Chapter 3 : Rasa Iba Aku pada Kinan

Maya POV 🌙

Aku masih melihat Kinan menangis di depan aku. Aku lalu minta tolong ke Kinan.

"Kinan, tolong keluarlah demi aku. Aku tidak bisa menerima kamu malam ini. Cobalah untuk mengerti dan tidak perlu menangis.

"Kamu adalah laki-laki gagah! Tak pantas bagi kamu untuk menangis! Menangis itu haknya perempuan bukan laki-laki!" ucapku tegas ke Kinan.

Aku sudah capai menghadapi laki-laki ini. Dia seperti adik aku saja yang sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Tapi Kinan lebih dewasa dan terkesan cengeng.

"Diam Kinan! Kau tau kamu bisa diam! Kalau perlu kamu bisa lari dari bapakmu! Aku tidak akan tanya masalahnya karena hari sudah larut malam." ucapku lanjut ke Kinan.

Aku masih tidak bisa berbuat apa-apa lagi ke Kinan. Apa yang akan aku bayangkan kalau tiba-tiba Kinan berbuat hal yang aneh.

Aku tidak bisa bayangkan itu. Aku lalu meminta Kinan untuk keluar sekarang.

"Sekarang kamu boleh keluar! Maafkan Mbak, Mbak tidak bisa berbuat apa-apa!" kataku sambil setengah menangis dan memaksa Kinan untuk pergi dari dalam rumah kontrakan aku.

Sebenarnya aku cukup bersedih karena Kinan yang bersedih dan menangis. Aku tidak kuat untuk bisa terus melihat Kinan menangis di depan aku. Aku menangis dan mulai menghapus air mataku yang jatuh di pipi. Doaku dalam hati, semoga Kinan bisa dapat perlindungan dari Tuhan atau siapa pun yang ada di dunia ini.

Kinan keluar dengan tetap menangis, dan Bapaknya datang sambil menyeret dia. Aku tidak bisa apa-apa. Aku melihat Bapak Kinan memukul Kinan dari arah belakang yang buat Kinan menjerit kesakitan.

"Ya Allah..!" bisik ku dalam hati.

Kenapa Bapak itu tega memukuli Kinan seperti itu? Apa salah Kinan sebenarnya hingga dia harus bernasib seperti itu?

Aku masih melihat Kinan berteriak karena pukulan Bapaknya yang mengenai tubuhnya. Aku tidak tega dan langsung menutup dan mengunci pintu rumah aku dari dalam.

"Tuhan, ada apa lagi ini? Kenapa kamu membiarkan orang seperti Bapaknya Kinan yang seperti bajingan itu ada di dunia ini dan tega melakukan pemukulan pada anak kesayangan nya!?"

Aku masih menyaksikan Bapaknya setengah menjerit dan melihat kalau Kinan masih menangis dan tidak mencoba untuk membela dirinya.

"Ayo masuk! Kamu harus di kasih pelajaran!" kata Bapaknya. Aku dengar suara itu dari luar!

Debuk! Debuk! Debuk!

Suara pukulan itu masih terdengar dari arah rumah aku, sayup. Kinan masih aku dengar menjerit kesakitan sambil minta ampun.

"Ampun Pak! Ampun! Kinan minta maaf Pak! Kinan tidak akan keluar lagi Pak! Ampun!" suara Kinan terdengar dari luar.

Tuhan, ada apa sebenarnya? Kenapa Bapaknya tidak memberi ijin Kinan untuk keluar rumah? Padahal Kinan sudah dewasa dan sudah waktunya untuk bisa cari pengalaman.

Apa aku yang salah atau aku yang suka ikut campur urusan orang. Telepon lalu berdering. Aku coba cek, dan itu adalah Bos Doni.

"Halo Maya, apakah kamu di situ?"

"Iya Pak, saya Maya sekretaris Bapak. Ada apa Pak?"

"Kamu besok tolong datang ke kantor. Bapak ingin bicara dengan kamu."

"Baik Pak! Aku akan ke kantor besok pukul tujuh pagi."

"Baiklah Bapak tunggu!" Klik.

Ponsel itu lalu di tutup. Aku sedikit merasa lega karena Pak Doni sudah mau bicara padaku malam itu. Pikiran aku masih tidak tenang. Yang ada di benak aku adalah Kinan.

Aku tengok kaca jendela rumah aku. Kau melihat rumah sebelah dengan cak kuning. Itu adalah rumah Kinan. Rumah itu sepi, tidak ada suara atau apa pun yang aku dengar.

Aku merasa lega dan tenang sekarang. Aku lalu duduk dan mencoba untuk menenangkan diriku. Aku lalu menonton televisi kesayangan aku.

Aku melihat telenovela yang aku pilih dari Chanel televisi yang ada. Aku lupa, kalau aku janji akan beri rokok ke Kinan tadi tapi tidak jadi. Mungkin besok saja. Kataku dalam hati.

Aku diam dan terus menonton televisi dengan nyaman. Aku sedih karena aku seorang wanita yang jomblo dan tidak punya teman untuk bermain. Andai ada Kinan di sini, rumah aku ini tidak akan sepi. Karena dia akan menemani aku sepanjang malam ini.

Tapi aku sudah ambil keputusan, dan aku tidak bisa apa-apa sekarang. Aku menghembuskan napas tenang. Aku akan menunggu hari besok untuk bertemu dengan bos aku. Doni Damara.

***

Pagi menjelang, aku bangun telat. Aku bangun sekitar pukul enam pagi telat solat subuh. Itu karena aku terlalu larut menonton televisi film horor semalam.

Aku langsung bergegas mandi dan berpakaian rapih. Sekarang aku siap untuk pergi ke kantor untuk menemui Pak Doni.

Aku masuk ke kantor itu dan langsung bertemu Pak Doni.

"Silahkan masuk." kataya padaku.

"Maaf Pak, aku telat setengah jam. Tadi di jalan macet." kataku ke Pak Doni.

"Tidak mengapa, tapi lain kali kamu tidak boleh telat karena aku paling tidak suka sama karyawan yang suka telat."

"Baik Pak."

"Silahkan duduk."

"Terima kasih."

"Bagaimana hari libur kamu? Bukan kah aku yang menyuruh kamu untuk ambil rumah kontrakan itu?"

"Iya Pak. Kau sudah menyewa rumah kontrakan murah yang mungkin selama sepuluh bulan aku bisa melunasinya."

"Kamu bisa pinjam uang padaku."

"Tidak Pak. Aku tidak seberani itu. Aku lebih suka bekerja keras dan mendapat uang hasil kerjaku dan membayar dengan uang itu Pak.

"Maaf Pak, aku tidak bisa menerimanya."

"Tidak masalah. Pagi ini aku ucapkan selamat datang dan selamat bekerja. Ada beberapa file yang perlu kamu salin dan kamu simpan di laptop aku yang ini."

"Aku baru beli laptop ini seharga lima juta dan sekarang aku kasih ke kamu. Tolong kamu jaga laptop ini dan simpan di tempat yang aman."

"Kamu boleh membawa laptop ini ke rumah kamu kalau kamu mau!"

"Baik Pak terima kasih. Aku akan bawa laptop Bapak kalau aku perlu dan butuh untuk mengetik itu saja. Selebihnya aku tidak membutuhkannya Pak."

"Terserah kamu. Itu keputusan kamu. Yang penting kamu disiplin bekerja untuk ku dan untuk kantor ini." lanjut Pak Doni padaku.

"Baik Pak, aku siap bekerja untuk Bapak. Oh Iya, mana file yang akan aku ketik dan aku selain ke laptop Pak!"

"Ini File nya. Berupa hard file. Kamu pegang file ini dan jangan sampai hilang. Karena file itu penting." kata Pak Doni lanjut.

"Baik Pak." jawabku.

Aku terima File itu dan aku ambil file itu dari meja dan siap mengetik di ruangan aku.

"Oh Iya Pak, di mana ruangan aku sekarang?"

"Kamu duduk di depan kantorku. Ruangan kamu di situ." Pak Doni menunjuk satu meja yang masih kotor. Kau kecewa sekali. Aku harus sabar dan mau membersihkan meja itu dengan baik.

Kau bawa laptop milik Pak Doni dengan di saksikan beberapa karyawan yang lain.

Sebelum aku duduk, aku coba bersihkan meja tempat kerjaku sambil menahan sesak di dada. Mungkin aku harus terbiasa seperti ini agar aku bisa kuat nanti.

Aku akan mencoba untuk bersabar seperti yang aku inginkan. Meski sebenarnya aku kesal sekali pagi itu.

Seharian aku mengetik sambil sesekali di hampiri Pak Doni. Aku perhatikan anak Pak Doni yang baru datang dan katanya mau ikut membantu Pak Doni di kantor.

Pak Doni memperkenalkan anaknya itu yang masih muda dan baru lulus kuliah akuntansi. Katanya dia mampu di bidang itu.

Setelah berkenalan dia ikut masuk ke ruangan Bapaknya. Tuhan, aku harus mencoba untuk tenang.

Pemuda yang bernama Aldi Nugraha itu duduk sendiri di dalam kamarnya. Aku Mahan napas sebisanya karena tidak kuat dengan apa yang aku lihat di kantor. Pemuda yang aku suka sedang berjaga di kantor.

Aku sudah tidak lihat Pak Doni ada di ruangannya lagi. Jam istirahat aku langsung keluar dan pergi mencari teman yang tenang dan nyaman.

Aku pergi ke taman dan duduk sendiri di situ. Dari jauh aku lihat Aldi sedang duduk bersama satu karyawan yang tidak aku kenal.

"Permisi..!" seorang perempuan datang padaku. Dia adalah Berta karyawan kantor bagian Administrasi atau surat - menyurat.

"Iya, silahkan." aku pura-pura bersikap sopan dan manis di depan dia. Meski sebenarnya aku tidak terlalu suka kalau waktu tenang aku di ganggu oleh siapa saja.

Tapi tidak tau kalau Berta yang datang. Soalnya kami sudah lama tidak komunikasi.

"Bagaimana Pak bos tadi, enak?"

"Enak apanya? Yang pasti aku di kasih pekerjaan yang banyak dan melelahkan." jawabku datar.

"Pastinya. Kan baru masuk, hari pertama juga." ucap Berta setengah bercanda.

"Iya Berta. Aku jadi capai dan tidak seperti seminggu yang lalu. Aku banyak istirahat di rumah dan sekarang harus bekerja lagi." ucapku dengan nada lesu.

"Yah, seperti itulah orang bekerja. Kamu bisa merasakannya sendiri. Oh iya, by the way bagaimana anak Pak Doni tadi, cakep tidak? Aku yakin dia masuk kriteria cowok idaman kamu!

"Ganteng, pintar, kaya dan sedikit modis. Betul begitu?"

"Berta, kamu bicara apa? Kamu tidak tau apa yang aku hadapi sekarang. Aldi bukan siapa - siapa aku. Dia cuma anak Pak Doni. Aku lebih suka Pak Doni yang lebih bijaksana." kataku ke Berta.

Jujur aku lebih suka Bapak - Bapak ketimbang anak muda seperti Aldi atau Kinan. Mereka cuma sponsor buat aku. Aku tidak mungkin menaruh hati ke mereka. Mereka terlalu lugu dan muda untuk aku yang sudah berkepala tiga.

"Jadi, kamu lebih suka Pak Brata?" lanjut Berta padaku.

"Iya, aku lebih suka cowok yang seperti Pak Doni. Kaya raya dan punya kantor sendiri. Paling tidak, aku tidak susah untuk bekerja dan tidak repot - repot cari kantor."

Hehehe. Aku jadi tertawa di susul oleh Berta. Berta tau bagaimana dulu waktu aku masih berteman sama dia yang selama tiga hari mencari kantor untuk tempat kami bekerja.

Aku dan Berta tidak pernah di terima untuk bekerja di kantor perusahaan yang sudah full oleh karyawan dan pekerja. Itu pun aku bisa masuk ke kantor Aliyas milik Pak Doni, itu karena bantuan dari Ibu Doni yang katanya,

"Kasihan perempuan, bantu saja. Anggap saja mereka saudara atau anak kita."

Ibu Sulastri istri Pak Doni dengan sigap bilang begitu dan Pak Doni setuju. Yes! Aku di terima bekerja dengan Berta waktu itu setahun yang lalu. Tapi sampai hari ini aku masih cemas karena akal Pak Doni macam - macam maunya.

Dia ingin semua Karyawan punya rumah kontrakan yang dekat dengan kantor. Dan sekarang anaknya Aldi juga masuk kerja di kantor. Dan itu menambah keuangan kantor yang kian menipis.

"Kamu yang sabar ya Maya? Kamu ingat baik - baik pesan aku. Aku ijin permisi dulu. Aku mau ke kantin dulu. Kamu ingin pesan sesuatu?"

Berta bertanya padaku sambil berdiri dan melihat aku kecapaian. Wajah Kinan masih menghantui aku, di mana dia sempat menangis di depan aku. Dan sekarang, aku seperti ingin menangis di depan Kinan karena nasib aku yang tidak kuat untuk bekerja di kantor lagi.

Untung ada Berta yang mau menemani aku. Jujur aku tidak bisa seperti ini terus. Aku harus punya semangat untuk bekerja dan untuk hidup di kantor ini.

"Maya, kamu masih sadar bukan..?" Berta menyadarkan aku. Aku jadi kaget dan terkesiap. Lamunan aku langsung buyar seketika.

"Iya, maaf aku masih melamun." jawabku ke Berta.

"Jangan banyak melamun, kamu harus terlihat sehat di depan orang - orang di sini. Mereka bisa melapor ke atasan kalau kamu tidak sehat." ucap Berta yang buat aku takut.

Ya, bekerja di kantor Pak Doni tidak mudah bagi aku yang suka capai dan malas bekerja. Pak Doni dan Ibu Sulastri suka Karyawan yang disiplin bekerja dan siap untuk capai. Berbeda dengan aku yang lemah.

"Maya, kamu ingin pesan sesuatu?" Berta bertanya lagi padaku. Dia belum beranjak pergi sebelum aku menjawab pertanyaan dia.

"Tidak Berta, terima kasih." ucapku datar. Aku tidak mau uang aku habis untuk beli jajan. Sementara keuangan aku sedang menipis.

"Ayolah, kalau begitu biar aku saja yang beli buat kamu. Aku tau kamu lapar. Kamu tunggu di sini ya!" Berta langsung mengambil keputusan yang buat aku diam dan tidak bisa menolak.

Berta pergi meninggalkan aku dan buat aku kembali sendirian di taman itu. Pikiran aku terarah ke Aldi dan aku mencoba untuk menepis. Aku tidak aku kerjaku jadi berantakan karena kepikiran sama satu orang bernama Aldi Nugraha.

Aku lebih suka fokus ke satu orang yaitu Kinan atau Pak Doni. Iya, aku lupa kalau aku nanti akan bertemu dengan Kinan untuk memberikan bungkusan rokok itu yang setengahnya masih terisi rokok.

Semoga Kinan mau berbahagia dengan rokok itu nanti setelah jam pulang kantor.

Berta datang, dia membawakan roti untuk aku.

"Tara..!!" suara Berta buat aku tersenyum. Dia berjalan menuju tempat aku duduk. Aku sama sekali tidak bisa berdiri di depan dia.

"Ini aku bawakan apa buat kamu. Aku bawakan roti kesukaan kamu. Kamu suka roti keju bukan..?"

"Iya, aku suka roti keju. Tapi sekarang aku diet manis, jadi aku tidak banyak makan gula untuk sekarang." jelas aku ke Berta.

"Kadar gula di dalam roti keju ini ringan kok. Kamu boleh mencobanya." Berta memaksa aku untuk memakan roti itu. Aku tidak bisa menolaknya.

"Baiklah aku akan mencobanya tapi sedikit saja." kataku ke Berta.

Aku menerima roti keju itu dari tangan Berta dan membuka bungkus plastik itu langsung. Aku memakan roti itu dan terasa manis di mulut.

Sebenarnya aku cuma alasan saja ke Berta. Aku berbohong ke Berta karena aku tidak mau menerima roti yang Berta beli. Berta baik sekali padaku.

To Be Continue.

[Maaf kalau terdapat Typo.]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!