Pagi ini hujan turun rintik-rintik. Aku meninggalkan rumah tanpa menggunakan payung. Agar tidak terkena air hujan, Aku menyelimuti tubuhku dengan sihir angin. Sebenarnya Aku enggan menggunakan sihir di tempat umum. Lagipula, menggunakan sihir di tempat umum dilarang oleh pemerintah. Tapi jika tidak menggunakan sihir, Aku terpaksa membeli payung di toko terdekat. Aku enggan membeli sesuatu yang tidak penting. Penggunaan sihir di tempat umum diperbolehkan apabila mengalami situasi darurat. Dan sekarang, aku mengalami situasi darurat itu.
Penerimaan siswa Akademi Sihir Satu akan diumumkan hari ini. Aku sudah tidak sabar untuk melihat hasil yang ada di papan pengumuman. Setelah berlari menerobos hujan, akhirnya Aku sampai di papan pengumuman akademi. Aku langsung melihat nama para siswa yang diterima di Kelas C. Sesuai dugaanku, Aku memasuki Kelas C. Pihak akademi mengelompokan siswa dari Kelas A sampai Kelas F.
Siswa yang memiliki bakat unggul ditempatkan di Kelas A dan yang memiliki bakat terendah akan ditempakan di Kelas F. Sebenarnya mudah bagiku masuk Kelas A, tapi Aku memiliki alasan menolak kesempatan tersebut.
Alasan pertama, siswa Kelas A setelah lulus dari akademi wajib mengabdikan diri untuk pemerintah selama lima tahun, sedangkan Aku memiliki rencana untuk pergi berpetualang setelah lulus dari akademi. Alasan kedua, siswa Kelas A terlalu mencuri perhatian orang lain sehingga menimbulkan masalah yang tidak perlu. Alasan ketiga, Aku ingin menjalani hari-hari di akademi dengan santai. Kelas C adalah kelas yang paling cocok bagiku. Tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Setelah puas memandang papan pengumuman, Aku pergi berkeliling akademi. Tidak lama setelah Aku meninggalkan papan pengumuman, Aku melihat seorang perempuan yang dikelilingi tiga orang laki-laki di koridor yang sepi. Karena tidak tega melihat perempuan itu dengan wajah putus asa, Aku mendekat hendak menolongnya.
“Ikutlah dengan kami berkeliling akademi, bukankah kau murid baru?” Desak salah satu pria sambil mencengkeram tangan perempuan itu.
“Lepaskan, tolong lepaskan cengkeramanmu senior, itu sakit!” perempuan itu merintih kesakitan.
“Bisakah kau melepaskan cengkeramanmu dari perempuan itu?” Aku mulai bertindak membela perempuan itu setelah dia merintih kesakitan.
“Hah? siapa bocah ini, mau bertindak seperti pahlawan?” ucap pria yang berada di samping kanan pria yang mencengkeram perempuan itu.
“Tidak usah banyak bicara senior, jika senior memang berani melakukan kekerasan di dalam akademi, lakukanlah dengan cepat dan bersih tanpa meninggalkan bukti!” ucap diriku sambil memutar video saat para senior itu menindas perempuan tersebut.
“Tch, kali ini kalian lepas,” ucap pria yang berada di tengah sambil melepas cengkeramannya, kemudia ia memberi komando ke temannya untuk meninggalkan kami.
Mereka pergi meninggalkan kami berdua, kemudian suasana menjadi canggung.
Aku lamat-lamat memandang tubuh perempuan itu. Dia memiliki rambut panjang berwarna blonde, rambutnya dibiarkan terurai lurus. Mata berwarna merah darah. Tinggi badannya sekitar 160 cm. Memakai kacamata berwarna coklat. ‘Sungguh cantik’ pikirku dalam hati setelah melihat dirinya lebih detail.
“Te—terima kasih telah menolongku, Kakak,” Dia mengucapkan terima kasih padaku.
“Ka—kakak?” ucapku seraya menghela napas karena dipanggil kakak oleh seorang murid yang seangkatan denganku.
“Jangan panggil aku kakak. Namaku Kai Zen. Kai adalah namaku, sedangkan Zen adalah nama keluargaku. Kamu bisa memanggilku Kai. Lagipula, kamu murid baru di akademi ini, kan?” sambungku memperkenalkan diri padanya.
“K-kai?” Dia mengatakan itu dengan nada bertanya.
“Ya benar, panggilanku Kai. Siapa namamu?” Aku menjawab keraguannya serta bertanya nama perempuan itu.
“Na—namaku Yi Yizue. Yi adalah nama keluargaku, sedangkan Yizue adalah namaku. Kamu bisa memanggilku Yizue!” Dia memperkenalkan dirinya.
Aku mengangguk mendengar ucapannya,
“Jadi, mulai sekarang kita adalah teman. Kamu bisa memanggilku Kai, sedangkan aku akan memanggilmu Yizue.” Ucapku sambil tersenyum padanya.
Wajah Yizue memerah. ‘eh? apakah aku berbuat berlebihan?’ pikirku dalam hati setelah melihat wajahnya memerah.
“Ngomong-ngomong, kamu belum menjawab pertanyaanku. Apakah kamu murid baru di akademi ini?” ucapku untuk mencairkan suasana.
“A—aku belum sempat melihat papan pengumuman.” Dia menjawab dengan nada rendah.
“Apakah karena ketiga senior itu?” tanyaku padanya.
“Be—benar,” balasnya singkat.
“Karena kamu belum melihat papan pengumuman, Aku akan mengantarmu ke sana. Lagi pula aku tidak terburu-buru pulang.” Aku mengajukan diri mengantarnya ke papan pengumuman.
“A—apakah tidak merepotkanmu?” Dia bertanya padaku.
“Tidak, kamu tenang saja.” Aku menjawabnya dengan santai.
“Te—terimakasih, Kai.” Dia berkata sambil tersenyum padaku.
Aku menjawabnya dengan balik tersenyum padanya. Kami pun pergi dari lorong tersebut. Aku melangkah paling depan, sedangkan dia melangkah di belakangku.
...----------------...
Kami pun tiba di papan pengumuman. Yizue tampaknya tidak sabar ingin melihat hasilnya. Dia langsung melihat papan pengumuman setelah kami sampai di sana. Tidak lama setelah melihat papan pengumuman, dia memasang wajah bahagia. Aku penasaran dengan hasil yang diperoleh Yizue dan ingin menanyakan padanya.
“Apakah namamu ada di papan pengumuman?” ucapku bertanya pada Yizue.
“E—emmm, aku diterima di kelas F. Walaupun tidak terlalu bagus, tapi itu sudah cukup bagiku.” Yizue menjawab dengan tersenyum.
Walaupun dia memasang wajah bahagia, tapi sebenernya dia sedikit bersedih atas hasilnya. Mata merahnya mengeluarkan sedikit air tanpa dia sadari.
“Tidak perlu terlalu memikirkan kelas yang kau dapatkan, lagi pula bersedih tidak akan mengubah keadaanmu. Sekarang yang perlu kau lakukan hanyalah menjalani dengan sepenuh hati.” Aku tersenyum menyemangatinya.
“Ta—tapi … ” Yizue tidak melanjutkan kata-katanya.
“Tapi apa?” tanyaku penasaran.
“Emm, lu—lupakan.” Dia menggelenggakn kepalanya.
Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu, itu yang kupikirkan saat melihat respon Yizue. “Baiklah,” jawabku singkat.
“Terima kasih.” Dia tersenyum.
Aku tersenyum merespon ucapannya.
Sepertinya dia mengucapkan terima kasih karena aku tidak bertanya lebih jauh. Aku tipe orang yang tidak suka mengetahui rahasia orang lain jika tidak di berikan izin oleh orang tersebut, toh tidak ada untungnya buatku.
...----------------...
Setelah kami selesai melihat papan pengumuman, kami bergegas menuju pintu keluar. Hujan turun sangat deras saat kami tiba di pintu keluar. Aku ingin cepat pulang tapi melihat wajah Yizue yang gelisah, membuatku mengurungkan niat.
“Kenapa wajahmu terlihat gelisah?” tanyaku padanya.
“Tidak apa-apa. A—apakah kamu akan pulang?” Yizue bertanya balik padaku.
“Aku akan menunggu sampai hujannya berkurang, bagaimana denganmu?” Aku mencoba melihat situasi Yizue.
“Sa—sama denganmu.” Wajah gelisah Yizue memudar.
“Hmmm. Karena kita menunggu, bagaimana jika kita mencari tempat duduk?” tanyaku padanya.
“Di—disana ada tempat duduk kosong.” Yizue menunjuk tempat duduk kosong yang hanya muat untuk dua orang.
“Baiklah. Ayo kesana!” Aku menghela napas, lalu tersenyum padanya.
Yizue membalas dengan anggukan kecil. Kami pun berjalan ke tempat duduk tersebut. Aku mempersilakan Yizue untuk duduk terlebih dahulu, ‘Ladies first’. Aku menyesuaikan tempat dudukku setelah Yizue sudah duduk. Tidak ada percakapan beberapa saat setelah kami duduk. Suasana menjadi canggung.
“Kau berangkat sendiri?” Aku memulai percakapan agar suasana tidak canggung.
“Ti—tidak, aku berangkat bersama paman.” Jawabnya.
“Jalan kaki?” tanyaku lagi.
“I—iya, dari dulu aku dan paman lebih suka pergi dengan berjalan kaki jika tujuan kami dekat.” Jawab Yi Yizue.
“Seberapa jauh rumahmu dari akademi?”
“Da—dari rumah ke akademi memakan waktu 10 menit.”
“Hmmm,” Aku menganggukkan kepalaku. Kami pun melanjutkan percakapan santai ini sampai hujan reda. Beberapa menit kemudian hujan sudah reda.
“Nona!” terdengar suara pria berteriak dari samping kami.
Kami secara bersamaan menoleh ke arah tersebut. Terlihat seoarang pria paruh baya membawa dua payung. satu digunakan dan satunya masih tertutup. Dia berlari menghampiri kami, lebih tepatnya Yizue.
“Maaf Nona, saya terlambat.” Pria itu menundukan kepalanya pada Yizue.
“Ti—tidak apa-apa paman.” Yizue membalas dengan senyum.
Ketika pria itu sudah menegakan kepalanya, dia melihatku. Lalu berkata, “Tuan ini siapa?.
“Pacar nona?” Sebelum menerima jawaban. Pria itu langsung melanjutkan dengan nada menggoda.
“B-bukan paman. Dia Kai Zen, temanku!” Yizue menjawab denga menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Hai paman. Aku Kai Zen, teman Yizue.” Aku menjawab setelah Yizue menyelesaikan ucapannya.
“Hahahaha. Aku hanya menggoda kalian. Jangan bawa serius.” Paman itu tertawa.
“Perkenalkan tuan. Saya Alex, pembantu nona.” Setelah selesai tertawa, paman itu memperkenalkan dirinya.
“Salam kenal Paman Alex.” Aku mengajak dia berjabat tangan. Dia membalas jabat tanganku dengan tersenyum.
Setelah selesai berjabat tangan. Dia memberikan satu payung yang dibawanya kepada Yizue. Lalu menyuruh Yizue untuk menunggunya di luar, sepertinya dia ingin menyampaikan sesuatu padaku. Yizue tanpa bertanya langsung menunggu di luar.
‘Apakah dia akan memarahiku karena berteman dengan nona? Tapi dia tidak berani menunjukan kemarahannya di depan Yizue?’
‘Apakah dia akan menyuruhku menjauh? Karena aku tidak selevel dengan Yizue. ’
‘Atau bagaimana?’
Aku memikirkan dalam hati apa yang akan disampaikan Paman Alex kepadaku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
🔵🍾⃝Ɲͩᥲᷞⅾͧเᥡᷠᥲͣh❤️⃟Wᵃf࣪𓇢𓆸
dasar cowok ada aja maunya pasti
2023-02-28
1
ㅤ
Kembali ke perfilman Harry Potter, kalau ada beneran sekolah sihir, wah pasti keren. Sihir cahaya gitu ya 😂 bukan ilmu hitam kaya dukun-dukun
2023-02-28
2
Jhuwee Bunda Na Alfaa
ada maksud lain tuh
2023-02-04
1