Reyna merasa tak tega melihat ibunya menangis.
"Bu, sudahlah jangan menangis. Aku sama sekali tak menyalahkan, ibu. Ini semua sudah suratan takdir."
Walaupun Reyna telah memberikan penghiburan, akan tetapi Bu Wati tetap merasa sedih.
"Ini bukan suratan takdir, nak. Ini murni kesalahan ibu dan ayah. Maafkan, ibu. Gara-gara untuk menebus hutang yang banyak, kamu menjadi korban ketidakadilan adilan di usiamu yang masih belia," terus saja Bu Wati ti menitikkan air matanya.
"Bu, jika ibu menangis dan merasa bersalah terus. Aku juga akan terus merasa bersalah pada, ibu." Tima terus saja menenangkan ibunya.
Mendengar akan hal itu, barulah Bu Wati bisa berhenti menangis. Perlahan dia mengusap air matanya.
"Ya, nak. Apa nggak sebaiknya kamu visum, pahamu memar biru seperti itu. Kan bisa buat bukti kekerasan dalam rumah tangga," tukas Bu Wati menyarankan.
"Mau visum bagaimana, bu. Aku sama sekali tak punya uang. Selama hidup ikut mertua, aku sama sekali tak pernah di beri uang. Semua gaji Mas Reyna di berikan pada mamahnya." Tukas Reyna.
"Kalau kamu nggak punya uang, lantas kenapa pula kamu bisa pulang?" tanya Bu Wati memicingkan alisnya.
"Bu, apa tak melihat telingaku? aku menjual antingku untuk bisa pulang guna membayar transportasi." Jawab Reyna.
"Lantas bagaimana dengan semua perhiasan yang di berikan oleh, Rony pada saat kalian menikah?" tanya Bu Wati menyelidik.
"Semua perhiasan termasuk cincin kawin di ambil Mas Rony lagi. Dia katakan di simpan, dengan alasan bahaya jika aku memakai perhiasan akan mengundang bahaya yakni memancing penjahat mendekati kita."
Bu Wati merasa iba karena anaknya masih sangat terlihat polos.
"Ya sudah, nak. Sebaiknya kamu tinggal saja sama, ibu dan adikmu ini."
Adik, Reyna baru berumur satu tahun. Sedangkan anak, Reyna baru berumur beberapa hari.
"Terima kasih, bu. Telah mengizinkan aku dan Romy tinggal di sini. Aku pasti akan secepatnya mencari kerja, bu. Supaya tidak merepotkan, ibu dan ayah." Reyna mencoba tersenyum.
Bu Wati semakin nelangsa mendengar perkataan dari, Reyna.
"Nak, anakmu masih kecil. Jadi kamu belum bisa bekerja, sekarang tak usah memikirkan kerja dulu. Makan seadanya saja, nggak apa-apa kan?"
"Iya, Bu. Maafkan, Reynayang telah menyusahkan."
Reyna langsung meletakkan semua
pakaiannya ke kamarnya. Kemudian dia juga membaringkan anaknya ke kasur. Dia lekas membantu pekerjaan rumah ibunya.
Reyna anak yang baik dan cekatan, dia tak usah di perintah untuk membantu orang tuanya, dia akan inisiatif membantunya.
Reyna langsung mengepel, mencuci piring dan pakaian.
"Bu, semua pekerjaan sudah beres. Apa masih ada lagi yang perlu aku kerjakan?" tanya Reyna untuk memastikan.
"Tak usah, Reyna. Kamu tinggal istirahat saja. Kamu sudah terlalu cape." Bu Wati tak tega melihat Reyna.
"Nggak lah, Bu. Aku masih kuat untuk bekerja. Lebih baik ibu saja yang istirahat, mumpung Dede masih tidur."
"Ya sudah, ibu tidur sejenak dan tutup warungnya ya. Kalau kamu memang nggak cape, tolong bungkusi gula pasir. Di timbang menjadi seperempat an." perintah Bu Wati.
"Baiklah, Bu."
Sementara Bu Wati lekas tidur, sedangkan Reyna dengan cekatan mengerjakan apa yang di perintahkan oleh ibunya.
********
Waktu berlalu begitu cepatnya, tak terasa sudah satu tahun perpisahan antara Reyna dan Rony. Romypun sudah berusia satu tahun.
"Reyna, kamu telah berpisah satu tahun. Tapi kenapa statusmu masih saja menggantung? kenapa, Rony tak bersedia mengurus perceraian kalian?" tanya Ayah Darmawan.
"Entahlah, yah. Aku juga bingung kenapa seperti itu."
"Ya sudah, biar ayah yang akan ke rumah, Rony untuk menanyakan tentang hal ini."
"Biar, Reyna ikut ya yah."
"Nggak usah, kamu di rumah saja bersama ibu. Cukup ayah saja yang ke sana."
Ayah Darmawan lekas pergi ke rumah Rony dengan mengendarai motor bututnya. Hanya beberapa menit saja telah sampai di rumah mewah milik, Rony.
"Ada apa, kemari?" tanya Dedyketus.
"Mana, Rony? aku ada perlu dengannya."
"Ada apa mencariku, yah?" tanya Rony.
"Sebenarnya apa mau kamu? menggantung status, Reyna sampai setahun lamanya. Kamu juga tak tanggung jawab sama sekali, selama setahun tak menafkahinya, Romy."
"Kenapa ayah menyalahkan saya? Dulu Reyna pergi atas kemauan sendiri, berarti dia yang menginginkan berpisah. Secara otomatis dia yang harus mengurus sendiri proses perceraian." Tukas Rony masa bodoh.
"Dasar, orang tak punya hati nurani! katanya kaya tapi sama sekali tak bisa membiayai urus cerai. Orang kaya pelit."
Setelah mengucapkan kata-kata yang sangat pedas, ayah Darmawan lekas pergi.
"Bodohnya aku, dulu menjodohkan Reyna dengan pria yang tak punya hati nurani sama sekali!"
"Kasihan, Reyna. Harus menderita gara-gara keegoisanku."
Selama perjalanan pulang, terus saja Ayah Darmawan merutuki dirinya sendiri. Dia sangat menyesal atas semua yang di lakukannya dulu. Tapi penyesalan hanyalah tinggal penyesalan karena semua susah terjadi tak bisa kembali lagi seperti dulu.
Dengan sangat terpaksa, Ayah Darmawan menjual motor bututnya untuk biaya perceraian.
"Hanya ini satu-satunya jalan supaya aku bisa mendapatkan uang untuk mengurus gugatan cerai, Reyna."
Setelah mendapatkan uang dari hasil menjual motor bututnya. Ayah Darmawan pulang dengan naik angkutan umum.
"Yah, mana motornya? bukannya tadi pergi bawa motor, kok pulang nya nggak bawa motor?" tanya Reyna.
"Ayah jual motornya, Reyna."
"Kenapa di jual, yah?"
"Untuk mengurus gugatan ceraimu pada, Rony. Karena usaha ayah gagal untuk meminta pertanggung jawaban dari Rony. Jika kita tidak bertindak sendiri, selamanya kamu akan di gantung."
"Ayah nggak ingin statusmu nggak jelas. Di katakan janda tapi masih bersuami di katakan bersuami tapi serasa janda."
"Jadi, Mas Rony tidak mau mengurus perceraian?" tanya Reyna memastikan.
"Iya, Reyna. Dia angkat tangan karena dulu pada saat kamu pergi itu karena inisiatif kamu sendiri. Dia tak pernah mengusirmu, dia pun tak pernah ingin pisah darimu. Jika kamu ingin pisah, harus urus sendiri."
"Ayah ingin bertanya padamu, memangnya kamu masih ingin bersama dengan, Rony?"
"Yan, jika aku masih ingin bersamanya. Pasti aku tak berpisah dalam jangka waktu lama."
"Ya sudah, kalau begitu biar ayah yang akan menemanimu ke pengadilan agama guna mengurus perceraian. Lebih cepat lebih baik."
Tiba-tiba, Reyna menitikkan air matanya. Dia sangat iba pada orang tuanya.
"Yah, aku minta maaf ya. Gara-gara aku, motor ayah jadi di jual."
"Reyna, justru ayah yang seharusnya minta maaf padamu. Ayah yang membuatmu menjadi menderita."
"Sudahlah, yah. Mungkin semua ini sudah suratan takdir hidupku."
Reyna mengusap air matanya, dia mencoba tersenyum walaupun hatinya sangat sakit bagai tersayat sembilu. Terluka tapi tak berdarah.
*****
Pagi menjelang, Reyna dan Ayah Darmawan lekas ke pengadilan agama untuk mendaftarkan gugatan cerainya.
Hanya dalam waktu beberapa menit saja, urusan tersebut telah selesai. Dia terus saja memberikan banyak nasehat pada anak semata wayangnya supaya tak usah resah dan gelisah apa lagi panik.
"Kita kemari satu minggu lagi dengan membawa dua saksi. Kamu yang sabar ya, Reyna. Semua pasti lekas berlalu."
Darmawan mencoba menghibur Reyna yang terlihat murung, panik, dan gelisah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Nonny
wah senangnya dpt readers sprt kk, mampir juga ka di karya aku yg berjudul wonder woman
2022-09-16
0
heni diana
Sukurlah orng tua reyna peduli dengan nya... Memng penyeaaln selalu dtang belakngan pak
2022-09-16
2