Roger terus mendekap tubuh Cindy hingga dia jatuh di sofa. Dengan cepat Roger berada di atasnya. Cindy terus meronta namun hal itu tidak ada gunanya karena Roger mengunci tubuhnya. Satu tangan Roger mencengkeram kedua pergelangan tangan Cindy dan meletakkannya di atas kepala Cindy. Sedangkan tangan satunya terus aktif menjelajahi setiap lekuk tubuh Cindy.
"Kak Roger... ku mohon sadarlah, jangan lakukan itu padaku"
Cindy terus berteriak dan menangis. Namun rupanya hal itu tak digubris Roger sama sekali. Malah kini Roger mulai menyusuri leher jenjang Cindy dan turun ke bawah.
Dengan satu sentakan Tangan Roger piyama yang dikenakan Cindy kini terkoyak dan kancing bajunya bertebaran.
Bagai Singa yang kelaparan Roger langsung menyambar bagian atas tubuh Cindy dengan beringas. Tak lupa Roger mulai melepas kaos yang dikenakannya dan dilempar asal. Hal itu membuat Cindy semakin takut.
Bulir-bulir air mata yang jatuh entah tak terhitung lagi ditambah keringat yang mulai bercucuran di sekujur tubuh Cindy. Dengan terus berusaha meronta Cindy memohon kepada Roger untuk menghentikan perbuatannya namun Roger tetap tak bergeming. Semakin Cindy menangis semakin Roger termakan nafsu.
Hingga akhirnya Roger mulai melepas pakaian Cindy bagian bawah. baju yang dia kenakan kini telah robek semua. Roger mulai melucuti semua bajunya dan hal itu digunakan Cindy untuk berusaha melarikan diri. Namun sia-sia ternyata Roger telah berhasil menarik lengan Cindy hingga dia terjatuh. Dengan cepat Roger naik di atas tubuh Cindy dan mulai melakukan aksi bejatnya.
Cindy berteriak kesakitan tatkala benda itu mencoba memasuki tubuh Cindy dengan paksa. Sakit luar biasa yang Cindy rasakan hingga membuatnya hampir pingsan.
Roger terus menghajar Cindy tiada ampun. Cindy yang pasrah hanya bisa menangis nelangsa. Dia melihat foto keluarga yang terpajang di ruang tengah. Sosok dalam foto itu. Ayah, Mama, dan kak Aldho sosok yang begitu Cindy sayangi. Tubuhnya terasa sangat perih namun hatinya lebih perih. Dia terus menangis karena hanya itu yang bisa dia lakukan.
Berteriak sekencang apapun tidak akan ada orang yang akan membantunya karena hujan deras dan posisi rumah Cindy yang berada di tengah pekarangan luas sehingga tetangga pun tidak akan mendengar suara Cindy.
Roger terus menaikkan tempo gerakan tubuhnya membuat Cindy semakin menjerit kesakitan. Tiada ampun dari Roger hingga tiba-tiba Roger mulai mendesah keras dan terasa cairan hangat mengalir di dalam tubuh Cindy.
Perlahan Roger mulai melambat dan berangsur melemaskan tubuhnya kemudian ambruk menindih Cindy.
Rasanya Cindy tidak kuat menahan tubuh kekar Roger dan dengan sekuat tenaga dia mencoba melepaskan dirinya dari tindihan Roger. Tidak ada perlawanan dari Roger membuat Cindy sedikit lebih mudah. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya akhirnya dia bisa melepaskan diri dari pria itu.
Cindy memunguti bajunya yang terkoyak sana sini. Dengan tertatih Cindy berjalan menuju kamarnya. Dia mengunci pintu rapat-rapat agar Roger tidak bisa mendekatinya lagi.
Tangisnya pecah tatkala gadis itu merasakan ngilu di tubuhnya. Tulang-tulangnya seperti mau copot semua. Dia berjalan menuju kamar mandi dan menyalakan shower air hangat. Cindy meringkuk dibawah guyuran air membiarkan tubuhnya basah oleh air hangat untuk mengurangi rasa sakitnya. Kejadian malam ini sungguh membuatnya sangat trauma.
Setelah beberapa saat Cindy mulai bangkit dan keluar dari kamar mandi. Dia memakai pakaian seadanya untuk menutupi tubuhnya. Tenaganya yang terkuras habis membuat Cindy langsung ambruk di atas ranjangnya tanpa mengeringkan rambut terlebih dahulu. Bulir-bulir air mata terus mengalir dari manik mata indahnya.
"Kak Aldho... tolong aku" gumam Cindy lirih.
Di ruang tengah Roger masih tergeletak di atas sofa tanpa sehelai pakaian di tubuhnya. Peluhnya membasahi seluruh tubuh polos itu. Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan hawa dingin mulai menyeruak masuk ke dalam rumah membuat Roger mulai merasakan dingin menerpa tubuhnya.
Perlahan Roger mulai mengerjapkan matanya dan pelan-pelan dia mulai membuka matanya. Suasana berbeda sepertinya ini bukan rumahnya. Roger memperhatikan secara seksama ruangan yang ia tempati dan akhirnya tau bahwa ini rumah Aldho. Dia terkejut melihat tubuhnya yang telanjang bulat lalu langsung memunguti dan memakai pakaiannya yang berserakan di lantai.
Dengan sekuat tenaga dia mulai tersadar dan mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Melihat cangkir teh di meja yang masih penuh belum tersentuh namun sudah dingin. Dia mulai mengingat saat Cindy menyajikan minuman itu untuknya dan tentu kejadian selanjutnya yang dia lakukan terhadap Cindy.
"Ya Tuhan, mati aku. Kenapa bisa aku melakukannya kepada Cindy" gumam Roger panik.
Roger mencari kamar Cindy dan mencoba mengetuknya namun tak ada balasan apapun. Rupanya Cindy sudah terlelap karena kelelahan.
Akhirnya Roger kembali ke sofa ruang tengah dan melihat bercak darah menempel di sofa tersebut. Dia takut jika keluarga Cindy mengetahui kelakuan bejatnya. Dengan cepat Roger berusaha membersihkan sisa-sisa kotoran yang dia buat di sofa. Setelah dirasa bersih dan rapi Roger segera meninggalkan rumah Cindy.
"Maafkan aku Cindy" Roger terus menyetir mobil menuju kediamannya.
.
Aldho terus memikirkan Cindy. Entah kenapa dia memiliki firasat yang kurang baik terlebih saat Mama Grace memegang gelas yang akan dipakai untuk minum tiba-tiba terjatuh.
"Ma, kenapa aku terus kepikiran Cindy ya?" Ucap Aldho sembari membantu Mamanya memunguti pecahan gelas.
" Sudah jangan terlalu dipikirkan. Tadi sudah menelepon kan? Aduh..." Tiba-tiba tangan Mama Grace terkena pecahan kaca.
"Mama hati-hati, lihat berdarah kan?" Aldho meraih tangan ibunya dan segera mengobatinya.
"Besok pagi setelah kita menemui bibimu langsung pulang saja. Kelihatannya kamu terus kepikiran Cindy"
"iya Ma..."
.
Pagi ini Pak Tirta pulang dari rumah sakit. Dia terkejut saat membuka pintu rumah yang ternyata tidak terkunci.
"Jangan-jangan Cindy lupa mengunci pintu" gumam Pak Tirta.
Saat memasuki rumah pak Tirta tidak melihat seorangpun karena Aldho dan Mama Grace belum pulang. Kemudian Dia mengetuk pintu kamar Cindy yang terkunci. Berkali-kali dia mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Karena khawatir akhirnya Pak Tirta mengambil kunci cadangan kamar Cindy.
Setelah berhasil membuka pintu Pak Tirta mendapati Cindy yang sedang tertidur pulas. Dia mendekati anak gadisnya untuk membangunkannya.
Saat memegang lengan Cindy Pak Tirta merasakan kulitnya yang terasa panas.
Lalu memegang kening Cindy. Benar saja putrinya saat ini sedang demam.
"Cindy, sayang kamu tidak apa-apa nak?" Pak Tirta menggoyang-goyangkan tubuh Cindy.
Cindy membuka mata dan mendapati Ayahnya yang sudah berada di rumah. Dengan cepat Cindy segera bangkit dan memeluk ayahnya.
"Ayah, aku takut" Cindy merintih dan mulai mengeluarkan air matanya. Dia merasa begitu lega saat melihat keluarganya berada di dekatnya saat ini.
" Cindy, Jangan takut ayah sudah pulang. Maafkan ayah meninggalkanmu sendiri di rumah" Pak Tirta mulai menenangkan Cindy. Dia berpikir bahwa Cindy ketakutan di rumah sendiri saat hujan deras mengguyur semalam.
"Jika kurang enak badan kamu tidak usah masuk sekolah, istirahat di rumah saja" Pak Tirta berjalan keluar kamar untuk ke dapur membuatkan sarapan.
Cindy mendengar suara pesan di ponselnya.
"Cindy, maafkan aku Sungguh aku semalam sedang mabuk berat dan melukaimu. Sungguh kakak minta maaf. Bisa kita bertemu hari ini? Kakak ingin menjelaskan sesuatu kepadamu"
Rupanya Roger yang mengirim pesan. Cindy beringsut ke ranjang dan mulai menangis lagi. Dia masih sangat takut bertemu dengan roger namun dia harus meminta pertanggungjawaban kepadanya.
"Baiklah. Kita bertemu dimana?"
.
.
visual Cindy
lanjut Bab 4 ya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
վմղíα | HV💕
kasihan Cindy jangan sampai dia hamil
2023-03-16
0