku kesiangan," ucap Syanum pada Asih salah satu pembantu di rumah Bu Reva.
Mbak Asih tersenyum.
"Non Syanum. Kok Non Syanum dari kamar belakang. Emang Non Syanum tidak tidur di kamar Tuan muda?" tanya Mbak Asih.
Syanum menggeleng.
"Jangan panggil aku Non Mbak Asih. Panggil seperti biasa aja. Syanum."
"Non Syanum itu sekarang menantu Pak Damar. Jadi wajar aja kalau Mbak manggil kamu non. Nggak sopan kalau manggil cuma Syanum aja."
"Terserah Mbak sajalah. Oh iya. Ngomong-ngomong, Mbak lihat suamiku nggak?"
"Sejak tadi, Mbak nggak lihat Tuan muda. Emang semalam nggak sama Non?"
"Semalam suamiku pergi Mbak. Dan semalam, aku tidur di kamar ku sendiri."
"Emang Tuan muda pergi ke mana? apa Nyonya Reva dan Tuan Damar sudah tahu, kalau Tuan muda pergi dari rumah?" tanya Mbak Asih.
"Tuan Damar nggak tahu kalau Tuan Fabian pergi. Hanya Nyonya Reva yang tahu."
"Oh..." Mbak Asih hanya manggut-manggut.
"Mbak Asih lagi masak apa? aku bantuin ya."
"Jangan Non. Mbak Asih bisa sendiri kok. Mending sekarang Non istirahat aja di kamar. Mbak Asih tidak mau Tuan Damar melihat Non ada di sini."
"Mbak Asih. Bersikaplah seperti biasa. Jangan seperti ini. Aku masih tetap Syanum anak Pak Herman. Bukan Non Syanum. Dan aku juga cuma sementara aja kok menjadi istrinya Tuan Fabian."
"Lho, kenapa bilang begitu Non?"
"Ya karena, aku cuma istri pengganti sementara. Kalau seandainya Non Mentari kembali di kehidupan Tuan Fabian, pasti Tuan Fabian akan kembali lagi sama dia dan Tuan Fabian pasti akan ninggalin aku."
Kasihan kamu Syanum. Kamu harus menikah dengan lelaki yang tidak pernah mencintaimu seperti Tuan Fabian. Dan semalaman Tuan Fabian juga tidak pulang, dan meninggalkan malam pertama, batin Mbak Asih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
lovely
jangan bodoh syahnum mendingan cari kebahagiaan di luar sana daripada jadi istri laki² kaya sombong😡
2022-11-10
1
Nani kusmiati
sabar ya syanum semoga ada hidayah buat Fabian dia suka sama kamu 🤭,lanjut.
2022-09-15
1