*4

Mobil pun berhenti di parkiran taman tersebut. Ada banyak orang di sana. Maklum, taman kota yang berada terkenal. Pastilah akan banyak pengunjung yang datang meski pada malam hari. Terutama, para muda mudi khususnya.

Mereka yang datang dengan pasangan masing-masing membuat Amel merasa ikut bahagia. Bahagia sekaligus iri sebetulnya. Karena sejak tamat tamat saja sekolah menengah atas, dia sudah tidak ada waktu santai lagi.

Dia di sibukkan dengan pelajaran kuliah yang banyak. Juga di sibukkan dengan pelatihan buat mewarisi perusahaan oleh kakek, juga kedua orang tuanya. Akhirnya, masa muda itu dia korbankan buat bekerja-bekerja, dan belajar-belajar.

Tidak ada yang namanya dengan asmara, juga percintaan dan percintaan. Seperti teman-teman sebayanya yang lain.

Tapi untungnya, dia tidak sendirian. Dia ada Anggun yang juga bernasib sama. Anggun juga mengorbankan waktu muda yang katanya emas buat menjalankan kehidupan asmara hanya untuk bekerja. Bedanya, Anggun bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup juga pendidikannya. Sedangkan Amel, hanya karena belajar buat jadi sang pewaris.

"Mel! Ah ... malah termenung lagi kamu. Ayo jalan!"

Amelia langsung tersentak kaget karena kata-kata Anggun barusan. Dia yang sedang memperhatikan beberapa pasang anak muda sedang bermesraan di taman itupun langsung beranjak mendekati sahabatnya yang ada di depan gerbang masuk taman.

"Malah termenung memperhatikan orang yang sedang pacaran lagi kamu ya. Iri kamu ama mereka, Mel?"

"Jangan banyak omong kamu, Gun. Siapa yang iri, coba?"

"Kalo gak iri, barusan itu apa, Mel? Cemburu, atau .... "

"Ah, udah-udah. Ayo jalan! Kita harus cepat masuk. Mungkin tuan muda itu sudah datang."

Amelia berusaha menghindar dari pertanyaan

Anggun. Dengan cepat dia berjalan sambil menggandeng Anggun agar Anggun tidak banyak bicara lagi.

"Tuan muda itu punya mama, Mel. Dion namanya. Jangan lupa itu ya."

"Iya, aku gak akan lupa. Kamu tenang saja."

"Bagus deh kalo kamu gak akan lupa. Aku itu takut aja kamu mendadak melupakan namanya. Karena kamu itu adalah tipe orang yang paling pelupa. Jangankan nama orang yang jarang kamu temui, nama karyawan kamu aja kamu sering lupa."

"Ya itu karena aku punya banyak karyawan, Anggun. Jika tidak, aku juga gak akan lupa dengan nama mereka."

"Aduh, di mana sih tuan muda itu? Masa kita udah jalan lama, dia gak ada juga." Amelia berucap sambil celingak-celinguk memperhatikan sekeliling.

"Ye ... sabar atuh, non. Dia itu juga laki-laki sibuk. Persis kek kamu. Jadi, harus maklum."

"Lah ... aku aja yang sibuknya? Kamu nggak gitu?"

"Iya-iya. Kita," ucap Anggun dengan nada malas.

"Oh ya, kamu gak nanya dia, Mel? Sampai mana dia sekarang gitu? Gak nanya kamu?"

"Gak."

"Kamu aja yang nanya gih. Nih ponselnya, tanya," ucap Amel sambil menyerahkan ponsel yang dia pegang sedari tadi.

"Ye ... aku lagi aku lagi. Masa aku terus sih yang kena?"

"Ya aku kan minta tolong, mbak .... Masa gitu aja perhitungan sih. Ah, kesel aku."

"Hm ... minta tolong sama aku, tapi kamu nya gak ada kerjaan. Sahabat aku yang paling baik," ucap Anggun sambil membelai punggung Amel.

"Aku mau nyari kamar mandi, mbak .... Kebelet ini."

"Oh, ya udah ayok."

"Eh, gak usah. Aku nyari sendiri saja. Kamu tunggu di sini. Jika tuan muda itu datang, maka kamu yang temui dia duluan. Tunggu sampai aku kembali. Nanti gak enak bikin tuan muda itu nunggu lama."

Setelah berucap, Amelia langsung beranjak pergi. Dia tidak menunggu Anggun menjawab terlebih dahulu.

"Eh .... " Anggun yang ingin membantah, malah tidak punya kesempatan buat bicara. Karena Amel langsung pergi dengan cepat meninggalkan tempatnya.

Amelia yang sedang terburu-buru berjalan cepat tanpa memikirkan keadaan sekeliling. Karena hal itu, dia tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang laki-laki yang sedang berjalan dari arah berlawanan dengannya.

"Aduh! Jalan kok main nabrak aja sih, mbak. Gak lihat apa aku yang sebesar ini?" tanya laki-laki itu sambil mengelus bahunya bekas tabrakan Amelia.

"Maaf, Mas. Lagi buru-buru soalnya."

"Hah? Cuma bilang maaf doang? Emang kata maaf bisa menghilangkan rasa sakit apa?"

"Bisa. Kata maaf bisa menghilangkan rasa sakit hati." Amel berucap dengan nada kesal.

"Emangnya, mas ini mau apa selain ucapan maaf? Mau aku bawa ke dokter? Berobat? Gitu ya?"

"Ya Tuhan, mbak. Jika kata maaf bisa menghilangkan rasa sakit dalam hati, maka akan ada banyak hati yang baik-baik saja setelah di sakiti. Ini buktinya ... nggak?"

"Ya ... nggak perlu ke rumah sakit juga. Cuma ... ya tanggung jawab apa kek gitu."

"Ih ... apa yang harus aku tanggung jawab sih? Orang cuma kesenggol dikit doang. Lembek banget kamu jadi cowok. Ah, aku lagi buru-buru, lain kali kita bicara lagi."

Selesai berucap, Amel ingin langsung beranjak. Tapi, tangannya di tahan oleh laki-laki itu dengan cepat sehingga langkah Amel juga ikut terhenti.

"Eh ... mau pergi ke mana kamu, mbak. Pembicaraan kita masih belum selesai. Nggak sopan banget sih kamu ini, mbak. Main pergi gitu aja."

"Ya ampun mas-mas. Saya sudah bilang kalau saya sedang buru-buru. Jadi, saya harus pergi sekarang. Lain kali kita bicara lagi. Ngerti gak sih kamu ini, Mas?"

"Sebenarnya, yang nggak sopan itu saya atau kamu sih? Main pegang-pegang tangan orang aja. Kenal aja nggak," ucap Amel lagi sambil melihat wajah laki-laki itu dengan tatapan kesal.

Laki-laki itu langsung melepaskan genggaman tangannya dari tangan Amelia.

"Ah ... maaf untuk itu. Aku pegang tangannya dengan maksud buat menahan orangnya supaya jangan pergi. Itu aja, gak lebih."

"Tolong ya, Mas. Jangan banyak bicara lagi. Saya harus pergi sekarang karena saya sedang sangat buru-buru. Tolong." Amelia berucap dengan nada yang penuh dengan penekanan di setiap kata yang dia ucapkan.

"Mau ke mana sih, mbak? Buru-buru buru-buru tadi tadi lho."

Amelia langsung mendengus kasar. Laki-laki yang baru saja dia temui ini sangat menguras kesabaran yang dia miliki. Jika saja mereka sedang tidak berada di tempat umum, mungkin tangan Amel sudah ringan buat mengetuk kepala atau wajah si laki-laki itu dengan sendal biar dia tahu rasa.

"Aku ingin ke kamar mandi! Puas!"

Karena hatinya yang benar-benar kesal, dia langsung mengatakan hal yang menurutnya sangat-sangat tidak perlu untuk dia ucapkan dengan orang asing. Setelah berucap dengan nada tinggi yang penuh dengan kekesalan, Amel langsung beranjak meninggalkan laki-laki tersebut.

Sementara laki-laki itu, dia tersenyum memikirkan ucapan Amelia yang penuh dengan emosi barusan. Entahlah, entah apa yang begitu istimewa dengan ucapan itu sampai membuatnya begitu bahagia.

Terpopuler

Comments

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut

2022-09-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!