Kaluna menyapa seorang pelanggan yang datang, seorang wanita, cantik dan anggun. Rambut wanita itu berwarna brunette indah, bergelombang cantik, sungguh rambut itu pasti sering keluar masuk salon perawatan yang mahal.
Semua orang mengenalnya, juga Kaluna, senyum menawan wanita itu menyadarkan Kaluna bahwa dirinya seperti itik buruk rupa yang bersebelahan dengan seekor burung cendrawasih yang menawan atau seekor angsa yang anggun.
Vania. Wanita secantik barbie itu sedang memilih menu makan siangnya di restoran itu.
“Ada lagi, Kak?” tanya Kaluna sopan.
“Tidak, itu saja.” jawab Vania. Selepas Kaluna meninggalkan meja, dia mendengar beberapa orang yang berbisik tentang Vania. Ia adalah seorang vlogger terkenal yang jumlah pengikutnya lebih dari dua juta.
Kaluna tahu itu, dia pun terkadang menonton Vania melalui layar ponselnya, wanita cantik yang membuat konten tentang tempat-tempat makan, makanan juga bermasak. Vania adalah seorang koki yang akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang content creator.
Cantik, pintar, jago masak, mandiri, tapi hanya satu hal yang tidak disukai Kaluna tentang wanita itu.
“Kenapa senyummu menghilang begitu berbalik badan dari meja Vania?” tanya Citra.
Kaluna menuliskan pesanan pada alat yang akan diterima di dapur.
“Jangan sampai Chef Daren keluar dari dapur dan melihat siapa yang datang.” kata Kaluna dengan suara pelan. Senyum yang biasanya selalu menjadi dekorasi pada wajah Kaluna mendadak hilang.
“Memang siapa yang datang?” Citra mengernyitkan dahi.
“Mantannya.” Kaluna menganggukkan dagunya kearah Vania yang tengah menyiapkan dua kamera di atas meja, bersiap membuat konten.
“Kita akan dapat masalah kalau dia dibiarkan membuat konten disini.” Citra mengeluh.
“Cantik, sih, tapi sayang tidak bisa baca peraturan yang ada.” ucap Kaluna ketus.
“Mau kau atau aku yang menegurnya?” tanya Citra.
“Aku saja.” Juno mengambil alih.
Juno melangkah pasti menuju meja yang ditempati vlogger itu dengan degup jantungnya yang bertalu, ia akan melarang vlogger yang diikutinya membuat content, meski itu bertentangan dengan hatinya, namun dia harus menjalankan tugas.
“Maaf, Kak, disini tidak diperbolehkan membuat konten.” kata Juno ramah.
“Benarkah? Apa ada peraturannya?” tanya Vania dengan santai, sambil memeriksa kameranya.
Juno mengangkat tangannya, mengarahkan tangannya pada sebuah papan yang tergantung di dekat pintu masuk, sebuah peraturan tertulis yang melarang dengan jelas pembuatan content.
“Ah, begitu rupanya, maaf, aku tidak melihatnya.” Kata Vania. Tapi sepertinya wanita itu tidak ada niat untuk membenahi kembali kamera-kameranya.
“Jadi mohon maaf, Kak, bisa diangkat kembali kamera-kameranya?” tanya Juno.
“Tapi, sebelumnya boleh aku tahu siapa yang membuat peraturan itu? Manager, kah?” tanya Vania lagi.
“Pemilik restoran, Kak, yang membuatnya. Chef tidak mau ada yang membuat konten tentang makanannya atau pun restorannya.” Jawab Juno.
“Chef? Apa pemilik restoran ini adalah Chef juga?”
“Benar, Kak.”
Vania terlihat menganggukkan kepalanya, lalu tetap dengan wajah cantiknya yang menyunggingkan senyuman, ia berkata, “Bisa aku bertemu dan bicara langsung dengan Chef nya? Aku akan meminta ijin secara pribadi dengannya?”
“Tapi, Kak-”
“Sebentar saja. Bukan kah pelanggan adalah raja dan ratu? Aku tidak akan membuat keributan, karena itu aku hanya akan meminta ijinnya sekali, jika tidak diijinkan, aku akan menyimpan kembali kamera-kameraku.”
Juno terlihat berpikir dan menimbang sedikit, kemudian dia menganggukkan kepalanya.
“Ih, kenapa juga si Juno pakai segala menyanggupi, dia mau terkena serangan jantung, kah?” Citra berdecak sebal.
Terlebih Kaluna, jika Daren setuju untuk keluar, maka pujaan hatinya itu akan kembali bertemu dengan mantan kekasihnya yang cantik, seksi dan elegan dengan rambut brunette-nya itu.
“Ada apa, Jun?” tanya Em yang melihat kedatangan Juno.
“Anu, Chef, ada pelanggan yang mau bertemu dengan Chef Daren.” kata Juno takut-takut, dia
bahkan tidak berani sekadar melirik pada Daren yang langsung menatapnya dingin begitu namanya disebut.
“Oh, ya? Kenapa? Ada yang salah dengan makanannya?” tanya Em.
Juno menggeleng.
“Lalu?” Masih Em yang merespon.
“Pelanggan ini mau bicara dan ijin langsung pada Chef Daren untuk membuat konten.”
“Ijin ditolak, jika dia tidak mau, suruh dia cari restoran lain.” Daren akhirnya membuka suara.
Em membuang napas dengan sabarnya.
“Apa dia seorang content creator yang berpengaruh?” tanya Em pada Juno. Sejak awal Em memang tidak terlalu setuju Daren membuat peraturan seperti itu, karena dengan bantuan promosi dari para pembuat konten di media sosail itu akan membantu jalannya usaha mereka.
“Dua juta subscriber.” Juno menjawab sambil melebarkan matanya, “Aku pengikutnya, Chef.” Juno mengacungkan ibu jarinya.
“Jadi itu artinya bisa memberikan keuntungan untuk restoran ini, bukan?” ujar Em.
“Aku tidak membutuhkan content creator untuk mempromosikan restoranku.” Lagi, Daren berucap dingin dan datar.
“Kau tidak butuh, tapi kami membutuhkannya, Chef.” Em masih mencoba untuk memberikan pengertian.
Daren tidak mengubrisnya.
“Kau lihat sendiri sudah satu bulan restoran ini tidak berjalan seperti yang kita harapkan, padahal makanan kita level bintang lima. Harga tergolong murah dengan level makanan mewah seperti ini.”
“Tidak semua hal harus berjalan sesuai apa yang kau harapkan.” Ucap Daren tanpa melihat Em.
Em menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Ia melihat Juno lalu menganggukkan kepalanya.
“Minta pelanggan kita ke dapur, jangan biarkan Chef yang tidak ingin dikenal masyarakat ini harus keluar dari persembunyiannya.”
“Baik, Chef!” Juno segera beranjak dari tempatnya.
“Kau tahu aku tidak suka peraturanku dilanggar, bukan?” tanya Daren dengan suaranya sedingin es.
“Tahu, tapi tetap saja pelanggan adalah raja dan ratu, dia meminta untuk bicara denganmu secara baik-baik, maka kita harus meresponnya dengan baik. Setidaknya jika memang kita tetap tidak memberikannya ijin, harus tetap dilakukan dengan perbincangan yang baik, bukan? Demi citra restoran ini.”
Daren hanya mendengkus. “Terserah, kau yang urus, aku tetap tidak mau ada pembuatan konten di resoranku.”
Tak lama kemudian, Kaluna yang datang dengan wajahnya yang mendung, namun seulas senyum tetap dipaksakan terukir disana.
“Chef, ini Kak Vania, ingin bicara dengan Chef mengenai ijin untuk membuat konten.” Jelas Kaluna dengan sopan. Ekor matanya melirik pada punggung bidang Daren yang berdiri memunggungi mereka, sibuk mengerjakan sesuatu di atas meja.
“Vania?” Em melebarkan matanya melihat siapa wanita yang datang bersama Kaluna.
“Em?” Sama halnya dengan Vania. “Kau pemilik restoran ini?”
Kaluna masih melihat punggung Daren yang tetap diam memunggungi mereka.
“Eum, bukan. Pemiliknya sulit untuk dijinakkan, jadi aku yang mewakilinya.” kata Em dengan santai.
“Daren?” Vania langsung mengerti siapa yang dimaksud Em, matanya pun langsung melihat pemilik punggung yang sedari tadi bergeming memunggungi semua orang tanpa suara.
Sementara hati Kaluna mulai merasakan gemuruh yang tidak membuatnya nyaman.
“Apa kau tidak mau menyapaku?” tanya Vania, dengan suaranya yang lembut, namun terdengar dibuat-buat dalam gendang telinga Kaluna.
Punggung bidang itu pun akhirnya bergerak, hingga wajah tegas dan sepasang mata yang selalu menatap dingin itu pun menghadap orang-orang di depannya.
“Apa yang kau inginkan?”
“Wah, sapaan yang hangat.” Vania terkekeh. Begitu pun dengan Em.
“Memangnya apa yang kau harapkan, eh?” Sahut Em.
“Aku tidak menyangka kau membuka restoranmu sendiri, dekorasinya sangat minimalis, benar-benar mencerminkan dirimu.” Vania bersikap seolah Daren menyambutnya dengan penuh kehangatan. Jangan tanyakan bagaimana Kaluna ingin sekali menarik rambut brunette itu keluar dari dapur.
“Selesaikan urusanmu, lalu keluar dari dapurku.” Ucap Daren.
“Tentu saja, mungkin kita bisa bicara berdua, karena kau yang membuat peraturan itu, bukan? Jadi seharusnya aku langsung bicara denganmu, bukan?” tanya Vania, seraya menyelipkan sejumput rambutnya di belakang telinga.
Sok kecantikan! Umpat Kaluna dalam hatinya. Meski memang kenyataannya Vanias ecantik yang terlihat.
“Tidak ada pembuatan konten apa pun di restoran ini.” Ujar Daren lagi, ia tidak mengubah ekspresinya sama sekali.
“Tapi konten ku dapat memberikan keuntungan untuk restoranmu.”
“Itu urusanku, bukan urusanmu.”
“Baiklah, aku tidak akan memaksa.” Vania mengangkat tangan, menandakan dirinya menyerah.
“Kalau begitu, pergi.”
“Kulihat kau tidak terlalu sibuk. Berhubung ada sesuatu yang belum terselesaikan di antara kita, dan sudah terlalu lama kita tidak bertemu, mungkin bisa kita sekalian bicarakan sekarang? Karena aku tidak tahu kapan aku mempunyai kesempatan ini lagi?” tanya Vania.
“Eum, Reyhan, Kaluna, bisa kalian ikut aku bantu mengecek bahan makanan di gudang?” Em si paling peka.
“Tidak ada yang perlu dicek, Em. Semua masih tersedia.” Daren menghentikan Em dari aksi kepekaannya. “Dan kau,” Daren kembali menatap dingin Vania, “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Kau dengan pilihanmu, aku
dengan pilihanku.”
“Tapi D, aku tahu masih ada ruang disana untukku, bukan?”
Dih! Kepedean! Lagi-lagi Kaluna mengumpat.
Daren berdecak sebal. Dia berpaling pada Kaluna, “Bawa dia keluar dari restoran ini, jangan sampai dia membuat konten apa pun, atau aku akan memotong gaji kalian semua.”
Kaluna mengangguk, sama sekali tidak tersinggung atau pun merasa takut dengan ancaman Daren.
“Mari, Kak,”
“Baiklah, setidaknya aku tahu, kau yang memasak untuk pesananku, kesempatan itu masih ada.”
“Duh!” Tiba-tiba Kaluna menyentak kaki seraya tangannya menggebrak meja dapur yang paling dekat dengannya. “Anda ini tidak mengerti bahasa manusia atau apa?”
Em dan Reyhan sampai melongo dibuatnya. Tapi tidak dengan Daren, dia tetap dengan ekspresi dinginnya melihat kelakuan Kaluna.
“Apa pun yang pernah ada antara Anda dan Chef Daren sudah berakhir, sudah tidak ada ruang lagi. Anda dengan
pilihan Anda, dan Chef dengan pilihannya. Setidaknya hargai pilihan Chef.”
“Hei, kau ini siapa? Kenapa ikut campur? Tahu apa kau tentang kami?”
“Anda benar-benar ingin tahu siapa saya?” Kaluna mengangkat sebelah alis matanya.
“Ya! Berani sekali ikut campur!”
“Saya kekasih Chef Daren Seno, saya yang telah menjadi pilihan Chef Daren untuk berjalan disisinya dimasa depan! Jadi mengerti, kan, sekarang sudah tidak ada kesempatan atau pun ruang untuk Anda kembali mengusik hidup kekasih saya. Jadi berhenti untuk bersikap sok kecantikan dan kepedean pada kekasih orang!” ujar Kaluna dengan begitu lancar jaya dan meyakinkan.
Em dan Reyhan semakin melongo. Tapi tidak ada sanggahan dari Daren, dia hanya tetap dia menatap Kaluna dingin.
“Apa?!” Vania tidak percaya dengan yang dikatakan gadis berseragam pramusaji di hadapannya itu. Ia menatap Kaluna dari ujung sepatu keds hingga ujung kepala Kaluna. “Kau! Apa benar begitu, D?” Vania berpaling pada Daren.
“Keluar dari restoranku.” Sahut Daren, tidak menyangkal ucapan Kaluna, pun menjawab Vania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Eka Bidel
Wuaahhh,,, keren...
Nah gini dong, pemeran utama wanita ga harus selalu ditindas.
Ada juga yang seperti Kaluna yang berani & tegas.
2023-01-07
1