Karena sudah tidak punya cara lain. Amelia terpaksa memakai cara yang sahabatnya punya. Cara itu adalah ... berkencan atau lebih tepatnya, berkenalan lebih dekat dengan tuan muda keluarga Prayoga.
"Baiklah. Aku setuju mencoba cara yang kamu punya. Tapi ... aku ingin kamu ikut aku saat kita bertemu dengan tuan muda itu. Bagaimana? Apa kamu bersedia temani aku, Gun?"
"Lah ... kok kamu malah ajak aku ikut segala sih? Kenapa aku harus ikut coba?"
"Karena kamu yang punya rencana. Maka kamu harus tanggung jawab."
"Kamu harus ikut. Titik tanpa koma."
"Aish ... ya sudahlah kalo gitu. Aku akan ikut. Tapi jangan masukin aku ke dalam masalah nantinya."
"Tidak akan. Aku janji," ucap Amelia sambil mengangkat satu tangannya dengan kedua jari terbuka sambil tersenyum lebar.
Dua hari kemudian. Seperti yang telah mereka rencanakan. Mereka akan bertemu dengan tuan muda keluarga Prayoga yang bernama Dion.
Tuan muda yang berusia dua puluh tujuh tahun itu sekarang menjabat sebagai wakil pemimpin di perusahan keluarga Prayoga. Katanya, dia tuan muda yang pendiam. Tidak terlalu banyak bicara dan tidak suka bergaul dengan sembarang orang.
Info itu Anggun dapatkan dari hasil penyelidikan yang dia lakukan selama dua hari. Dan semua itu dia jadikan modal untuk mendekatkan Amelia dengan tuan muda tersebut agar sahabatnya tidak perlu susah payah mencari calon suami lagi.
Semua itu terjadi karena pertimbangan kegagalan yang telah sama-sama mereka perhitungkan. Amelia yang sibuk, tidak mungkin bisa menemukan calon suami dalam hitungan waktu yang sangat singkat.
Oleh karena itu, dia terpaksa ikut cara sahabatnya. Jika gagal, maka dia tidak akan menyesal kalau harus menikah dengan tuan muda Dion Prayoga. Karena dia sudah mengenal tuan muda itu nantinya.
Pertemuan itu akan mereka lakukan pada malam hari. Karena waktu malam adalah jam istirahat buat mereka yang super sibuk bekerja di siang harinya.
Amelia yang memang sudah dasarnya cantik, sekarang semakin cantik saja dengan pakaian santai, namun mewah yang sedang dia kenakan. Maklum, dia tuan putri keluarga ternama. Anak orang kaya yang tak kalah kaya dari keluarga Prayoga.
Seorang nona muda yang sudah sangat wajar jika selalu berpakaian mewah. Hanya saja, dia jarang memakai pakaian santai karena selalu berpakaian kantor saat keluar rumah. Sedangkan ketika dalam rumah, dia selalu memakai piyama karena menurutnya gak ribet dan bikin santai.
Amelia melewati ruang tamu, di mana mama dan papanya sedang duduk santai di sana. Dia akan berpamitan sebelum beranjak meninggalkan rumah.
"Amel, tumben dandan cantik malam ini. Mau ke mana kamu, sayang?" tanya mamanya agak antusias dengan penampilan anak gadis yang sekarang sudah berusia dua puluh satu tahun itu.
"Kencan lah, Ma. Seperti yang mama mau. Nemuin calon suami yang akan aku bawa kehadapan mama dan papa enam minggu lagi."
"Oh ... mama kira belum ketemu sama calon suami pilihan. Jika udah ketemu, ya bagus deh. Jangan lupa aja sama perjanjian kita."
"Gak akan lupa kok, Ma. Tenang aja."
"Ya udah deh ya, aku pamit dulu."
"Hati-hati ya, Nak. Jangan kelewatan kamu," ucap papanya berpesan dengan sangat wanti-wanti.
"Iya, Pa. Jangan cemas saja anak papa ini. Gak akan kelewatan kok."
"Jalan sama, Anggun kan, Mel?" tanya mama Amelia pula.
"Iya, Ma. Jalan sama Anggun."
"Eh, kencan kok sama teman. Awas tuh, calonnya malah berpindah haluan."
"Papa ini gimana sih? Ngomong yang nggak-nggak. Ingat! Omongan itu adalah doa. Kita sebagai orang tua, harusnya bicara yang baik-baik pada anak kita agar gak terjadi hal buruk." Mama Amelia berucap kesal.
"Papa cuma ngingatin kok, Ma. Gak lebih. Soalnya, udah banyak kejadian itu."
"Papa tenang aja ya. Aku yakin kok, kalo Anggun gak akan jadi pagar makan tanaman kok, Pa." Amelia berucap dengan nada penuh keyakinan. Mencoba meyakinkan papanya supaya tidak cemas lagi.
"Papa bukan gak percaya dengan Anggun, sayang. Hanya saja, papa tidak yakin kalau hati manusia itu bisa kamu percaya. Jika Anggun nya nggak tertarik, ya pikirkan calon kamu itu. Dia mungkin bisa tertarik sama Anggun dengan berbagai alasan."
"Ah ... ya sudah kalo gitu. Gak perlu dibahas lagi, Pa, Mel. Kita doa saja supaya tidak ada hal buruk yang terjadi. Baik pada anak kita, maupun pada sahabatnya."
"Nah, itu baru benar, Ma, Pa. Doain aja supaya tidak ada hal buruk yang terjadi pada aku juga pada semua yang aku sukai, yah."
"Mm ... sepertinya aku harus berangkat sekarang. Anggun udah nunggu di rumahnya."
"Iya deh. Hati-hati ya, sayang."
"Iya, Ma."
"Iya. Oh iya lupa nanya. Bareng pak Muslim juga kan, Mel?" tanya papa Amel cepat.
"Iya, Pa. Bareng pak Muslim juga. Gak akan bawa mobil sendirian kok. Tenang saja. Udah ya, aku pamit sekarang."
Sekali lagi, kedua orang tua itu berpesan pada anaknya agar hati-hati. Amelia yang sudah dewasa di perlakukan penuh cinta. Diberikan kebebasan, namun tetap dalam pengawalan.
Amelia akhirnya meninggalkan rumahnya. Sebelum pergi ke tempat janjian, dia harus menjemput Anggun terlebih dahulu.
Sampai di rumah sederhana milik orang tua Anggun. Gadis itu sudah ada di teras rumah dengan pakaian sederhana yang terlihat cukup cantik dengan dirinya.
Pak Muslim langsung membunyikan klakson mobil buat menyadarkan Anggun akan kehadiran mereka. Anggun yang awalnya sibuk dengan gawai yang dia mainkan, langsung melihat ke depan untuk memastikan.
Setelah dia melihat mobil Amel. Anggun langsung berjalan cepat menuju ke arah mobil tersebut. Mobil itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan utama yang ingin mereka tuju.
"Wah ... cantik banget ibu manajer kita malam ini. Dandanan super maksimal kek nya ini yah."
"Apaan sih, Gun. Orang aku biasa aja. Cuma bedanya, sedikit santai saja kali ini."
"Yang cantik itu kamu, tahu gak. Makin hari makin manis aja deh."
"Eh, kok malah aku yang jadi bahan pembahasan. Aku itu gak ada yang berubah. Selalu seperti ini."
Mereka terus menghabiskan perjalanan dengan bercanda dan mengobrol banyak hal. Sampai ke hal-hal yang tidak penting juga mereka bahas untuk membuat perjalanan itu tidak terasa sepi.
Hampir dua puluh lima menit mereka menempuh perjalanan menuju taman kota. Taman indah yang letaknya di pusat kota dengan keindahan yang terbilang cukup unik.
Di dalam taman itu ada banyak taman-taman kecil lainnya. Taman bunga, juga taman berbagai tumbuhan langka. Entah bagaimana cara mereka merawatnya, yang jelas taman itu sungguh luar biasa.
Katanya, menurut isu yang beredar. Taman itu adalah taman milik keluarga Prayoga. Mereka bekerja sama. dengan pemerintahan buat membangun taman itu.
Tapi ... isu itu tidak dibenarkan oleh Amelia. Karena menurutnya, hal itu sungguh dangat berlebihan. Lagipula, untuk apa membangun taman umun? Bukankah itu tidak ada hasilnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments