Beberapa dari kita menginginkan untuk memenuhi setiap daftar mimpi yang kita inginkan, terkadang ada yang menghalalkan segala cara hanya untuk bisa menorehkan pena sebagai tanda daftar telah tercapai, namun ada pula yang mengikhlaskan bahwa kadang hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, bahwa kadang mimpi tidak selalu
bisa diwujudkan. Ada yang menyesali, ada pula yang melihat lebih dalam bahwa – lagi-lagi – kadang mimpi yang tidak terwujud bisa memberikan makna dan kejutan lain yang lebih berarti.
Satu bulan telah berjalan sejak kali pertama lulusan design grafis terbaik di universitasnya diterima sebagai pramusaji setelah puluhan surat lamaran pekerjaan di bidang yang serupa dengan jurusannya tidak ada yang menerima keahliannya. Apakah mimpinya telah berakhir? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi apakah ada penyesalan kala kakinya melangkah masuk ke dalam bangunan bertingkat tiga yang saat itu sedang masa renovasi?
“Tidak.” Kaluna menjawab atas pertanyaan yang diajukan tiga orang rekan kerjanya sesama pramusaji saat mereka sedang menyiapkan meja-meja.
“Tapi mimpimu berakhir hanya untuk membawakan makanan di atas nampan, tersenyum ramah meski dengan pelanggan yang menyebalkan.” Ujar Citra.
Kaluna tersenyum, seraya membentangkan lap di atas meja dan menggerakkannya. “Kau tahu, kita semua mempunyai mimpi, cita-cita, daftar keinginan dan kita semua berusaha untuk menggapainya, ada yang langsung mulus mencapai jalan yang diinginkan, tapi ada juga yang harus berbelok, menepi, istirahat, berteduh agar bisa menguatkan kaki untuk bisa melangkah lagi sampai tujuan, dan ada juga yang harus berputar balik.” katanya, “Dan aku tidak menyesali jalan apa pun yang telah mengarahkanku sampai disini. Mungkin aku harus menahan dulu kakiku untuk melangkah, beristirahat dan menikmati proses perjalananku, dan lihat, dalam prosesnya aku bertemu kalian, tiga orang asing yang rupanya sudah satu bulan ini sama-sama mengeluhkan satu hal yang sama, yaitu bos yang super dingin.”
Mereka tertawa. Kaluna, Citra, Juno dan Radit.
“Yah, bos yang sangat kau gilai itu.” Radit menggelengkan kepala sambil terkekeh.
“Untungnya kita punya Chef Em yang lebih peka.” Citra cekikikan.
“Ufh! Kalau aku jadi Reyhan, jadi asisten dapur dimana harus dibawah langsung Chef Daren di dapur, ufh, gajiku akan habis hanya untuk pergi terapi agar tidak mengalami trauma berkepanjangan.” Juno menimpali.
“Omong-omong, apa yang kau sukai dari Chef Daren, sih? Yah, dia memang ganteng, sih, tapi tatapan matanya… ihhh, bikin merinding, auranya selalu dingin, dia bahkan tidak pernah melihatmu atau meresponmu.” Citra kini berjongkok untuk mengelap kaki-kaki meja. Juno beralih membersihkan kaca jendela besar. Radit menyusun nomor-nomor pada meja, dan Kaluna melap sendok-sendok, memastikan peralatan logam itu mengilat.
“Benar itu! Aku juga heran, dari mana kau bisa tahu tentang dia, aku saja bahkan tidak mengenalnya, aku tidak pernah melihatnya di acara-acara televisi, iklan, majalah, tabloid, apa pun! Tapi kau bahkan sampai bisa mengidolakannya? Kau bahkan sampai bisa membuat scrap book tentangnya. Bukan main!” Radit menggelengkan kepalanya lagi.
“Fangirl kadang memang menyeramkan!” Juno pura-pura bergidik ngeri.
“Selamat pagi!” Sapaan hangat yang ceria menginterupsi obrolan santai keempat orang itu. Em datang dengan kaca matanya yang sedikit berembun.
“Pagi Chef Em!” Balas keempat pramusaji itu.
“Sarapan! Sarapan!” Em meletakkan lima bungkus kotak seterofoam di atas meja.
“Wah, Chef Em memang yang terbaik!”
“Terpeka!”
“Terhangat!”
“Hei, percuma disebutkan semua kelebihanku, tetap akan kalah dengan pesona aura dinginnya Chef Daren tercintanya Kaluna.” Em bergurau yang selalu mendapatkan tawa renyah dari bawahan-bawahannya.
“Reyhan sudah datang?” tanya Em.
“Sudah, Chef, dia langsung ke dapur untuk menyiapkan semuanya.”
“Panggil dia, suruh sarapan dulu agar tubuhnya hangat nanti saat harus bekerja di dalam dapur dengan aura yang membekukan.” Kekeh Em.
Em langsung menuju ruangannya di lantai tiga, sementara Citra memanggil asisten dapur itu untuk ikut bergabung menyarap bersama, saat Fortuner hitam mendarat pada pelataran parkir restoran yang belum masuk pada jam buka.
Juno menyenggol Kaluna yang duduk di sebelahnya siap untuk menyantap sarapannya.
“Pagi Chef!” Juno, Radit, Kaluna menyapa manusia es itu. Suara Kaluna jelas lebih lantang dari dua lelaki di sebelahnya. Tapi tidak ada tanggapan dari pria bertubuh tinggi tegap yang potongannya lebih pas terlihat seperti mafia yang menodongkan pistol ke kepala musuh dari pada seorang koki yang memasak makanan untuk menghangatkan perut manusia. Daren terus berjalan melewati mereka, menyisakan aroma musk yang segar di udara hingga sampai pada indra penciuman Kaluna. Pria itu bahkan tidak melirik sedikit pun.
“Bibirmu bisa robek, Kal.” Ucap Radit yang mulai menyuap sarapannya.
“Mubazir sekali sedekah senyummu itu, Kal… Kal…” Kali ini Juno yang menggelengkan kepalanya.
Tapi Kaluna tetap tersenyum, ia selalu semangat ’45 setiap hari hanya dengan melihat sosok dingin itu.
Kaluna tidak akan mengharapkan lebih. Takdir telah mempertemukannya dengan seseorang yang telah dia sukai saja sudah lebih dari cukup. Namun, jika ternyata takdir yang justru menginginkan lebih dari sekadar pertemuan ini, apakah Kaluna akan menerimanya?
Senyuman itu tidak ada lenyap dari wajahnya. Juno dan Radit menjaminnya.
***
Di lantai tiga, adalah ruangan kerja untuk Chef Daren, juga Em, terkadang Daren memilih untuk tidur disana dari pada harus pulang ke rumahnya. Dia mengganti pakaiannya, dengan seragam Chef berwarna hitam. Warna kesukaannya. Hitam.
Pada sudut lain, Em sedang menyantap sarapannya, sambil menonton drama Turki yang menceritakan kisah cinta seorang mafia berhati dingin dengan seorang dokter bedah yang berhati malaikat. Sesekali Em tertawa kecil, mungkin diselipkan adegan dengan percakapan lucu disana.
“Kau tahu, Dar, pemeran mafia di drama ini sangat mirip denganmu.” kata Em seraya menyeka bibirnya.
Daren mengecek sesuatu pada buku besarnya. Ia tidak peduli dengan omong kosong Em.
“Dingin, gelap, dan menarik diri dari semua hal yang bisa memberikannya secercah cahaya.” Em tetap melanjutkan. Dia sudah terbiasa dengan diamnya Daren. Tapi Em sudah mengenal Daren bertahun-tahun, pria itu diam, bukan berarti dia tidak mendengar dan merasakan.
Seulas senyum pada wajah Em menatap rekannya yang tetap bergeming, fokus pada apa yang sedang dilakukannya.
“Bahkan untuk melihat catatan buku saja, kau melihatnya dengan tatapan yang dingin.”
Daren tetap diam.
“Aku akan ke bawah duluan, aku harus memastikan Reyhan sudah mengisi perutnya dengan makanan hangat, agar tubuhnya hangat saat harus berada di ruangan yang super dingin, aku takut anak itu terserang hiportemia.” Em berlalu keluar dari ruangan sambil bersiul santai.
Daren tetap bungkam. Meski buku yang dipegangnya telah dia singkirkan dari pandangannya.
Tak lama Em meninggalkan kehengingan dalam ruangan itu, suara ketokan pada pintu terdengar. Daren menghela napas. Dia tahu suara itu akan merusak keheningannya, tapi dia tidak bisa mencegahnya.
“Kopi, Chef?” Gadis itu muncul dari balik pintu, membawa nampan yang berisi satucangkir espresso panas.
Daren hanya
mengangguk singkat Percuma menolak, gadis itu tetap masuk dengan keras kepala yang meletakkan cangkir kecil berisi cairan kafein hitam itu di atas meja. Matanya menatap dingin tak bersahabat pada si pembawa kopi, belakangan Daren tahu, gadis itu juga yang meracikkan kopi untuknya setiap pagi selama hampir satu bulan ini.
Setelah meletakkan cangkir kecil itu di atas meja, Kaluna tidak langsunng beranjak, dia akan berdiri sejenak di depan meja, memandangi pria dengan garis wajah yang tegas dan sepasang mata dingin itu dengan tatapan dalam yang hangat. Hanya sejenak, tapi dapat memunculkan semburat alami merah jambu pada pipinya.
Gadis itu tidak pernah kapok dan tidak ada takutnya dengan pria itu. Dia tetap menjadi penggemar sejati.
“Pergi.” Satu kata meluncur keluar dari bibir tipis Daren yang disertai udara dingin. Tapi sepertinya Kaluna bukan orang yang mudah terserang hiportemia.
.
.
.
TBC~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Eka Bidel
Semangaattt Kaluna. Kamu pasti bisa meluluhkan beruang salju.
2023-01-07
1