Erika tau bahwa Hazel tidak diberitahu apapun oleh paman dan bibinya yang merupakan satu-satunya kerabat, kakak iparnya ini bahkan tidak mengetahui nama suaminya sendiri. Oleh karena itu, dia mau tidak mau harus menjelaskan sendiri karena ada banyak aturan tak terucapkan dalam keluarga mereka. Erika tidak ingin gadis yang menjadi korban ini, diganggu oleh sanak keluarga karena tidak tau apa-apa.
Lagipula, ibunya juga tidak akan mau membuat Hazel dan Acre bercerai.
Semua hanya gara-gara mimpi itu.
Dia menyesuaikan letak kacamatanya dan berujar serius
"Hazel, sebelum aku menceritakan tentang kakakku ... Biarkan aku menceritakan tentang keluarga Josiah lebih dulu."
Pihak lain mengangguk dan menyamankan posisi duduknya
"Silahkan."
"Pertama-tama biarkan aku membicarakan tentang titel keluarga Josiah sebagai salah satu keluarga 'tertua', tapi aku yakin kau pasti sudah pernah mendengarnya 'kan?" Pancingnya.
Hazel mengangguk dan turut bicara
"Keluarga Josiah adalah keluarga yang berakar di provinsi ini sejak zaman kerajaan, bukan sebagai bangsawan tapi sebagai keluarga yang berhasil dalam ilmu pengobatan. Pendiri keluarga Josiah, adalah wanita yang berhasil menemukan obat untuk wabah pada zaman itu. Berkat obat yang memenangkan perhatian raja, seluruh anggota keluarga Josiah mulai mempelajari farmasi dengan serius dan membantu raja untuk memenangkan suara rakyat. Lambat laun ini menjadi semacam tradisi dalam keluarga, untuk menjadi dokter."
Erika mengangguk dan melanjutkan
"Banyak anggota keluarga Josiah yang menjadi dokter sejak saat itu. Tapi semakin banyak dokter dalam keluarga, semakin sedikit juga anggota keluarga yang bisa meracik obat sendiri akibat sudah terpengaruh pengobatan asing. Jadi lambat laun, titel keluarga Josiah sebagai keluarga pengobatan, berubah menjadi keluarga dokter."
Erika menuang teh sekali lagi dan meneguk sedikit, melanjutkan
"Kakek dan nenekku, Luca dan Ivy Josiah adalah sepasang dokter dan ahli pengobatan pada masanya. Sedangkan ayah dan ibuku, Andra dan Alexa Josiah adalah pasangan dosen dan dokter. Untuk paman dan bibi, kebanyakan dari mereka tidak tertarik dengan pengobatan dan memilih memulai bisnis secara independen yang tak ada hubungannya dengan farmasi."
"Saat masuk ke keluarga Josiah, tidak akan ada yang peduli seperti apa masa lalu maupun latar belakangmu. Asal dengan satu syarat, kau harus berpendidikan. Keluarga Josiah tidak akan menerima orang bodoh. Bahkan istri pamanku dulu pernah bekerja di bar. Tapi karena itu demi dia bisa lanjut kuliah, maka kakek dan nenek kami merestui hubungan mereka."
Seolah teringat sesuatu, Erika menambahkan
"Yang dimaksud berpendidikan dalam keluarga kami, bukan berarti menempuh pendidikan hingga Universitas. Melainkan kecerdasan, empati, sopan santun, dan setiap kata yang keluar dari mulut mereka. Jadi Hazel, kau termasuk dalam kategori itu. Kau sarjana psikologi 'kan?"
Hazel mengangguk, tapi hatinya merasa kesal karena diingatkan kembali
"Iya, sebelum kalian menarikku dalam ikatan yang tidak aku inginkan."
Erika menggaruk tengkuk dengan canggung
"Uh ... Maaf soal itu, Hazel. Boleh aku melanjutkan ceritaku?"
Pihak lain hanya mengangguk.
"Kakakku, Acre Josiah adalah seorang dokter yang memiliki wawasan tentang bisnis. Jadi dia adalah kandidat yang paling cocok untuk mewarisi jabatan presiden di perusahaan farmasi keluarga Josiah. Sementara aku, Erika Josiah adalah wakil presiden di perusahaan. Karena ini bisnis keluarga, maka tentu saja kebanyakan yang menjabat adalah anggota keluarga Josiah sendiri."
"Tapi bukan berarti seluruh anggota keluarga Josiah bisa masuk, hanya mereka yang benar-benar memiliki kemampuan dan keterampilan nyata saja. Jadi ini bukan nepotisme."
Hazel hanya menatap Erika yang sedang menjelaskan situasi keluarga Josiah, Acre yang sejak awal berdiri di sebelahnya juga terus mengubah raut wajahnya. Dia tidak suka akan penjelasan yang dikeluarkan oleh Erika, Hazel juga merasa bahwa ini buang-buang waktu saja.
Acre mendekatkan wajahnya ke telinga Hazel dan berbisik
"Coba tanyakan padanya, tentang bagaimana aku mati."
Hazel berkedip satu kali sebagai isyarat bahwa dia mengerti, dan menatap lamat Erika yang masih sibuk posisi mana saja yang di duduki oleh anggota keluarga Josiah dalam perusahaan.
Jadi Hazel mengetuk meja dengan lembut satu kali, mengisyaratkan agar Erika berhenti bicara sejenak. Pihak lain menghentikan ucapannya dengan sopan, menunggu giliran Hazel untuk mengajukan pertanyaan.
Gadis itu tidak lagi merasa sungkan dan berujar
"Aku berterimakasih atas informasimu mengenai keluarga Josiah, tapi sayangnya bukan itu yang paling mengusikku saat ini, Erika."
"Kau ingin bertanya tentang Acre Josiah?" Tebak pihak lain.
Hazel mengangguk, bertanya tanpa ragu
"Aku bisa menebak pribadi seperti apa dia, jika kulihat dari ceritamu. Tapi yang ingin kutanyakan adalah, bagaimana dia mati? Atau mungkin, bagaimana tepatnya kalian sepakat memutuskan bahwa dia sudah mati?"
Erika terdiam, lalu tertawa kecil
"Kau tidak mau berbasa-basi dan menceritakan dirimu lebih dulu padaku?"
Hazel balas tersenyum
"Soal itu bisa kita bahas begitu kau menjawabku, Erika."
"Ini sebenarnya topik yang agak berat" ujarnya.
"Kau sudah bisa menebak betapa kuatnya kakakku dari cerita barusan bukan?" Pancingnya.
Hazel mengangguk.
"Tentu saja ada pro dan kontra dalam setiap keluarga begitu sampai pada memutuskan siapa ahli waris yang akan menjadi patriark atau matriark kedepannya. Tapi anggota keluarga kami semuanya adalah orang lugas yang tidak akan sungkan mengajukan keberatan sekaligus alasannya, dan kakakku berhasil menenangkan mereka semua dengan pembagian saham yang sesuai kinerja mereka di perusahaan" raut Erika berubah serius.
"Waktu itu dia tentu masih muda, baru hendak menginjak 25 tahun. Jadi posisi sebagai presiden tidak akan diserahkan padanya sampai dia berumur setidaknya 30 tahun, usia matang dimana dia tidak akan menuruti egonya lagi. Sayangnya, sesuatu terjadi ..." Dia menjeda untuk menenangkan emosi, Hazel juga tidak mendesak sampai wanita ini benar-benar siap.
"Dia adalah pria muda yang menyukai bunga dan fotografi, memiliki acara rutin untuk menghabiskan waktu sendiri dan mengeksplorasi hobi tanpa hiruk pikuk kota. Itu adalah tempat yang sama, kolam teratai di tanah kosong yang dekat dengan beberapa desa. Tempat yang cantik dan tidak akan pernah tampak membosankan meski sudah didatangi berkali-kali, bahkan masih dekat dengan cabang perusahaan keluarga kami" lanjutnya.
"Di hari ulangtahunnya yang ke-25, dia pergi kesana dan tidak pernah kembali. Saat kami menghampiri bersama polisi dan lusinan orang, kami hanya mendapati genangan darah yang sudah kering dan menghitam, dengan beberapa serpihan otak yang berceceran."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments