Mulai Di Musuhi

Reyna tak bisa menolak pada saat Rony mendekatinya dan melakukan apa yang di inginkannya. Reyna hanya pasrah saja, walaupun dia sama sekali belum rela, tapi dia tak bisa memberontak.

Malam pertama terjadi dengan semestinya, tanpa ada halangan apa pun. Rony langsung tertidur pulas setelah selesai melakukan ritual malam pengantin.

Namun tidak dengan, Reyna. Dia malah menitikkan air matanya.

"Ya Allah, seharusnya setiap orang menikah itu bahagia. Tapi aku malah sama sekali tak merasa bahagia, tetapi aku tertekan."

"Ya Allah, kenapa aku masih saja belum ikhlas dengan pernikahan ini? Bantu aku tuk bisa terima dan ikhlas dengan menerima takdirku ini ya, Allah."

Terus saja batin Reyna berkecamuk ingin memberontak, tapi itu takkan mungkin di lakukannya. Karena kini dia sudah menjadi istri sah, Rony.

*******

Tak terasa pagi menjelang, kehidupan awal pernikahan Reyna di rumah mertuanya berjalan wajar tak ada permasalahan.

Akan tetapi pada saat Reyna mulai hamil, di sinilah dirinya mulai di beri ujian.

Saat ini Reyna tengah hamil empat bulan. Dari usia kandungan satu bulan dia sudah merasakan ngidam seperti wanita hamil pada umumnya.

"Reyna, kalau lagi hamil itu jangan malas. Jangan beralasan ini dan itu, hingga tak mengerjakan pekerjaan rumah tangga," cakap Bu Desy dengan lantangnya.

Reyna hanya diam saja, saat ini dia sedang merasakan sakit kepala yang teramat sangat hingga berbaring di kamarnya.

Sementara Bu Desy berkata dengan berdiri tepat di pintu kamar Rony

"Rony, apa kamu tak pernah menasehati istrimu supaya jangan bermalas-malasan saja?"

"Mah, biarkan Reyna istirahat. Kasihan juga dari pagi muntah- muntah dan nggak mau makan sama sekali. Mungkin badannya terasa lemas," Rony membela istrinya.

"Wajar bagi wanita hamil alami hal seperti itu, kamu pikir dulu mamah tak mengalami apa yang di alami oleh, Reyna. Pada saat hamil dirimu, mamah juga merasakan.

Tapi mamah tak malas seperti istrimu ini, mamah tetap melayani suami. Mengerjakan urusan rumah dan dapur,"tukas Bu Desy membandingkan dirinya pada saat hamil dengan Reyna a saat ini.

"Apa yang di katakan mamahmu itu tidak bohong, Rony. Mamahmu ini sangat cekatan, walaupun dia sedang hamil tak pernah mengeluh atau pun manja seperti istrimu," Pak Dedy mencemooh menantunya.

"Astaghfirullah alazdim, apa mereka tak tahu bagaimana rasaku saat ini? Ya Allah, beri hamba kesabaran dan keikhlasan menghadapi ujian ini," batin Reyna a menguatkan diri sendiri.

Dengan sangat terpaksa, Reyna bangkit dari berbaringnya dan melangkah keluar kamar tanpa berkata sepatah kata pun.

Reyna melangkah ke dapur di mana banyak sekali perabot rumah tangga yang masih kotor. Reyna mencuci semuanya dan menatanya di tempatnya semula hingga rapi.

"Setelah kamu selesai mencuci piring, kamu cuci semua baju kotor ini. Tapi jangan pakai mesin cuci, karena sedang rusak. Kamu cuci manual pake tangan saja, malah lebih bersih." Bu Desy meletakkan satu keranjang besar berisi pakaian kotor.

"Iya, mah." Hanya itu yang keluar dari mulut Reyna.

Sesekali Reyna masih saja muntah, kepalanya juga sudah tak bisa di kompromi lagi. Baru saja dia selesai mencuci peralatan rumah tangga, tubuhnya limbung dan hampir saja terjatuh jika tidak di topang oleh, Rony yang kebetulan datang ingin mengecek kondisi, Reyna.

"Mah, lihat ini. Mamah terlalu memaksa kan kehendak pada, Reyna. Akhirnya jadi seperti ini, kan? dia menahan rasa sakitnya demi menuruti kemauan, mamah. Untung saja ada aku, jika tidak saat ini Reyna sudah terjatuh di lantai."

Rony menggendong tubuh Reyna membawanya ke kamar dan membaringkannya.

"Paling juga, Reyna hanya berpura- pura saja supaya dia terbebas dari pekerjaan rumahnya," cubit Bu Desy.

"Mah, Reyna pingsang beneran kok di bilang bohongan?" Rony membela istrinya.

"Namanya ngidam itu pada saat pagi saja, ini sudah siang masa masih merasakan ngidam, mamah dulu nggak seperti ini. Jadi mamah sudah paham, bagaimana ciri-ciri orang ngidam," tukas Bu Desy ketus.

Rony hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia lekas mencari minyak kayu putih. Perlahan membalurkan minyaknya ke tengkuk leher dan telapak kaki, serta menoreh sedikit di hidup, Reyna.

Perlahan, Reyna siuman. Dia membuka matanya perlahan, akan tetapi pandangan matanya masih kabur belum begitu jelas.

Kepalanya juga masih sangat sakit, badan terasa lemas tak bertenaga.

"Mas Rony, aku minta tolong ambilkan obat yang dari bidan. Kepalaku sakit sekali dan badanku terasa sangat lemas," pinta Reyna lirih.

"Apa nggak sebaiknya kita ke bidan lagi saja, Reyna?"

Belum juga Reyna menjawab ajakan suaminya, Bu Desy sudah terlebih dulu berkata.

"Manja amat, habiskan dulu obat yang masih ada. Jangan di biasakan, sedikit-sedikit ke dokter. Memangnya ke dokter itu gratis, nggak kan?" tukas Mamah mertua ketus.

"Mah, toh aku kan nggak minta sepeser pun uang dari, mamah. Aku punya uang sendiri kok," Rony mencoba memberi pengertian kepada mamahnya.

"Kenapa sejak kamu menikah dengan, Reyna. Mamah perhatikan kamu ini berani membantah apa yang mamah katakan."

"Padahal kamu ini anak yang sangat penurut dan patuh. Reyna malah membawa dampak buruk padamu. Ternyata kami memilih wanita yang salah untuk di jadikan istri untukmu."

Terus saja, Bu Desy menyerang Reyna dengan serangkaian perkataannya.

"Ada apa sih, mah? nggak enak sekali di dengar di telinga ini?" tegur Pak Dedy

"Ini, pah. Rony sekarang menjadi pembangkang sejak menikah dengan, Reyna. Dia selalu membela Reyna dari pada membela mamah," Bu Desy perlahan menitikkan air mata buayanya.

"Membangkang bagaimana, mah? tolong kalau bercerita yang jelas, janganhanya sepotong-sepotong saja," Pak Dedy menautkan alisnya.

Bu Desy menceritakan semua yang terjadi barusan pada suaminya. Tanpa ada yang di tambahi atau pun lebihkannya.

"Mah, sudahlah jangan di permasalahkan. Mungkin saat ini menantu kita memang benar-benar sedang kurang sehat. Apa lagi dia saat ini sedang hamil," Pak Dedy mencoba mencairkan suasana.

"Huh, bapak dan anak sama saja! keduanya malah membela Reyna. Padahal dulu tak seperti ini, apakah Reyna memakai guna-guna, sehingga suami dan anakku terus saja membelanya?"

Bu Desy menggerutu seraya berlalu pergi dari pintu kamar, Rony. Begitu pula dengan, Pak Dedy. Dia pun berlalu pergi dengan menggelengkan kepalanya seraya menghela napas panjang.

Berbeda dengan, Reyna yang sedari tadi sedang menahan supaya tidak menitikkan air matanya di depan suami maupun kedua mertuanya.

"Reyna, kita periksa lagi saja yuk ke bidan. Supaya lebih jelas dan supaya kamu mendapatkan obat yang tepat untuk masa kehamilanmu ini," ajak Rony.

"Nggak usah, mas. Apa yang di katakan mamah ada benarnya. Aku akan habiskan dulu obat yang di berikan oleh Bu bidan tempo dulu," Reyna tetap saja mengelak.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

kasian sekali kau Reyna diperlakukan jahat oleh mertua..Rony bawalah isteri pergi..cari rumah lain

2023-06-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!