Chapter 4
"Auuuwww! Sakiiitt!" aku memekik begitu parau, dengan air mata yang tumpah kemana-mana.
Mas Damar segera membuka pintu mobil, yang kami miliki beberapa bulan yang lalu.
Ia lalu kembali dengan menggendong diri ini masuk ke dalam mobil. Tampak Jenar segera menggandeng tangan adik nya dan ikut masuk di pintu belakang.
Aku yang sudah tak tahan dengan rasa sakit ini, hanya bisa merintih dan menangis.
"Sabar sayang, kita akan segera pergi ke rumah orang tuanya!" Ujar Mas Damar menenangkan ku.
"Auuuuu! Auuuu!" Ujar Sekar sembari menunjuk nunjuk ke arah ku dengan menggeleng kan Kepala nya.
Ia seperti meminta agar jangan melakukan nya. Mungkin dia bicara dengan teman nya itu.
"Auuuu... Auuuuu... Auuuu!"
Sekar terus saja meronta sambil memukul jok tempat ku bersandar. Aku dan Mas Damar yang kebingungan hanya bisa saling tatap.
"Adik! Adik bicara sama siapa? Adik kenapa?" Seru Jenar yang mencoba untuk menenangkan Sekar yang mulai liar.
Aku sudah tak bisa lagi berkata-kata, hanya melirik ke arah Mas Damar yang wajah nya mulai tegang.
"Bapak! Tolong adik!" Teriak Jenar yang melihat Sekar menghantam kepala nya ke arah pintu mobil.
"Sekar! Apa yang kamu lakukan?!" teriak Mas Damar yang semakin panik saja.
"Jenar! Pegangin adik dengan kuat!" ujar Mas Damar yang semakin ketakutan.
Kepala Sekar sudah terlihat membiru. Akibat ia yang tak mau berhenti menghantukkan kepala nya sendiri.
Jenar dengan sekuat tenaga memegangi adik nya, sembari terus membaca doa. Anak itu memang sangat pandai dalam ilmu agama, ajaran dari almarhum simbok dahulu.
Rasa nyeri di dada ku sudah mulai menyurut, membuat ku sudah mulai bisa bernafas lega. Tadi nya terasa begitu sesak, syukur lah sekarang sudah membaik.
Setelah mengendarai mobil beberapa menit, akhirnya kami tiba di rumah yang dituju.Mas Damar mendapatkan alamat ini setelah mengecek kecelakaan yang sempat masuk berita di sekolah itu. Lalu mencari tahu orang tua nya dari pihak sekolah.
Mas Damar segera turun, lalu memapahku setelah memakaikan jaket yang tadi ia pakai untuk ku. Menutupi noda darah yang masih merembes seperti Asi. Hanya saja tidak deras.
Jenar dan Sekar juga ikut di belakang, dengan keadaan Sekar yang masih bicara seorang diri.
Jenar tak melepaskan sama sekali tangan adik nya, meski Sekar beberapa kali meronta.
"Assalamu'alaikum!" seru Mas Damar kalau kami berada di depan teras rumah ini.
"Waalaikumsalam!" jawab pemilik rumah ini dari dalam.
Tidak berselang lama, pintu dengan ukiran unik di depan nya ini terbuka. Menampakkan sosok wanita tua dengan rambut putih yang hampir menjalar ke seluruh kepala nya.
Apa mungkin wanita setua ini adalah ibu dari anak sekecil Kinara?
"Nyari siapa ya, Nak?" tanya nya dengan suara khas wanita tua.
"Kami datang kemari, ingin mencari keluarga Kinara. Anak yang berberapa tahun silam menjadi korban tabrakan di depan sekolah nya!" jawab Mas Damar pelan.
Mendengar penuturan Mas Damar, wajah wanita itu seketika berubah.
"Tolong, jangan ganggu kami lagi. Biarkan cucu saya tenang." ujar nya yang langsung gemetaran.
Ia ingin segera menutup pintu, tetapi di halangi oleh Mas Damar. Tangan Mas Damar segera ia letakan di sela sela pintu, membuat wanita itu tidak bisa menutup nya.
"Tunggu, Bu! Coba lihat ini!" ujar Mas Damar yang langsung membuka jaket yang menutupi bagian depan ku.
"Astaghfirullah!" seru nya sembari membekap mulut tak percaya.
Mata nya bahkan sampai melotot, melihat darah yang sudah membasahi seluruh permukaan baju ku.
"Cucu ibu sudah melukai istri saya. Saya mohon kerja sama nya!" ujar Mas Damar yang langsung membuat wanita itu terdiam.
"Kalau begitu, silahkan masuk!" sahut nya yang pada akhirnya luluh juga.
Kami dipersilahkan masuk, selama masuk ke rumah ini, kini gantian Jenar yang tingkah nya aneh. Seperti orang yang tak tenang, dan gelisah. Sedangkan Sekar, ia kini malah yang berganti diam tanpa tingkah.
"Kenapa kalian mengatakan jika cucu ku yang melakukan ini terhadap istri mu?" tanya wanita tua itu kepada kami.
"Agak nya ibu bahkan sudah mengetahui semua nya tanpa kami jelaskan" Sindir Mas Damar dengan tatapan tajam yang mengintimidasi.
"Maaf... Maafkan kesalahan anak saya. Semua ini terjadi karena dia!" ujar wanita tua ini yang tiba-tiba saja langsung menangis.
"Maksud ibu, apa?" tannya Mas Damar dengan alis bertaut.
"Ini semua berawal dari hari itu... "
Ibu tua ini bercerita, bahwa cucu nya Kinara masih meminum asi meski sudah kelas satu SD, hal itu yang membuat Kinara dan ibu nya di buli oleh orang-orang di sekolah dan sekitar tempat dia tinggal.
Kinara yang memang masih anak anak tak pernah mempermasalahkan bulian itu, tetapi tidak dengan ibu nya.
Ia bahkan sampai stress karena selalu mendengar olokan yang tak menyenangkan dari tetangga nya. Hingga hari itu, ia berinisiatif meninggal kan rumah itu.
Kinara yang memang selalu lemas ketika telat minum Asi, pagi nya meminta untuk tidak berangkat sekolah. Tetapi karena hari itu adalah hari ujian akhir tahun , membuat dia akhir nya terpaksa berangkat.
Seusai nya tiba di sekolah, Kinara yang sangat lemas karena semalaman tidak minum asi, berhenti di tengah jalan saat nenek nya tengah membeli jajanan di pinggir jalan.
Ketika itu juga, truk tronton yang bermuatan banyak kehilangan kendali kala melihat anak kecil berhenti di tengah jalan ketika lampu sudah kembali hijau. Kecelakaan maut pun tak terhindarkan kala itu.
"Semenjak itu, anak saya semakin stress dan merasa sangat bersalah," jelas wanita ini dengan menangis.
"Lalu, kenapa cucu ibu gentayangan dan mencari ibu susu? Dan dia selalu akan membunuh ibu susu nya ketika sudah bosan?" tanya Mas Damar kembali.
"Itu karena.... " ucapan ibu terjeda. Kala tiba-tiba Jenar bangkit dan mencekik nya.
"Ggrrrrhhh!" Jenar berdehem dengan suara yang seperti bukan dia. Dengan mata putih polos yang melotot menatap ibu itu.
Mas Damar yang panik langsung memegangi Jenar agar melepaskan cekikan nya pada wanita tua itu.
"Astaghfirullah, Dek. Ini bukan Jenar! Kekuatan nya beda sekali!" Seru Mas Damar yang tampak kesulitan menarik tubuh mungil anakku menjauh dari ibu itu.
Aku yang kebingungan hanya bisa menatap Mas Damar dengan tubuh gemetar.
Aku melihat ke kanan ke kiri, mencari keberadaan Sekar. Tetapi dia sama sekali tak ada. Padahal jelas tadi dia di gandeng oleh Jenar. Lalu sekarang dia dimana?
"Jenar, lepaskan nenek ini, Nak. Dia bisa mati jika kamu tidak lepaskan!" teriak Mas Damar yang langsung membuat ku panik.
Bagaimana tidak, wajah ibu itu kini berubah menjadi membiru. Mata nya melotot seperti orang kehabisan nafas.
Aku mencoba bangkit, ingin membatu Mas Damar menarik Jenar, tetapi entah mengapa aku merasa tubuh ku tidak bisa di gerakan.
Seolah ada sesuatu yang menahan agar tubuh ku diam di tempat.
"Mas... Mas Damar tarik Jenar! Tarik Mas!" Seru ku yang masih mencoba bergerak.
Tiba-tiba ada sosok bayangan anak kecil melintas di belakang Mas Damar.
Tubuh ku semakin membeku melihat itu, apa lagi mulut yang terasa keluarga tak dapat berucap sepatah kata pun.
Wuuuuss!
"Aaarrrgghhh!" teriak ku, kala sosok wajah anak kecil yang kepala nya ter congkel sebelah menampakkan bagian daging sebagian yang hilang, dengan mata yang bulat besar, sebesar telur ayam, serta wajah yang hancur parah dengan belatung dan darah mengering, bergerak cepat ke hadapan wajah ku.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments