Reyna mendampati mamah mertuanya sedang bersiap-siap, dia pikir persiapan yang di lakukan oleh Desy untuk menemani dirinya ke klinik.
"Mah, ternyata mamah sudah siap. Kita berangkat sekarang saja kan?" Reyna menyunggingkan senyum.
"Enak saja, kamu pikir aku akan pergi denganmu. Aku bersiap-siap karena ingin arisan dengan teman sosialitaku!" bentak Bu Desy.
"Mah, tolong temani aku dulu ke klinik untuk menyuntikkan, Romy karena pagi ini dan nanti sore dia harus mendapatkan suntikan," Reyna menatap memelas pada mamah mertuanya, akan tetapi tak di hiraukan olehnya.
"Manja banget, pergi sendiri kan kamu bisa! aku sudah siang, awas minggir!" dengan sangat kasar, Desy mendorong tubuh Reyna.
Dia pergi begitu saja tanpa menghiraukan Reyna lagi. Hingga dengan sangat terpaksa, Reyna membawa Romy sendiri. Padahal dia belum di izinkan mengangkat beban.
Akan tetapi dia sendiri yang harus menggendong anaknya.
Sialnya, tidak ada kendaraan sama sekali. Biasanya ada becak lewat akan tetapi pagi ini jalanan sangat sepi di karenakan gerimis.
Reyna memutuskan berjalan kaki dengan membawa payung karena cuaca gerimis deras. Hingga pada saat sampai di kliknik bidan, hujan begitu lebatnya.
"Alhamdulillah, di kala hujan lebat kita sudah sampai di klinik." Reyna tersenyum mencolek pipi cuby baby Romy.
"Loh, mba. Kok datang sendiri, suaminya mana? lantas hujan-hujan naik apa?"
Serentetan pertanyaan keluar dari mulut, Bu bidan yang kebetulan keluar sejenak membuang sampah.
"Aku datang sendiri, Bu. Suamiku kan kerja, Bu. Aku jalan kaki, Bu "
Jawaban yang polos dari mulut, Reyna membuat iba Bu Bidan.
"Ya Allah, mbak. Bukannya ibu sudah berpesan supaya kamu tak boleh cape dulu, apalagi seperti ini. Jalan satu meter lumayan jauh loh, gendong anak sendiri pula. Memangnya di rumah sama sekali nggak ada orang? ibu mertua misalnya?" tanya Bu bidan menyelidik.
"Nggak ada, bu. Ibu mertua sedang ada urusan penting yang tak bisa ditinggalkan," jawab Reyna.
"Sepenting apa dengan nyawa cucunya? ya sudah, yuk masuk."
Bu Bidan lekas memberikan suntikan pada, Romy.
"Mbak, tunggu sebentar ya."
Bu Bidan menelpon seseorang untuk datang, yang ternyata adalah langganan becaknya.
"Pak, tolong antarkan dia pulang sampai rumahnya." Bu Bidan memberikan langsung ongkos pada tukang becak.
"Bu, nggak usah biar saya jalan aja nggak apa-apa. Itung-itung sembari olahraga," Reyna merasa tak enak.
"Hujan, sayang. Sudah naik saja, kasihan anakmu nanti kedinginan. Hati-hati ya, mba."
Tak lupa Reyna mengucapkan terima kasih, akhirnya dia masuk kedalam becak yang di pesankan oleh, Bu Bidan.
Tanpa sepengetahuan, Reyna. Bu Bidan menelpon, Rony dan mengatakan hal yang terjadi barusan.
"Sialan, padahal aku sudah berpesan pada mamah supaya menemani Reyna. Seperti ini aku jadi malu."
Rony memutuskan untuk pulang ke rumah, dan saat hampir sampai di depan rumah. Terdengar jelas gunjingan para tetangga padanya.
"Kasihannya, Reyna. Padahal seharusnya dia melahirkan di rumah sakit yang berkelas karena suaminya kata, tapi hanya di klinik biasa yang murah."
"Iya, benar. Kasihan juga hujan-hujan jalan ke bidan sendirian. Dimana hati nurani, Bu Desy ya?"
"Iya, menantu repot sendiri malah senang -senang bertemu dengan teman sosialita."
"Sebenarnya nggak mesti ya, mendapatkan suami kaya akan hidup enak. Seperti yang kita lihat pada, Reyna."
Gunjingan tersebut sempat terdengar di telinga, Rony. Dia sangat marah pada para tetangganya.
"Reyna-Reyna "
"Iya, mas. Kok kamu sudah pulang?" tanya Reyna mengernyitkan alisnya.
"Kenapa kamu permalukan aku, hah!" bentak Rony.
"Mas, permalukan bagaimana? aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang kamu katakan?" Reyna mengernyitkan alisnya.
"Gara-gara kamu pergi ke bidan sendiri! aku menjadi gunjingan dari para tetangga dan sempat pula di tegur oleh, Bu Bidan. Bu Bidan menelpon ku!" bentak Rony lantang sampai membuat Reyna terlonjak kaget.
"Mas, aku sudah mengajak mamah tapi mamah katanya ada acara sendiri yakni arisan bersama teman-teman sosialitanya," Reyna mencoba menjelaskan.
"Eh, enak saja ya! dia bohong, Ron. Mamah bahkan menawarkan diri untuk menemaninya, tapi istrimu menolak. Makanya mamah akhirnya pergi," tiba-tiba Desy sudah ada di belakang Reyna dan Rony.
"Dengar itu, mamah aku mana mungkin berbohong!" tiba-tiba Rony menekan kening Reyna dengan telunjuknya secara keras.
"Jadi menurutmu aku yang berbohong padamu, mas?" mata Reyna mulai berkaca-kaca.
"Jelaslah, kamu yang telah merekayasa semua ini. Supaya kami terlihat buruk di mata semua orang, supaya semua orang merasa iba padamu! Picik benar jalan pikiranmu, Reyna!" bentak Rony.
"Mas, aku tak seburuk yang kamu katakan. Dan aku tak pernah berbohong sama sekali. Aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi," Reyna tetap saja membela diri.
"Lihatlah, Ron. Istrimu terus saja berkilah, dia tak mengakui apa yang memang dia lakukan," Desy menghasut anaknya.
Selagi situasi rame, pulanglah Dedy.
"Ada apa sih? ini kok brisik banget terdengar sampai di luar rumah," tegur Dedy.
Desy menceritakan semuanya pada suaminya, dia dengan memutar balikkan fakta supaya, Reyna menjadi seorang tertuduh.
"Reyna, kenapa kamu jahat sekali? memangnya apa salah istriku padamu?" tegur Dedy sinis.
"Berapa kali harus aku katakan jika apa yang aku lakukan tidak sesuai dengan apa yang di tuduhkan, mamah. Dia telah memutar balik fakta," Reyna tetap membela diri.
"Dasar keras kepala, sudah salah masih terus membela diri." Satu pukulan mendarat di paha, Reyna.
"Mas, sakit tahu! kenapa kamu kasar sekali? aku cuma mengatakan hal yang sesungguhnya, tapi kamu lebih mendengarkan kata-kata dusta mamahmu!"
"Untuk apa aku di sini kalau hanya di perlakukan seperti ini oleh kalian! lebih baik aku pulang ke rumah orang tuaku!"
Reyna lekas melangkah ke kamar untuk mengemasi semua pakaiannya. Matanya sudah tida bisa di ajak kompromi sehingga meleleh lah buliran bening dari pelupuk matanya.
"Biarkan saja dia balik ke orang tuanya," cibir Desy.
"Ya, Rony. Kamu nggak perlu khawatir toh yang salah Reyna bukan kamu. Wajar kamu bertindak kasar, karena istrimu terus saja membangkang," bela Dedy.
Orang tua Rony bukannya menegur anaknya yang telah memukul paha Reyna, melainkan membelanya. Hal ini membuat Rony tambah besar kepala. Dia sama sekali tak menahan kepergian, Reyna.
Reyna pergi begitu saja tanpa pamit sama sekali pada seisi rumah. Baru merasakan sakit setelah beberapa hari lalu melahirkan, kini dia harus merasakan sakit kembali akan tetapi hatinya yang tersakiti.
Tak berapa lama, Reyna telah sampai di rumah.
"Nak, kamu kan belum empat puluh hari. Kenapa pula sudah keluyuran, dan kamu kenapa membawa banyak barang? apa ada yang telah terjadi padamu?" Bu Wati menautkan alisnya.
Reyna menceritakan semuanya pada ibunya, kebetulan Ayah Darmawan sedang bekerja di sebuah proyek bangunan yang ada di luar kota.
Sehingga tak mengetahui apa yang menimpa anaknya.
"Astaghfirullah alazdim, kasihan seki kamu Reyna. Ibu jadi merasa bersalah, karena dulu membantu ayah untuk membujukmu menerima perjodohanmu dengan Rony," tiba-tiba meleleh air mata Bu Wati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
heni diana
Heem sadis bngt sich suami sma mertuanya reyna.. Bner reyna mending kamu pulng aja..
2022-09-16
3