"Syanum. Apa kamu sudah siap? semua sudah menunggumu di bawah termasuk ayah kamu," ucap Pak Damar.
Syanum mengangguk. "Saya sudah siap Tuan."
"Bagus. Sekarang kita turun ke bawah. Karena acaranya akan segera di mulai."
Pak Damar dan Bu Reva kemudian meninggalkan Syanum. Mereka melangkah ke bawah untuk menemui para tamu.
"Syanum. Ayo kita turun."
"Iya non Luna."
Luna kemudian menggandeng Syanum. Luna dan Syanum menuruni anak tangga. Semua orang yang berada di lantai bawah terkejut saat melihat pengantin wanitanya.
"Siapa wanita itu. Kok bukan Mentari. Ke mana Mentari," ucap salah satu tamu dari beberapa teman Mentari.
Mereka bingung, kenapa bukan Mentari mempelai wanitanya. Tapi orang lain. Dan mereka juga sama sekali tidak mengenal Syanum.
"Eh, sebenarnya Fabian mau menikah sama siapa sih. Bukan sama Mentari ya."
"Aku juga bingung. Tapi di undangan, sudah tertulis nama Mentari kok."
"Kok kenapa pengantinnya beda."
Bisik-bisik para tamu, sudah membuat hati Syanum tidak enak. Syanum benar-benar takut menghadapi situasi ini. Namun, Syanum juga tidak bisa menolak. Karena itu perintah dari majikannya.
Pak Damar dan Bu Reva adalah orang yang baik. Selama Pak Herman kerja di rumah mereka, mereka selalu memperlakukan Pak Herman seperti keluarga sendiri.
Sewaktu orang tua Syanum sakit, Pak Damar juga sering memberikan uang untuk pengobatan Syanum.
Syanum tidak mungkin menolak permintaan dari Pak Damar.
Syanum kemudian duduk di sebelah Fabian.
"Bagaimana, apa acara sudah bisa mulai?" tanya penghulu.
"Sudah Pak."
Setelah itu, penghulupun menikahkan Fabian dengan Syanum.
"Saya terima nikahnya..."
Fabian ragu, untuk melanjutkan ucapannya. Jika dia menikah dengan Syanum, bagaimana jika Mentari kembali. Fabian tidak mau gegabah untuk cepat-cepat menikah dengan Syanum.
"Aku tidak bisa, melanjutkan pernikahan ini. Aku akan mencari Mentari," ucap Fabian.
Fabian bangkit dari duduknya. Setelah itu dia buru-buru pergi meninggalkan Syanum.
Pak Damar tidak tinggal diam. Dia langsung mengejar anaknya ke depan.
"Fabian. Mau ke mana kamu Fabian...!" seru Pak Damar yang membuat Fabian menghentikan langkahnya.
Fabian menoleh ke belakang.
"Aku mau cari Mentari Pa. Aku nggak mau menikah dengan Syanum."
"Selangkah lagi kamu ke luar dari rumah ini, papa nggak mau menganggap kamu anak lagi Fabian."
Fabian terkejut mendengar ucapan ayahnya.
"Pa, aku tidak cinta sama Syanum. Jangan paksa aku untuk menikah dengan wanita yang tidak pernah aku cintai. Aku cuma cinta sama Mentari Pa."
"Tapi kamu mau cari ke mana Mentari. Dia tidak akan pernah kembali ke sini
Dia sudah meninggalkan kamu Fabian."
"Pa. Dia tidak akan mungkin pernah meninggalkan aku begitu saja tanpa alasan. Karena dia sangat mencintaiku. Seandainya dia pergi, pasti ada alasannya. Dan aku ingin mencari Syanum."
"Jangan pergi dari rumah ini. Jika kamu mau pergi dari rumah ini, papa akan mencabut semua fasilitas yang kamu miliki. Mulai dari handphone, kartu kredit, mobil, semuanya Fabian."
Pak Damar melangkah mendekat ke arah Fabian
"Sekarang kamu mau masuk, atau kamu mau pergi. Kalau kamu mau pergi. Silahkan, tidak usah pulang sekalian."
Fabian bingung, dengan apa yang harus dia lakukan.
"Pa. Hentikanlah pernikahan ini. Aku dan Syanum tidak pernah saling mencintai. Mana bisa kami hidup bahagia setelah pernikahan ini. Aku mohon, papa Jangan egois memaksa aku menikah dengan Syanum."
"Pokoknya kamu harus menikah. Papa yakin kok, kalau kamu dan Syanum mau belajar saling mencintai, kalian akan bisa saling mencintai. Buktinya papa dan mama kamu. Kami menikah karena perjodohan. Dan sekarang kami saling mencintai. Ayolah Fabian. Jangan biarkan penghulu menunggu terlalu lama."
Fabian tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia tidak bisa membantah semua perkataan ayahnya. Akhirnya Fabian menurut juga dengan ayahnya.
Fabian masuk ke dalam bersama Pak Damar dan duduk kembali di samping calon mempelai wanitanya.
Pak penghulu mengucapkan satu kali lagi akad pernikahan itu. Dan akhirnya sah juga pernikahan itu.
"Bagaimana saksi?"
"Sah..."
"Alhamdulillah."
Semua orang bertepuk tangan setelah mereka melihat pernikahan Fabian dengan Syanum.
Bu Reva hanya bisa tersenyum kecut. Menyaksikan pernikahan anaknya.
'Kasihan Fabian. Pasti sekarang hatinya sangat hancur. Karena dia tidak menikah dengan Mentari. Kenapa Mentari harus pergi sih,' batin Bu Reva
"Ayo Fabian. Sekarang pasangkan cincin di jari manis tangan Syanum," pinta Pak Damar.
Fabian hanya mengangguk. Dia kemudian menyematkan cincin kawin di jari manis Syanum.
Sekali lagi, semua orang bertepuk tangan. Mereka tampak bahagia dengan pernikahan Fabian dengan Syanum. Namun, tidak dengan Fabian dan Syanum. Sejak tadi, mereka masih saling diam. Sepertinya mereka tidak pernah bahagia dengan pernikahan ini.
****
Malam ini, Syanum dan Fabian masih duduk di ruang tengah. Setelah acara selesai, semua tamu yang sudah ikut memberikan selamat dan doa restu, pergi meninggalkan rumah Fabian.
"Fabian, Syanum, kenapa kalian masih ada di sini? kenapa kalian nggak ke kamar?" tanya Bu Reva.
Fabian terkejut mendengar ucapan ibunya.
'Apa aku harus sekamar dengan Syanum. Ih, nggak banget, aku sekamar dengan pembantu seperti dia. Bisa-bisanya sih papa memaksa aku untuk menikah dengan wanita kampung ini.'
"Syanum. Sudah malam Nak. Kamu masuk kamar dan tidurlah. Sekarang, kalian itu kan sudah menjadi suami istri. Jadi, kamu harus tidur di kamar Fabian."
Syanum menatap Fabian. Dia tahu, kalau Fabian tidak akan pernah suka Syanum tidur di kamarnya.
Syanum bangkit berdiri.
"Nyonya, aku mau tidur di kamar belakang aja, nggak apa-apa."
"Tapi Syanum. Bagaimana nanti kalau Pak Damar marah. Kalian itu kan baru menikah. Kalian harus tidur satu kamar. Nggak boleh tidur terpisah."
"Ma, jangan paksa aku untuk tidur sekamar dengan Syanum. Karena sampai kapanpun, aku tidak mau satu kamar dengan dia. Kalau dia mau tidur di kamarku, silahkan aja. Aku mau cari kamar lain."
Fabian berdiri dan pergi meninggalkan Syanum dan ibunya.
"Fabian. Kamu mau ke mana?" tanya Bu Reva.
"Aku mau pergi."
"Pergi ke mana? ini udah malam Fabian...!"
Fabian tidak menghiraukan lagi ucapan ibunya. Dia pergi meninggalkan rumah dan entah Fabian akan pergi kemana.
"Syanum. Tidurlah di kamar Fabian. Kamu pasti seharian ini lelah kan?"
"Iya Nyonya."
Syanum kemudian masuk ke dalam kamar Fabian. Dia melangkah mendekat ke arah tempat tidur. Syanum kemudian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
Syanum meneteskan air matanya. Dia kemudian menghela nafas dalam.
"Kenapa aku harus menikah dengan Tuan Fabian. Anak dari majikanku sendiri. Aku benar-benar bingung, dengan apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku juga tidak bisa menolak permintaan Tuan Damar," gumam Syanum
Syanum menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Apakah dia akan sanggup hidup dengan lelaki yang sama sekali tidak mencintainya.
Deru motor sudah terdengar dari luar rumah. Syanum buru-buru melihat dari kaca jendela kamarnya. Suaminya pergi meninggalkan rumah dengan motornya. Syanum menatap ke arah jam dinding. Jarum jam sudah menujuk ke angka 1.
"Jam satu malam. Kenapa Tuan Fabian harus pergi. Dia mau pergi ke mana."
Setelah kepergian suaminya, Syanum menutup gorden jendelanya. Setelah itu Syanum melangkah kembali ke tempat tidurnya.
"Aku harus ganti baju. Gerah banget pakai kebaya Non Dila."
Syanum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Fabian dan menuju ke kamarnya yang ada di belakang sebelah dapur.
Syanum masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu dia mengganti baju kebaya pengantinnya dengan baju tidur.
"Lebih baik, aku tidur di sini dari pada aku harus tidur di kamar Tuan Fabian."
Syanum kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang kecil yang ada di kamar pembantu. Dia tidur dengan posisi miring sembari memikirkan bagaimana kelanjutan pernikahannya dengan Fabian.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
lovely
dasar ayah egois pemaksaan yg jadi korban disini pasti shanum mentang² miskin🤔
2022-11-10
0
Nani kusmiati
malam pertama syanum kelabu di tinggal suaminya pergi mencari pacarnya atau mantan pacar 🤭, lanjut author 👍👍👍
2022-09-15
2