Selalu Di Salahkan

Waktu berjalan begitu cepatnya, kini usia kandungan Reyna sudah semakin membesar memasuki usia delapan bulan.

Dari usia kandungan, Reyna lima bulan dia sudah biasa berkutat dengan segala pekerjaan rumah tangga.

Padahal di rumah Rony sudah ada beberapa asisten rumah tangga.

Karena rumah Rony tergolong sangat besar, dan megah. Akan tetapi orang tuanya selalu memperlakukan, Reyna layaknya asisten rumah tangga. Mereka sama sekali tak memikirkan jika saat ini, Reyna sedang hamil.

"Aduh, kenapa aku seperti orang yang buang air kecil. Tetapi aku tidak menyadari jika aku buang air kecil."

Reyna bercerita tentang hal ini pada suaminya, akhirnya mereka memutuskan periksa ke bidan.

"Nona Reyna, apa yang anda rasakan ini bukanlah karena anda buang air kecil tapi tidak terasa. Tapi air ketuban telah pecah."

"Seharusnya anda sudah mulai merasakan tanda-tanda akan melahirkan, tetapi anda sama sekali belum merasakan apapun."

"Saya akan memberikan obat untuk pemacu supaya anda lekas merasakan kontraksi. Jika obat yang saya berikan tidak bereaksi, saya anjurkan segera anda ke rumah sakit dan melakukan operasi Caesar."

"Karena jika air ketuban telah pecah tetapi anda belum juga merasakan kontraksi, itu sangatlah berbahaya pada janin, anda."

Saya sarankan, anda jangan terlalu banyak bergerak karena di khawatirkan air ketuban akan terus keluar dan itu bisa berbahaya buat janin, anda."

"Bedress dulu, berbaring saja supaya mencegah air ketuban semakin banyak ke luar."

Bidan menjelaskan secara detail apa yang di rasakan oleh, Reyna

Setelah pulang dari bidan, Reyna langsung meminum pil pemberian dari, Bu Bidan. Dia menuruti anjuran dari bidan supaya jangan banyak bergerak.

"Reyna, jam besar malah tidur saja! itu justru tak baik untuk kandunganmu! dasar pemalas!" hardik Bu Desy lantang.

"Mah, ini anjuran dari Bu Bidan kok. Air ketuban sudah pecah dan Reyna belum merasakan kontraksi. Jadi dia tak boleh banyak bergerak supaya tidak menguraa air ketuban yang ada di dalam tercurah ke luar. Kata, Bu Bidan bisa berbahaya bagi janinnya."

Rony yang menjelaskan kenapa Reyna tidak beraktifitas selama pulang dari bidan.

Beberapa saat, barulah Reyna merasakan kontraksi. Perutnya sakit, mulas nggak karuan. Dia terus saja merintih kesakitan, akan tetapi dia berusaha menahannnya.

Biarpun dia masih belia, akan tetapi tidak manja. Rasa sakit yang teramat sangat membuatnya tak bisa memejamkan matanya, semalaman dia tidak tidur.

Hingga dini hari baru, Reyna bisa memejamkan matanya. Beberapa jam kemudian, terdengar suara ayam berkokok. Reyna telah terbangun, tapi dia masih saja merasakan begitu kuatnya sakit yang di rasakan. Perut juga semakin mengencang.

"Ya Allah, luar biasa nikmat rasa ini. Duhhh, rasanya sungguh....sssstt...ssst.."

Terus saja Reyna merintih dengan mata berkaca-kaca.

"Reyna, apa nggak sebaiknya kita ke bidan lagi. Mungkin saja sudah waktunya untuk kamu melahirkan," Rony menata ke arah Reyna dengan wajah panik.

"Jangan dulu, mas. Kata Bu Bidan, jika belum mengeluarkan bercak darah itu tandanya belum saatnya untuk melahirkan." Cegah Reyna.

"Tapi aku nggak tega melihatmu, sudah seharian kamu seperti ini menahan rasa sakit." Rony merasa iba pada Reyna.

"Ini sudah kodratnya seorang wanita, mas. Kamu tenang saja, aku pasti bisa melewati semua ini kok." Reyna meyakinkan suaminya.

Hingga jam tiga sore barulah, Reyna sudah benar-benar tidak bisa menahan rasa sakitnya. Saat itu juga, Rony membawanya ke bidan yang rumahnya kebetulan hanya satu meter dari rumah, Rony.

Segera Bu Bidan dan salah satu perawatnya memberi penanganan pada, Reyna. Karena memang sudah waktunya bagi, Reyna untuk melahirkan.

Hanya sepuluh menit saja, sudah terdengar suara bayi menangis dengan sangat kencang.

"Oek Oek Oek "

"Alhamdulillah, akhirnya lahir juga dirimu, nak." Rony menengadahkan kedua tangannya ke atas seraya mengucap syukur.

"Selamat ya, mas. Anaknya laki-laki terlahir sempurna tidak kurang suatu apapun. Silahkan masuk saja, dan anda bisa meng azdaninya."

Mendengar bidan telah memberikan izin, Rony tak berlama-lama lagi. Dia lekas masuk ke ruang bersalin untuk memberikan selamat pada istrinya dan untuk mengazdani anaknya.

"Reyna, terimakasih karena kamu telah menyempurnakan hidupku. Dengan memberiku seorang anak lelaki yang selama ini aku harapkan."

Rony langsung menggendong bayinya dan mengadzaninya.

"Reyna, aku akan memberinya nama, Romy."

Sudah dua hari, Reyna berada di klinik bersalin. Kini saatnya dia pulang ke rumah mertuanya.

"Mba Reyna, karena anak mba lahir di saat air ketuban pecah cukup lama. Untuk antisipasi, saya akan memberikan suntikan dua kali yakni setiap pagi dan sore di lakukan selama tiga hari. Ini untuk antisipasi supaya, bayi anda tidak meminum air ketuban atau istilah orang Jawa ngokop." Tukas Bidan.

Reyna mengiyakan apa yang di perintahkan oleh Bu Bidan. Reyna pulang bersama bayinya dengan naik becak, sementara Rony mengemudikan motornya.

Sampai di rumah, tidak ada sambutan yang hangat dari kedua mertuanya.

"Kenapa lama di klinik? sampai menginapnya dua hari dua malam segala. Padahal dulu, mamahnya Rony malah melahirkan di rumah cukup dengan dukun beranak!" cemooh dari mulut Dedy.

"Menantu kita kan manja, pah. Nggak kaya mamah dulu, kuat, tegar. Reyna kan rapuh, nggak seperti mamah," cemooh dari Desy.

Reyna hanya diam saja mendengar cemoohan dari kedua mertuanya. Dia hanya bisa menggerutu di dalam hati, mencoba menguatkan diri sendiri.

"Ya Allah, kenapa kedua mertua selalu saja tak senang padaku. Ada saja cara mereka untuk memojokkanku. Bukannya memberikan selamat padaku, tapi malah menghinaku habis-habisan."

"Ya Allah, aku mohon kuatkanku menghadapi sikap kedua mertuaku."

Reyna masih merasakan rasa sakit setelah melahirkan, kini dia malah bertambah sakit hati dengan ocehan mertuanya yang sangat menusuk hatinya.

"Pah, menantu kita sekarang sudah tak bisa mendengar apa ya? dan tak bisa berbicara," kembali lagi, Desy menyerang menantunya.

"Memangnya kenapa, mah?" Dedy menautkan alisnya.

"Lihat saja, saat kita berbicara padanya. Dia sama sekali tak merespon. Mungkin sudah tuli dan sudah nggak bisa berkata alias bisu," kata-kata kasar keluar dari mulut Desy.

"Astaghfirullah, jika aku berkata di bilang aku ini lancang, nggak sopan, dan pembangkang. Aku diam pun salah, lantas aku harus bagaimana ya, Allah? selalu saja serba salah," batin Reyna.

Reyna melangkah masuk ke dalam kamar dengan menitikkan air mata nya.

Pagi menjelang, tak lupa Reyna menyiapkan segala sesuatunya untuk kebutuhan suaminya ke kantor.

'Reyna, jika kamu akan ke bidan sebaiknya minta tolong mamah untuk menemanimu. Karena kamu kan masih belum sehat benar," pesan Rony.

"Baiklah, mas. Kamu yang hati-hati ya kerjanya."

Tak lupa Reyna mencium punggung tangan suaminya.

Setelah itu, Rony berangkat ke kantor bersama papahnya.

Sementara Reyna hanya di rumah bersama mamah mertuanya.

"Ini sudah saatnya aku membawa Romy ke klinik untuk mendapatkan suntikan."

Dia mencari keberadaan mamah mertuanya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

mertua Reyna jahat sekali 😠😠

2023-06-05

1

Nonny

Nonny

ka ini aku angkat dr kisah nyata, bnr2 terjadi ka

2022-09-16

0

heni diana

heni diana

Kenpa ya mertuanya reyna berubah gth hrua nya ada sebab nya kenp jdi berubah Aneh

2022-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!