Hujan Bagiku

Bukan tanpa alasan hujan menjadi hal berarti dalam hidupku.

...

Mendung lengkap bersama turunnya hujan. Tampak burung berterbangan panik kembali ke sarangnya. Disebabkan hujan, tim Atlit sekolah dibubarkan dan latihan dibatalkan. Di halte depan sekolah, aku sedang memainkan ponselku. Iqbal menghampiriku begitu keluar dari kelasnya, sekarang ia duduk di sampingku. Sebenarnya aku hanya menatap ponselku tanpa notif apapun, lalu menghela berat nafasku.

"Gua benar-benar jomblo rupanya, gak ada yang tertarik sama gua," mengalihkan pandanganku menatap langit dengan rintisan hujan.

"Hmm.." Suara seorang pemuda mengejutkanku, aku menoleh ke sisi kananku saat mendengar suara itu. Ternyata Iqbal sudah duduk di sampingku.

"Kapan ini orang sampe di sini? Barusan kan gua sendiri di sini!" Batinku lalu melirik pemuda itu.

"Loe juga susah kan deketin cewe karna loe pendiam?" Pertanyaan random dariku membuat Iqbal hanya mengangguk tidak yakin lalu menatapku.

"Kalo nanti kita cukup tua, dan kita masih belum dapat pasangan, ayo menikah!" Ucapku asal.

"Karna kita gak pandai dalam berhubungan, gimana kalau saat usia 33 tahun?"

"Oke, gua akan menikahi loe!" Sahut Iqbal santai.

"Hei jawabnya semangat dikit napa? Haha.. nggak akan ada yang mau menikah sama gua! Gua tau itu! Gua hanya bakal berusaha lari terus sampe jadi atlit dan hidup dengan baik." Ucapku.

"Ayo kita menikah!" sahut Iqbal tegas, lalu kami hanya menertawakan hal konyol yang kami bicarakan.

"Loe yakin? Haha kalo di FTV judulnya, aku menikahi pacar boonganku haha!" Ucapku sembari tertawa.

"Loe yakin mau terus pacaran boongan?" Tanya Iqbal tampak serius.

"Huh? Trus loe mau kita beneran pacaran gitu?" Tanyaku tanpa berpikir sambil tertawa. Iqbal hanya membalas dengan tersenyum gemas melihat tingkah manusia yang tampilannya selalu dengan baju training itu.

***

.

.

Berjalan pelan sembari bernyanyi kecil, hal yang sering kulakukan saat pulang. Lagi pula jalan ini sangat tenang.

Sesampainya di rumah, hari sudah menjelang malam akibat menunggu hujan reda. Tentu saja setelah mandi aku langsung menghampiri sebuah meja yang bertumpuk makanan, perut ini sudah menjerit sejak tadi siang.

"Makannya pelan pelan aja sayang!" Kata ibuku lembut yang duduk makan di sampingku.

"Mah! Kalo suatu hari aku gagal jadi atlit lari, apa yang akan mama lakukan?" Ucapku asal lanjut memasukkan sendok penuh makanan ke mulutku.

"Hush.. jangan ngomong yang bukan bukan, mamah gak bakal terima kalo itu terjadi," sahutnya lalu membelai rambutku.

Aku bukan anak satu-satunya, tapi memang benar hanya aku yang tinggal bersama ibuku saat ini.

.

.

...

Hujan ini sangat menyenangkan, aku bisa melihat dirinya yang menari bersamaku di bawah hujan ini.

Kegembiraan yang kurasakan lima tahun yang lalu, ini sangat khas. Pria itu memelukku saat kami masing-masing larut dalam tawa.

Di sebuah teras rumah yang hangat dengan rintikan hujan menjadi pemandangan indah.

"Kamu yakin gak akan jatuh sakit? Hujannya deras loh," ucap pria itu yang duduk di depanku.

"Aku lebih kuat dari siapapun, ini mah kecil hehe," ucapku setelah meneguk teh hangat di tanganku.

"Kamu harus bahagia begitulah harusnya dirimu, berhentilah berpikir tentang kehilangan, dan lanjutkan hidupmu dengan baik." Ucap Pemuda itu.

"Aku pasti bahagia, begitupun hidupku akan baik baik aja." Sahutku tampak yakin.

"Ikhlaslah! Mungkin yang kamu dengar bukanlah yang sebenarnya." Kalimat itu sedikit membuatku merenung.

...

.

.

Pagi menyambutku lagi, kali ini aku tidak bermimpi buruk namun mimpi yang bisa dibilang indah, karena lebih baik dari sebelumnya di mana aku selalu terbangun dalam keadaan lelah. Pertama kali sejak beberapa tahun yang lalu, aku bangun tidur tanpa keringat, jeritan atau tangisan. Apa aku sudah berhasil mengalahkan ketakutanku?

Hari yang cerah, pucuk dedaunan segar kini berganti bunga kecil indah di vas bunga depan rumahku. Tentu bukan aku yang tanam apalagi menyiramnya, tapi ibuku. Wanita hebat yang telah membesarkanku penuh kasih.

Pagi itu, teman lama ibuku berkunjung ke tempat kami, tante Minji. Aku bersalaman lalu berangkat sekolah.

"Hara tunggu!" Panggil tante Minji.

"Iya tan?" Sahutku sambil menoleh ke belakang.

"Mino tanyain kabar Hara, dia juga titip salam, katanya kangen sahabat lamanya," Kata tante Minji.

Aku hanya tersenyum, "waalaikumsalam, salamnya Hara balas ya tan," kuhela nafas berat lalu berangkat sekolah dengan wajah sendu.

Jarak sekolah dari rumahku sekitar 300 meter, Karena aku mabuk kendaraan umum, jadi tiap hari aku berangkat hanya berjalan kaki sekitar 10 menit. Sebagai ganti berolahraga pagi.

Begitu sampai di pintu gerbang sekolah tiba saja langit menurunkan rahmatnya, memaksaku harus berlari untuk masuk ke kelas. Untung tidak basah kuyup, hanya terlihat seperti percikan air di seragamku. Begitu sampai di pintu kelas, Gadis narsistik itu berlari dan memelukku. Kurasa ada yang salah dengan otaknya, ini hanya hujan haruskah bersikap se-lebay itu dengan bertanya,

"Loe gapapa kan?" Tanya Kiya begitu aku sampai lalu duduk di bangkuku.

"Duh kenak tetes hujan sakit banget, bikin gua pusing, sampe berdarah tuh!" Sahutku sembari ber-akting dramatis dan menjatuhkan tubuhku ke atasnya.

"Ah ga lucu ah!" Akhirnya Kiya menghentikan sikap lebaynya, ketika di balas dengan ke-lebay-an yang sama.

Karena hujan pula, di sekolah ajaib ini guru tidak bisa masuk kelas karena kantor guru dan kelas berada di bangunan yang berbeda, sehingga kalau tidak bawa payung tidak bisa masuk. Itulah yang terjadi pada kelas kami. Siswa menganggur, ada yang belajar, menggosip, tiduran, main tennis meja, gangguin yang tidur, selfie dan masih banyak lagi.

Aku merebahkan kepalaku di atas meja, tidak kusangka nama itu masih terngiang di kepalaku, "Mino". Kenapa harus mengganggu lagi ketika aku sudah susah payah untuk tidak ingat lagi.

Aku sempat tertidur sejenak, sebelum Kiya berperang dengan meja memasang raut kesal. Gadis luar biasa ini membuatku jantungku hampir lepas dari pembuluhku.

"Loe tidur? Tinggalin gua gitu?" Ucap Kiya memasang wajah berlagak sedih.

"Tinggalin apaan sih? Cuma tidur doang, loe makin hari makin aneh deh," sahutku dengan alis tertaut.

"Wajah loe kenapa lagi tuh? Kusut banget dari tadi pagi," tanya Kiya lalu memasang senyum khasnya.

"Ck.. jangan ganggu gua ah!" Sahutku lalu kembali tidur.

"Gak mau jawab nih?" Kiya bangkit dari bangkunya lalu menuju ke bangku di sisi Iqbal.

Ada yang berbeda dari tatapan gadis cantik ini ketika menatap Iqbal, matanya berbinar dan ia tidak mampu mengendalikan senyumnya. Kiya menarik kursi lalu duduk di sisi Iqbal yang sedang bertempur menggunakan jarinya di atas layar hp nya. Pemandangan itu terlihat sempurna, keduanya tampak serasi. Gadis cantik ini memang sangat pintar dalam pendekatan, dan sering kali mengeluarkan jurusnya.

"Liat sendiri kan Bal! Dia gitu giliran kita baik," ucap gadis itu.

"Dia kenapa?" Iqbal menoleh menatapku yang tampak larut dalam pikiranku.

"Lagi kesel gak bisa mandi hujan kali!" Ketus Kiya. Namun iqbal hanya menatap lalu kembali melanjutkan game yang sedang ia mainkan.

Kiya mendekatkan bibirnya di telinga Iqbal, lalu berbisik, "kalian masih pacaran boongannya?" Lalu kembali ke posisi awalnya.

"Iya!" Jawab Iqbal cuek. Kiya tampak agak kecewa dengan jawaban pemuda ini walau ia sudah tau watak pemuda ini memang demikian.

"Loe kok perhatian banget sama Hara? Sampe segitunya!" Tanya Iqbal setelah beberapa detik berlalu.

"Loe mau dengar kisahnya? Jadi ceritanya gini.." Kiya sangat bersemangat bercerita sampai tidak meresponku yang memberi kode untuk jangan bercerita.

Tiga tahun yang lalu,

Ketika kami kelas 2 SMP, ada Hara, Mino dan Kiya. Ini kisah persahabatan dan hujan.

...

Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!