Ada bagian kecil dari alam semesta yang tak pernah bisa dimengerti.
...
.
.
Di Kantor Guru,
Tentu saja setiap siswa yang membuat keributan akan berakhir di sini. Selembar kertas, pulpen di antara himpitan jemari, yaa.. benar surat permintaan maaf.
"Pak! Iqbal dihukum lagi? Dia gak salah pak! Semua salah saya!" Ucapku setelah bangkit dari kursi pada seorang guru yang baru saja masuk.
Iqbal menarik tanganku, hingga aku kembali duduk "tapi ini gak bener! Harusnya cewe itu aja yang dihukum, dia yang buat masalah."
"Loe diam! Kalo loe masih mau sekolah di sini!" Sahut Mia yang duduk di sisi lain Iqbal.
"Stop! Kalian berdua sama aja!" Iqbal akhirnya angkat bicara dengan tatap dingin.
Keesokan harinya, setelah menghabiskan waktu sekitar 10 menit berkeliling mencari pemuda tinggi tampan berwatakan dingin, akhirnya aku menemukan si kutu buku di bawah pohon pinggir lapangan tentu saja sedang membaca buku.
"Eheem.. loe udah lama di sini?" Tanyaku. Namun dia hanya diam. Kuputuskan untuk duduk di sisinya.
"Soal yang kemarin, saat gua bilang loe pacar gua, maaf yaa! Gua gak maksud gitu.. loe pasti marah dan malu banget gara-gara gua."
"Cowo pintar dan keren kaya loe pacaran sama gua, itu gosip terburuk! Sumpah gua gak maksud jebak loe dalam hal yang beginian." sampai saat ini dia masih fokus pada bukunya.
"Loe keberatan gak kalo kita pacaran?" Kata itu sukses membuat Iqbal reflek mengarahkan bola mata itu menatapku.
"Huh?? Loe..." katanya terpotong.
"Loe pasti mau gua beresin semua ini kan? Tenang aja gua gak se-egois itu, gua tau gua gak pantas jadi cewe loe!"
"Dasar cewe aneh!" Gumam Iqbal.
"Gua ngerti kok, tenang aja nama loe akan dibersihkan dari gosip secepatnya, loe jangan merasa bersalah biar gua urus semuanya, gua pergi dulu bye!" Aku langsung meninggalkan lapangan itu.
"Mengerti? Huh?" Gumam pemuda itu menatap punggung gadis yang berlari menjauh darinya sembari menggeleng kecil kepalanya.
***
.
.
Pagi ini, aku terlambat ke sekolah lalu dapat hukuman menangis di tengah lapangan. Aneh bukan? Sekolah pada umumnya akan memberi hukuman untuk membersihkan. Tapi ini berbeda, di sini hukumannya cenderung untuk mempermalukan siswanya agar mereka kapok dan malu untuk datang terlambat.
Memegang bedge bertuliskan 'SAYA TELAT' meletakkannya atas kepala sambil menangis, bagaimana bayangan kalian? Apa masih mau datang terlambat?
Setelah menangis 30 menit, akhirnya di izinkan masuk kelas. Melewati lorong sekolah saja malunya luar biasa.
Melangkahkan kaki kanan dengan pikiran "Duh malu banget, mungkin kalo mulai dari yang kanan akan baik hasilnya, semoga gak ada yang ketawa."
Kenyataannya semua bibir manusia di kelas itu tampak terbungkam menahan tawa. Begitu sampai di kursiku tawa mereka pecah, kecuali satu orang, Iqbal.
Dua orang cewe dari kelas lain memasuki kelas kami lalu menuju meja Iqbal.
"Ini Coklat hangat buat kamu! Minum yaa!" Ucap salah satu dari gadis itu tampak malu-malu, lalu berlari keluar.
Iqbal duduk tepat di depan mejaku, ia menoleh ke arahku dan meletakkan minuman coklat hangat di mejaku.
"Loh ini buat loe! Loe harus hargain pemberian gadis tadi dong!" Ucapku yang merasa tidak adil.
"Kalian bukannya pasangan? Kok Hara malah dukung cewek lain deketin Iqbal?" Sahut gadis yang kata Kiya namanya Inah, ia tampak bingung.
"Tapi aku yakin cewe tadi nyiapin minuman ini buat loe, setidaknya loe har..." kataku terpotong.
"Loe pacar gua!" Ucap Iqbal yang berwajah dingin itu dengan ekspresi datarnya namun menatap tajam. Mulutku terbuka tak percaya dengan yang kudengar barusan.
"Ciee yang pasangan baruuu," ucap salah satu gadis yang aku lupa namanya sambil terkekeh sendiri. Reflek aku meliriknya dengan ujung mata ini sadis hingga dia terdiam.
Jam istirahat, penghuni terakhir kelas ini saat ini adalah aku dan Kiya.
"Coba liat mata loe bengkak gak habis nangis? Hahaha," ledek gadis itu tertawa dengan mulut terbuka lebar.
"Cukup! Stop deh aah! Gua kabur nih," ucapku dengan wajah memelas.
"Oke oke jangan kabur dulu, lucu banget tapi, hahaha. BTW loe bilang kemaren Iqbal pacar loe cuma bohongan, loe apain Iqbal sampe dia ngomong gitu?"
"Gua juga heran! Tu orang kenapa, gua harus nanya langsung deh, tapi nanya nya besok aja hari ini gua mager..."
.
.
.
Keesokan Harinya, tampak Pemuda tinggi dan murung dengan wajah kecil yang mirip karakter webtoon sibuk dengan android di tangannya, Iqbal duduk di meja ujung kantin. Aku mendekat diam-diam sembari melirik segala pelosok lalu mengenakan topi hitam untuk menyamar.
Kutarik kursi di depannya lalu duduk. "Bro! Aku mau tanya deh, kok kemaren loe bilang aku pacar loe? Bukannya loe gak suka ya di gosipin gitu?"
Seperti biasa aku hanya berasa berbicara pada tembok, namun dengan modifikasi enak di pandang.
"Hmm.. bentar gua coba mikir dulu kayaknya gua tau alasannya, loe mau kita kerja sama kan? Supaya loe gak digangguin banyak cewe lagi, kalo loe udah punya pacar pasti..." lagi-lagi kataku terpotong dengan tindakan pemuda ini.
Iqbal menarik topiku lalu meletakkan hp yang tadi ditangannya, menyendok mie goreng di depannya dan menyuapiku. Mulutku terbuka bukan karena ingin makan mie tapi tidak menyangka dengan peristiwa yang barusan terjadi. Karena mie sudah berada dalam mulutku, terpaksa kukunyah sembari melirik ke arah sorot mata Iqbal sedari tadi. Ternyata dua orang cewe yang memberi minuman coklat kemarin yang menatap kami.
Bola mataku membulat dan merebut topiku dari tangan pemuda ini, tapi tidak semudah yang kalian bayangkan, Iqbal tidak mau kalah ia tetap mempertahankan topi itu sebelum berhasil kurebut dengan sekuat tenaga dan memakainya kembali.
"Loe! Sebenarnya kenapa? Pedes banget lagi mienya, gua mau beli air dulu," ucapku sembari bangkit dari kursiku.
Tiba saja Iqbal menarik tanganku hingga aku terseret duduk di sisinya lalu ia merangkul bahuku.
"Tapi gua haus kepedesan, bisa tolong lepasin gua?" Tanyaku berbisik.
"Ini akibat loe manfaatin gua hari itu! Sekarang giliran gua yang manfaatin loe!" Ucap Iqbal yang membuatku kehilangan kata-kata.
Mataku berair karena kepedasan, tanganku mengusap mulut yang agak blepotan terkena mie, namun tiba saja pemuda itu memperkuat rangkulannya hingga tangan yang harusnya di mulut malah ke hidung. Sekarang hidungku pun ikut terasa perih hangat.
"Aaak! Itu mie isinya cabe semua? Perih banget hidung gua!" Tanganku mencoba meraih tisu di atas meja, namun sulit untuk bergerak karena Iqbal merangkulku erat.
Iqbal meraih tisu lalu mengelap mulut dan hidungku, ia mengambil sekotak tisu dan memberinya padaku.
"Loe kenapa sih aneh banget? kalo mau kerja sama bilang kek! Jadi kita bisa coba untuk terlihat kayak pacaran beneran loh!" Ucapku sembari mengelap air bening yang keluar dari mataku.
.
.
.
Di lorong sekolah,
"Bisa-bisa besok gua pilek nih! Haaasssyyiiiim!" Aku yang menutup hidung dengan tisu setelah bersin.
"Makanya kalo mau lakuin sesuatu itu tanya-tanya dulu sama orangnya, nah sekarang dibalas gini gak enak kan?" Saran Kiya yang sama sekali tidak membantu.
Tiba saja seorang cowo yang memakai jaket di atas seragam sekolah, menghentikan aku dan Kiya yang baru keluar kelas.
"Kiyaa.. gua mau minta maaf, gua salah. Gua gak bisa berhenti mikirin loe," ucapnya memohon di depan Kiya.
"Pergi dari sini!" Ucap Kiya tegas.
"Tapi...Kiya Kiyaaa" Kata Angga terhenti ketika Kiya menarik tanganku bergegas pergi.
Di pinggir lapangan,
"Loe kenapa gak dengar dia dulu sih? Dia cuma lupa beli balon, mungkin dia punya alasan, atau dia punya masalah lain," ucapku sembari berjalan menggandeng tangan Kiya.
"Dia udah aneh sejak dari dua minggu yang lalu! Dia berusaha menghindar, dan selalu sibuk. Mungkin dia punya cewe lain!" kata Kiya beralasan hinggaku terdiam.
"Loe sendiri yang bilang cinta itu tentang kepercayaan kan? Coba deh loe dengerin dia sekali lagi, aku gak mau nanti kamu nyesal," Aku hanya merangkulnya dengan tangan kanan dan menepuk-nepuk bahunya.
"Cinta itu juga tentang saling menghargai, untuk apa kepercayaan tapi gak bisa menghargai satu sama lain?" Sahut Kiya.
Kiya selalu ingin menikmati momen dalam hidupnya meski belum menemukan yang cocok untuknya. Dia sering putus, tapi juga punya alasan. Namun 'Hara' hanya dijadikan alasan untuk putus. Gadis cantik ini menjadikanku tameng untuk mengetahui mana yang benar-benar bisa dipercaya dan diandalkan.
Saat kau membutuhkan alasan, kadang hal terdekat bisa jadi alasan kuat yang tak terelakkan.
Sebenarnya aku tidak pernah mengganggu pasangan siapapun, aku hanya dekat dengan banyak cowo karena aku anggota dalam tim Atlit sekolah dimana kebanyakan anggotanya adalah cowo. Tiap pagi harus berangkat awal untuk breefing latihan. Tapi semua orang tidak akan percaya apalagi ketika aku bersama Reno pacarnya Mia, kabar angin beterbangan bebas di seluruh sekolah, padahal Reno hanyalah teman sejak SD makanya kami lebih dekat dari yang lain. Tanpa sadar aku menikmati momen itu dan membuat semua orang memanas.
Tapi ketika memutuskan mengakhiri, ini sebenarnya belum tuntas. Mia, gadis itu masih tidak bisa menerima kekalahan. Ia mendatangiku sekali lagi. Tentu saja dia marah-marah dengan emosi meronta. Di tengah lapangan saat aku sedang latihan lari, ia menghentikan dengan berdiri di depanku. Aku yang sedang berlari kencang tidak bisa langsung berhenti, aku menghindar hingga kakiku menyilang lalu terjatuh.
"Au au tangan gua!" Aku mendesis .
"Loe pikir loe siapa? Huh? Berani banget loe buat gua malu di depan semua orang. Gua akan bongkar semua rahasia loe, gua ada fotonya dasar PHO!" Bentaknya, dengan mata yang hampir lepas dari cangkangnya.
Aku bangkit berdiri, mengorek telinga dengan kelingking memasang wajah malas.
"Udah? Segitu aja? Keluarin terus semua biar gua jawab sekalian!" sahutku dengan wajah datar lalu melipat kedua tanganku di depan.
"Loe gak sadar-sadar ya? Gak tau malu! Udah ganggu pacar orang, sekarang malah pacaran, gua gak ngerti entah Iqbal seleranya aneh atau loe yang.." kata Mia terpotong saat aku angkat bicara.
"Loe dendam banget sama gua? Gua heran, loe hancurin image gua dengan fitnah bodoh itu! Dari awal loe juga tau gua gak pernah ganggu siapa-siapa, tolonglah gua capek. Lagian Reno cuma temen SD gua kami gak ada apa-apa kok! Berhenti nyebarin gosip murahan gitu sebelum kalian menghancurkan hidup orang lain lagi!" Ucapku tenang.
"Dulu gua gak punya hak bicara, karna semakin difitnah omongan kita semakin tak berarti. Gua cuma mau bersihin nama gua doang, itu salah? Loe cukup deh ganggu hidup gua! Gua udah muak banget!" Nadaku makin meninggi.
Plaaak...
Hidungku berdarah dan pipi kiriku memerah. Aku tak ingin membalas kasar, lagi pula aku kelelahan setelah latihan lari hampir sejam.
"Loe cuma bisa main kasar? Sadar Mia! Suatu saat semua yang loe lakuin ke gua bisa aja balik lagi ke loe sendiri!" Sahutku kesal.
Mia lagi-lagi mengkat tangannya dan mengayunkan ke arahku. Kurasa akan pingsan lagi kalau kena yang kedua kali, karena itu dikirimlah malaikat pelindungku. Iqbal datang dan menepis tangan gadis kasar itu.
"Au au," ia mendesis.
"Pergi loe!" Ucap Iqbal yang tiba saja berada di depanku.
"Oh sekarang pacarnya datang jadi pahlawan?" Sahut Mia lagi.
"Kenapa? Pacar loe gak datang belain loe? Loe iri?" Sindirku setelah berpindah posisi ke sisi kiri Iqbal.
Plaaakss...
Tamparan gadis ini membuat lututku lemas, aku terjatuh ke sisi kiri, sebelum mengenai tanah, Iqbal bergerak menekuk kaki jenjangnya dan menangkapku. Sesaat empat mata bertemu, aku tersenyum lalu pingsan.
.
.
.
...
Di sebuah pulau yang tak ku kenal, pria itu menggenggam tanganku sambil tersenyum. Dia pria yang kukenal, pria yang sama dan konsisten dengan pakaian serba hitam putih itu.
Dia membopongku dan membawaku lari, ini dejavu jalan yang sama. Kami ke tempat resepsi pernikahan yang sama, dan aku melihatnya lagi di tempat pengantin pria. Namun kali ini, aku tidak tau apa yang dia lakukan tiba saja dia menghilang.
Posisiku berganti, sekarang aku sebuah stasiun kereta. Dengan tas besar yang kupikul di belakangku. Kereta tiba dan pintunya terbuka. Aku melihat pria itu lagi yang keluar dari pintu tepat di depanku, tapi ia hanya berjalan lurus tidak mengenaliku. Aku menoleh menatapnya yang kian menjauh.
Dan aku berkata "ini takdir."
...
.
.
.
Mataku yang tadinya tertutup sekarang terbuka lebar dan mendesis.
"Aaaaaaaaaaahhh.. gua lemah banget, gitu aja pingsan. Tapi kayaknya gua tadi mimpi deh," ucapku sembari bangun pada Kiya yang duduk di sisi ranjangku, namun sibuk dengan hp-nya.
"Mimpi apa coba? Orang pingsan bisa mimpi?" Sahutnya tanpa mengalihkan mata dari ponsel miliknya itu.
"Cowo itu genggam tangan lalu rangkul gua, dia bopong gua di punggungnya bawa lari gua!"
"Tepat sekali yang Iqbal lakuin tadi, cuman kurang saat dia tangkap loe ala drama korea gitu!"
"Si bro yang nolong gua lagi? Gua jadi gak enak! Dia pasti kelelahan punya teman kayak gua."
"Tapi gua serius tentang mimpi gua Key! Setelah itu di stasiun tiba-tiba cowo itu abaikan gua dan gua merasa kehilangan gitu," mengaitkan keningku.
"Aneh sih, tapi bisa aja terjadi.. itu kan cuma mimpi.."
"Iya sih, ini cuma mimpi," ucapku sembari mengangguk pelan.
Ini cuma mimpi, tapi kenapa aku merasa ini seperti takdir? Siapa pria di mimpiku itu?
...
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments