Maya POV 🌙
Aku masih setengah sadar setelah aku membenamkan diri di rumah sakit. Aku memejamkan mata aku karena lelah dan capai.
Aku berbalik badan dan laki-laki itu datang membawa buah untuk aku. Aku langsung tanya ke dia dengan rasa benci yang aku simpan.
"Ngapain kamu bawa buah segala..?" tanyaku ke Aldi yang sejak tau peristiwa itu aku jadi tidak suka. Aku jadi tau siapa Aldi sebenarnya. Tapi aku masih bisa memaklumi hal itu. Dan aku tidak tau kenapa itu terjadi padaku.
Sampai saat ini aku masih pertanyakan perasaan itu. Bersamaan dengan itu Kinan datang sendiri menemui aku. Entah siapa yang bilang.
"Kinan, siapa yang mengajak kamu ke sini?" tanyaku ke Kinan.
"Aku di ajak oleh Bapak itu?" Kinan menunjuk Pak Doni yang sedang berdiri di belakang. Dia mengajak Aldi untuk pergi ke luar.
Sebenarnya aku tidak berharap Kinan ada di depan aku. Karena Kinan tidak ada hubungannya dengan peristiwa ini. Aku lanjut bicara ke Kinan. Aku masih ingin tau kenapa dia bisa ke sini menjenguk aku di rumah sakit.
"Kenapa kamu bisa di ajak sama Pak Doni? Ceritakan lah sama aku kenapa kamu bisa di ajak sama Pak Doni, kenapa?"
"Aku lihat Pak Doni datang ke rumah Mbak dan mencari seseorang. Aku langsung pergi menghampiri Pak Doni dan bilang ke dia kalau aku kenal baik sama Mbak.
"Terus?"
"Pak Doni mengajak aku. Makanya aku langsung ikut ke sini. Jujur aku kaget melihat Mbak ada di sini."
"Ceritanya panjang. Nanti aku akan kasih tau kamu kalau Mbak sudah pulang ke rumah dan sehat kembali. Bisa tolong panggil kan Pak Doni ke mari?"
"Bisa Mbak."
Aku melihat Kinan keluar dan memanggil Pak Doni. Setelah datang aku langsung tanya kabar Berta. Pak Doni bilang kalau Berta masih di rawat di ruang sebelah.
Tapi setelah sore menjelang yang saat itu aku di tungguin oleh Kinan, sementara Berta di temani oleh Aldi dan Pak Doni. Pak Doni datang padaku dan bilang kalau Berta sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Kondisinya kritis.
Aku langsung menjerit histeris dan minta turun dari ranjang tempat tidur itu. Aku lalu di antar Kinan sambil menangis di depan Berta. Perempuan itu sudah tidak bernapas lagi. Berta sudah tidak hidup lagi.
Beberapa keluarganya aku lihat ikut menangis. Aku lalu sengaja memeluk Kinan yang tidak tau masalahnya apa. Kinan mau memeluk aku meski terpaksa. Hal itu di ketahui oleh Aldi yang hanya memandang aku sambil berdiri.
Proses pemakaman pun di lakukan. Aku ijin ke dokter untuk ijin pulang. Awalnya dokter tidak mengijinkan tapi karena Pak Doni yang minta dokter mau mengijinkan aku.
Aku, Kinan, Pak Doni dan Aldi langsung menuju ke rumah Berta. Semua biaya rumah sakit Pak Doni yang tanggung. Kini aku, Pak Doni, Kinan dah Aldi sudah ada di pemakaman.
Aku jadi lupa kalau aku belum kasih tau kabar aku ke Bapak di Jogjakarta. Aku lalu ijin keluar untuk menelepon Bapak.
"Halo Bapak?"
"Iya, Maya bagaimana kabar kamu Nak..?"
"Baik Pak. Kabar aku baik - baik saja." aku tidak bilang ke Bapak kalau aku habis kecelakaan. Aku tidak mau bapak tau kalau aku kena musibah.
Tapi aku tidak mau menyalahkan Aldi yang menurut aku penyebab aku seperti ini. Tapi itu semua adalah salah aku.
Keluarga Berta memaafkan kesalahan aku sebelumnya. Tapi mulai besok aku harus melapor ke polisi tiap hari untuk mengisi absen. Karena posisi aku saat ini adalah tahanan rumahan. Aku tidak di bolehkan keluar rumah selama tiga bulan.
Kedua aku harus membayar uang ganti rugi sebesar 200 juta untuk biaya ganti rugi keluarga Berta yang kena musibah. Tuhan, aku kena musibah sekarang.
Aku langsung minta tolong ke Pak Doni. Pak Doni hanya bisa kasih aku uang pinjaman sebesar 100 kita tidak lebih. Aku jadi korban di sini. Aku tidak tau bagaimana caranya untuk bisa menutupi.
Proses pemakaman pun di lakukan. Aku merasa bersalah sekali. Kenapa Berta harus pergi secepat itu.
Polisi juga memeriksa Aldi dan Pak Doni. Tapi mereka lolos.
Aku masih termangu di depan batu nisan Berta sambil menangis. Pak Doni lalu menyuruh aku pulang bareng Kinan. Aku di antar pulang oleh Kinan sambil di kawal oleh Polisi.
Mungkin kamu pikir ini ide bagus buat kelangsungan hidup aku. Tapi itu tidak buat aku. Aku harus bisa bekerja dan bisa berkarir lagi.
Siang itu aku di temani oleh Kinan di rumah. Di baik sekali mau menemani aku siang itu. Dia duduk di kursi sofa depan aku. Sambil menekan - nekan layar hp.
Aku lalu beranikan diri untuk tanya.
"Lagi ngapain..?"
"Main game Mbak. Kenapa, Mbak butuh bantuan aku?"
"Tidak. Aku hanya ingin tau saja apa yang kamu lakukan."
Kinan tersenyum padaku ramah. Dia melanjutkan permainan game nya. Aku masih menahan napas lesu. Aku lalu ambil rokok untuk menghilangkan kejenuhan. Aku menyulutnya di depan Kinan.
"Mbak ngerokok juga?"
"Iya kadang. Kalau aku lagi jenuh atau sedang gabut. Kamu mau rokok, silahkan ambil." kataku acuh. Aku masih melihat ke arah jendela dengan pikiran tidak nyaman.
"Mbak tenang saja. Jadi tahanan rumah itu enak. Tiap hari bisa bertemu polisi." kata Kinan padaku.
Aku kesal sekali, kenapa aku harus pindah nasib seperti ini. Padahal aku tidak berharap Berta mati secepat itu.
Selang beberapa menit polisi datang. Dia memberikan beberapa pertanyaan dan menyuruh aku untuk mencatat beberapa laporan yang di bawanya lalu di tanda tangani oleh aku.
"Baik lah Ibu Maya. Aku harap Ibu Maya baik - baik di sini dan jangan mencoba untuk keluar rumah. Karena mulai saat ini Mbak Maya akan di jaga oleh polisi tiap hari.
"Paham Mbak?"
"Iya. Paham Pak." jawab aku dengan nada tegas.
Polisi itu pergi, aku melihat Kinan berdiri dan melihat ke arah aku iba.
"Kenapa Kinan? Aku baik - baik saja kok." aku lalu pergi memeluk Kinan yang sudah seperti adik aku sendiri.
Entahlah, tanpa rasa malu di depan Kinan aku melakukan itu. "Kakak sekarang ceritakan pada aku kenapa Kakak bisa seperti ini, padahal sebelumnya Kakak yang baik - baik saja?"
"Semuanya terjadi begitu saja Kinan. Aku juga tidak berharap begitu. Aku hanya tidak bisa berbuat sesuatu selain bekerja di kantor. Dan aku juga bingung, apa iya Aldi adalah penyebab Berta ketakutan waktu itu?"
"Maksudnya?"
"Saat aku menyetir sepeda motor, Berta cerita ke aku kalau dia telah di ganggu oleh Aldi, laki-laki kemarin yang kamu temui. Anak Pak Aldi itu."
"Terus Mbak..?"
"Terus, aku jadi tidak fokus menyetir karena fokus mendengarkan cerita dan aku menabrak truk yang ada di depan aku. Semuanya terjadi begitu saja. Dan aku harus kehilangan Berta teman aku."
"Aku menyesal sekali. Kenapa aku semangat sekali pergi ke rumah Aldi untuk mengambil Laptop milik dia."
"Tapi, apa Mbak tidak curiga kalau Berta di bunuh?"
"Maksud kamu?"
"Bisa jadi Berta sengaja di bunuh oleh si dokter."
"Tidak mungkin. Itu mustahil. Sudahlah itu mungkin sudah menjadi suratan Berta kita tinggal mendoakan nya saja."
Aku lalu mendengar suara pintu di gebrak dari luar. Suaranya keras sekali sambil sesekali aku dengar suara laki - lak Li berteriak memanggil Kinan. Itu pasti Pak Bento Bapaknya Kinan. Dia mengamuk di depan pintu.
"Kinan..!! Buka pintunya!! Kinan harus pulang! Kinan..!!" suara laki-laki itu keras sekali.
Sungguh, aku tidak tahan mendengarnya. Sebelumnya aku perhatikan Pak Bento di dekati oleh satu polisi yang sedang berjaga di depan rumah.
Aku langsung buka pintu.
"Iya, Pak. Kinan ada di sini." ucapku sopan.
"Kinan, sekarang kamu boleh pulang." kataku ke Kinan.
Laki-laki muda itu langsung di bawa oleh Pak Bento pulang sambil setengah di marahi.
Pandangan aku lalu tertuju ke arah dua polisi yang sedang berjaga itu. Aku sama sekali tidak kenal mereka. Pak Doni lalu menelepon aku menanyakan kabar aku.
"Kabar aku baik - baik saja Pak. Maafkan aku Pak, aku tidak bisa bekerja lagi sekarang. Waktu tiga bulan itu tidak lah cepat Pak. Aku haru sabar dengan ini." .
"Tenang saja. Hukuman kamu tidak akan lama. Aku janji hukuman kamu akan jadi satu bulan. Biar aku yang urus nanti." kata Pak Doni.
Aku yakin Pak Doni akan menguap beberapa polisi itu untuk tidak menunggu aku lagi nanti. Aku bersyukur.
Setelah sebulan aku di bebaskan dari hukuman, aku merasa lega. Pak Doni mengadakan tasyakuran di rumahnya atas bebasnya aku waktu itu. Aku dan beberapa karyawan merayakan itu. Aku mengambil minum di meja yang di ikuti oleh Aldi.
"Berta, selamat. Kamu telah bebas sekarang. Tapi, kamu tidak bisa tinggal di kontrakan itu lagi." Aldi setengah berbisik padaku.
"Maksud kamu?" aku tidak mengerti Aldi bilang apa.
"Papa sudah menyuruh orang untuk tinggal di rumah kontrakan kamu. Orang itu yang telah bayar uang denda 100 Kuta kemarin."
"Kamu tidak main - main kan Aldi?"
"Tidak Berta, aku serius. Coba kamu pergi Ayah kalau tidak percaya."
Aku setengah gugup mendengar kalimat dari Aldi. Apa benar Bapak Doni tega menyewa orang untuk menempati rumah kontrakan kesayangan aku itu? Lalu aku harus tinggal di mana..?
Aku sedang mendekat ke Pak Aldi yang sedang bicara dengan temannya.
"Maaf Pak Doni. Aku minta Maaf. Apa benar Pak Doni telah menyuruh orang untuk menempati rumah kontrakan itu?"
"Tenang Maya, itu hanya sementara. Selama dua bulan saja mereka akan tinggal di situ. Aku hanya butuh uang untuk menebus hukuman kamu. Kalau tidak begitu, kamu bisa di penjara selama tiga bulan berturut-turut." jelas Pak Doni padaku.
"Lalu aku harus tinggal di mana Pak Doni? Apa aku harus pulang atau tinggal di kantor sendirian..?"
"Kalau Pak Doni tidak butuh aku lagi juga tidak masalah. Aku bisa berhenti bekerja di kantor Bapak. Aku bisa mencari kerjaan lain."
"Maya, hati-hati kalau bicara. Aku bisa memberhentikan kamu kalau kamu ceroboh. Untuk sementara kamu tinggal di rumah aku. Kamu akan tinggal bersama Aldi di sini." lanjut Pak Doni padaku.
"Pak Doni maaf. Aku dan Aldi bukan muhrim. Aku tidak bisa tinggal satu atap dengan dia. Baiknya aku menyewa rumah saja Pak seperti kemarin."
"Kamu ada uang? Kalau ada uang terserah kamu!"
Aku menunduk malu. Aku tidak bisa apa-apa sekarang. Tapi permintaan Pak Doni untuk tinggal serumah dengan Aldi itu aku tolak karena aku tidak mau jadi korban untuk kedua kalinya.
Aku tidak mau jadi perempuan pelampiasan Aldi. Aku masih mau cari cara agar aku bisa tinggal di rumah yang aman dan nyaman.
Aku lalu putuskan untuk mencoba menumpang tinggal di rumah Kinan saja. Siapa tau dia mau membantu aku.
Sepulang dari acara itu, aku masih di antar oleh Aldi ke rumah kontrakan yang sudah di hampiri oleh orang yang tidak aku kenal. Aku bertemu dengan orang itu dan sedikit banyak mengobrol sebentar.
Mereka adalah orang Surabaya yang sedang cari rumah kontrakan yang dekat dengan kantor Pak Doni. Suaminya adalah sopir Pribadi Pak Doni.
Aku lalu bergegas untuk mengambil semua barang - barang keperluan aku di dalam kamar. Sambil bersedih aku lihat Aldi datang padaku.
Sebelumya aku melihat Kinan yang berdiri melihat aku melangkah masuk ke dalam rumah kontrakan.
Aldi sekarang berdiri di depan aku sambil melihat aku mengemas baju - baju aku.
"Aldi, ada apa? Baiknya kamu pergi sekarang. Aku sudah tidak butuh bantuan kamu lagi sekarang. Terima kasih telah mengantar aku ke sini." ucapku ke Aldi.
"Maya, aku sudah bilang ke kamu. Kamu harus tinggal di rumah aku."
"Tidak Aldi. Aku tidak bisa. Aku tidak mau bernasib sama seperti Berta teman aku itu."
"Apa maksud kamu bicara begitu? Aku sama sekali tidak ngapa-ngapain Berta. Malah kamu yang telah buat Berta meninggal."
Aku jadi salah sendiri sekarang.
"Aldi, aku akan tinggal di rumah Kinan. Jadi tolong kamu mengerti. Maafkan aku, aku tidak bisa tinggal satu atap dengan kamu. Aku hanya karyawan biasa. Bukan keluarga kamu juga. Jadi maaf." ucapku ke Aldi.
Jujur aku terpaksa mengambil keputusan itu tanpa tau Kinan mau menerima aku di rumahnya atau tidak. Semoga saja keluarga Kinan mau menerima aku nantinya.
"Apa iya orang tua anak itu akan mau menerima kamu tinggal di rumahnya? Dan apa Ayahku akan setuju kalau kamu tinggal di rumah anak itu?
"Kamu lupa kamu bekerja pada siapa?"
Iya benar. Aku tidak tau malu ke Pak Doni atau pun ke Aldi. Tapi aku tidak bisa dan tidak mau jadi korban ke dua atas perilaku Aldi yang tidak sopan itu. Aku tau Aldi akan berbuat macam-macam di rumahnya.
"Tapi Aldi, aku takut kamu buat macam-macam padaku. Aku takut kamu perkosa aku!"
"Hahahaha!" Aldi tertawa di depan aku terbahak. Aku jadi diam menunduk malu.
Tapi aku bukan mainan buat kamu Aldi. Aku bisa melaporkan kamu ke polisi kalau kamu berani macam-macam padaku.
"Maya, kamu tenang saja. Kamu tidak boleh curiga padaku. Kamu akan lihat bagaiman tingkah aku dan sikap aku di rumah. Kamu tidak boleh salah paham." ucap Aldi membuat aku sedikit tenang.
Tapi aku masih was-was dan belum yakin kalau Aldi adalah orang baik -baik. Entahlah. Aku pasrah sekarang.
Setelah beras semua di bantu oleh Aldi mengemas baju. Aku langsung berjalan keluar dan pamit sama penghuni rumah itu bareng Aldi.
Saat keluar, aku melihat Kinan menunggu aku. Aku langsung pergi menghampiri dia dan menangis.
"Kinan, untuk sementara aku akan tinggal di rumah Aldi. Kalau butuh aku kamu bisa pergi ke rumah Aldi atau hubungi aku di telepon."
"Berikan ponsel kamu ke aku!" kataku ke Kinan.
Kinan memberikan ponselnya ke aku. Aku langsung mengetik nomor dan menyimpan nomor ponsel aku ke Kinan. Setelah itu aku langsung pergi berjalan bersama Aldi ke arah mobil Avanza hitam milik Aldi itu.
Aku tidak atau apa perasaan Kinan setelah tau aku harus pergi dari rumah itu bersama Aldi.
Aku langsung masuk ke dalam mobil Aldi dan menutup pintu mobil dan melihat Kinan melambaikan tangan untuk itu. Tapi ini bukanlah perpisahan aku dengan Kinan atau keluarga Pak Bento.
Aku berjanji dalam hati, setelah aku punya uang nanti aku akan balik ke rumah kontrakan itu lagi. Rumah manis yang buat aku betah di situ.
Aldi menyalakan mesin mobil dan buat mobil itu berjalan pelan dan melaju cepat.
Sekejap mata nasib aku berubah. Aku masih ingat di saat Berta memberikan aku roti keju kemarin. Aku lalu meminta ke Aldi untuk berhenti dulu ke makam Berta. Aku kangen ke dia.
To Be Continue.
[Maaf kalau terdapat Typo.]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments