EMPAT

Erina belajar sejak kecil dari ibunya untuk tidak menggantungkan hidup kepada pria, meskipun dia suka bersenang-senang dan menghamburkan uang bagi orang lain tapi mereka tidak tahu cara kerja yang dilakukannya selama ini.

Semua keluarga mengkritik Erina yang selalu membeli barang-barang bermerk, mereka tidak tahu dia membelinya untuk menaikkan value di depan orang lain. Toh, tas itu juga bisa dijual kembali.

Tas, baju dan perhiasan yang dibelinya sejak usia muda, dibelikan keluarganya atau keluarga Adair selalu disimpan baik-baik, dia bisa melihat bagaimana bias sang ayah dan ibu terhadap dirinya.

Ayah masih menerapkan pemikiran patriarki, anak laki-lakilah yang meneruskan nama keluarga dan perusahaan, anak perempuan cukup diam di rumah dan membangun hubungan baik dengan orang lain.

Ibu pun tidak banyak berkomentar dan hanya bisa menasehati Erina untuk bisa mandiri.

Dan sekarang semua yang diajarkan ibunya sangat berguna.

Meskipun Adair melakukan perselingkuhan dan menimbulkan simpati untuk dirinya, Erina tidak bertindak sebagai korban. Selama hubungan mereka saling menguntungkan dan baik-baik saja, itu tidak masalah.

Kepala pelayan terlihat gelisah dan berkali-kali menoleh ke belakang.

Setelah tiba di ruang kerja dan Erina masuk, kepala pelayan bertanya. "Nona, apakah nona tidak mencintai tuan?"

Erina balik badan dan menatap bingung kepala pelayan. "Tentu saja, aku mencintainya."

Kepala pelayan menghela napas ironis. "Apakah anda tidak marah dengan tindakan tuan selama ini? Maksud saya, normal bagi wanita yang sudah terikat untuk marah ataupun menangis sekaligus berhak dengan kehidupan pasangannya."

"Aku sudah sering menangis sejak kecil dan air mataku juga sudah habis di pemakaman keluargaku, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat."

"Menangis dan marah adalah hal yang biasa, nona."

"Aku tahu."

----------

Adair melihat dirinya di depan cermin satu badan, memakai mantel tidur tanpa memakai sehelai pakaian di dalamnya. Otot dada tercetak jelas.

Ajeng yang sudah tenang, bangun dari tempat tidur dan menatap kagum Adair. "Tuan."

Adair masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan apa pun ke Ajeng.

Ajeng menggigit bibir bawahnya dengan kecewa.

Tidak butuh waktu lama untuk mandi, Adair keluar dengan pakaian lengkap. Kemeja yang terbuka dua kancing dari atas serta celana formal.

Adair mengerutkan kening ketika melihat Ajeng masih belum berpakaian dan duduk di atas tempat tidur. "Apa yang kamu lakukan di sana?"

"Anda... belum memberi saya penawarnya..." lirih Ajeng yang menutupi tubuhnya dengan selimut.

Adair mendecak lidah dan mengambil obat di saku celana lalu melemparnya ke tempat tidur dekat Ajeng. "Tinggal tiga butir, kamu jaga baik-baik."

Ajeng mengangguk lalu mengambil obat itu dan mengambil pakaiannya yang berserakan.

"Setelah ini, pergilah ke perpustakaan dan temui kami."

Kami yang dimaksud adalah Adair dan Erina, Ajeng mengangguk lagi dan cepat-cepat memakai pakaiannya.

Adair pergi ke perpustakaan tanpa menatap Ajeng, para pelayan yang sudah menunggu dari luar kamar setelah mendapat instruksi dari kepala pelayan, bergegas masuk ke dalam dan membersihkan kamar, mengabaikan Ajeng.

Seorang pria setengah baya datang menghampiri Ajeng. "Saya diperintahkan kepala pelayan untuk memeriksa kondisi anda."

Ajeng merasa dirinya hina, tapi tidak bisa berbuat apa pun. Hanya keluarga inilah yang mau menerimanya dan memberikan pengobatan gratis, dia hanya bisa membalasnya dengan menjadi mata-mata dan pelampiasan Adair. Tubuhnya harus bersih dari cacat dan penyakit menular.

Ajeng segera mengikuti dokter.

Sementara Adair sudah tiba di perpustakaan dan mengerutkan kening ketika melihat Erina duduk di kursi dengan santai.

Adair duduk di sampingnya dan membelai kepala Erina.

Kepala Erina bersandar di bahu Adair. "Apakah aku mengganggu?"

"Tidak."

"Aku sebenarnya tidak ingin mengganggu kamu, tapi aku tidak tahu harus lari ke siapa. Hanya kamu keluargaku."

Keluarga Erina dan Adair sama-sama kecelakaan, hanya tersisa mereka berdua untuk memimpin klan.

"Mereka mengganggu kamu lagi?" tanya Adair dengan nada lembut.

Erina menatap lurus Adair dan tertawa geli. "Tentu saja, sudah menjadi rutinitas mereka."

Sangat lucu melihat seorang pria tidur dengan wanita lain lalu berkata lembut dengan tunangannya, tapi mungkin lebih baik begini. Erina tidak bisa menolerir perselingkuhan Adair tanpa sepengetahuannya.

Alasan Erina sederhana, dia tidak mau tertular penyakit. Makanya dia selalu mengingatkan Adair untuk selalu cek wanitanya ke dokter.

Sementara Adair selalu bertanya-tanya. Apakah kamu tidak cemburu? Kita bertunangan tapi aku memiliki hubungan dengan wanita lain.

Erina mulai mengeluarkan keluhannya. "Rumah sakit berhutang banyak dan aku tidak sanggup mengembalikan, paman bersikeras menggantikan posisi ibu. Aku tidak suka itu tapi aku juga tidak bisa berbuat banyak, aku bukan dokter dan masih kuliah, tidak tahu apapun tentang manajemen rumah sakit."

"Tidak terlambat untuk belajar dari sekarang."

Mereka berdua tahu, orang tua Erina tidak mengizinkannya menyentuh semua manajemen keluarga. Untung keluarga Adair mengajarkannya untuk mendukung keluarga Erina dari belakang.

"Aku akan mengajarimu."

"Tidak perlu, aku bisa sendiri."

Alis tampan Adair berkerut tidak setuju. "Kamu terjun sendiri dan di dunia bisnis tidak ada yang namanya gratis, kamu yakin bisa mengatasi semuanya sendiri?"

"Selama kamu di sisiku, aku merasa bisa segalanya."

"Jika kamu berpikiran seperti itu, kenapa kamu tidak cemburu meskipun aku bersama wanita lain? Apakah kamu juga memiliki simpanan lain?"

Erina menutup buku lalu menyentuh kedua pipi lembut Adair. Dia benar-benar menjaga tubuhnya dengan baik.

"Aku memang kecewa dengan semua orang yang sudah memperlakukanku dengan jahat, tapi aku tidak pernah membalas mereka. Fokusku hanyalah bertahan lalu menyerang."

Adair mencium puncak kepala Erina. "Di rumah kamu hanya tersisa satu pelayan, kenapa tidak tinggal di rumahku saja?"

"Tidak, aku harus mempertahankan harta keluargaku. Lagipula aku kesini untuk mencari penghiburan, tolong biarkan aku membaca dengan tenang." Kepala Erina turun ke paha Adair lalu mengangkat buku dan membaca.

Adair melihat buku di atas meja lalu mengambilnya. "Politik?"

Tanpa dijawab Erina pun, Adair paham bahwa tunangannya lah yang mengambil buku ini.

Semua isi buku perpustakaan kecil di ruang kerja Adair merupakan buku permintaan Erina dan yang diminta bukanlah novel roman atau fantasi.

Keluarga Adair sudah tahu watak ayah dan kakak Erina yang patriarki, tidak bisa membiarkan seorang wanita melebihi mereka. Mereka sangat sayang Erina tapi juga tidak bisa melihat Erina lebih cerdas sedikit.

"Jika kita menikah, aku akan membiarkan kamu melakukan sesuka hati."

Itu adalah janji Adair kepada Erina, meskipun mereka berdua tahu bahwa masa depan belum tentu bisa mempersatukan mereka, untuk sementara nikmati dulu waktu bersama ini.

TOK! TOK!

"Masuk!" perintah Adair.

Ajeng masuk sambil membawa nampan berisi camilan dan minuman, terkejut melihat posisi dua sejoli sedang bersantai di sofa.

Ajeng berhasil menguasai emosinya dan meletakkan isi nampan di atas meja. "Kepala pelayan menyuruh saya mengantar camilan dan minuman. Silahkan dinikmati."

Erina melirik sedikit lalu fokus membaca, mata Adair masih melekat di buku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!