Lily membuka pintu mobil yang kini sudah berhenti di parkiran sebuah tempat hiburan, gedung tinggi yang terlihat mewah itu tidak akan terasa mengerikan jika tujuannya hanya untuk merayakan pesta, tapi kali ini dia akan menjual dirinya, oh Ya Tuhan, adakah kalimat yang lebih terhormat dari pada itu.
"Aku tidak bisa, aku akan kembali." Lily membuka pintu mobil lagi, dan berniat melarikan diri, Lura yang juga sudah berada di luar langsung menarik lengan gadis itu.
"Kau tidak bisa mundur, ingat saja kakakmu, dia ingin sembuh." Lura kembali menyemangati, seperti kakak gadis itu ibunya pun sedang sakit, untuk itu Lura mampir ke rumah sakit dan kembali menemui sahabat lamanya itu.
"Apa kau yakin dengan uang itu kakakku bisa sembuh, kurasa tidak," ucap Lily yang semakin ragu, gaun ketat yang melekat ditubuhnya itu selalu ia turunkan di bagian paha, rasanya sungguh terbuka, belum pernah gadis itu mengenakan busana seminim ini sebelumnya.
Ya Tuhan sial sekali nasibku ini.
" Memangnya mau dengan cara apa lagi?" tanya Lura dengan hati-hati, "Terserah kamu Ly, terserah jika kau ingin melihat kakakmu mati," ucapnya.
Untuk sejenak Lily tertegun, yang dikatakan temannya itu memang benar, tapi sepertinya jika kakak gadis itu tau bahwa dia telah menjual diri demi kesembuhannya, mungkin pria Malang itu lebih memilih mati saja.
Demi Kak Leon Ly. Kamu harus bisa, ucapnya dalam hati.
Lily terus mengekori Lura masuk ke dalam gedung clab malam itu lewat pintu khusus karyawan, mengapa karyawan? karena sahabatnya itu memang bekerja di sana, menjadi nona penghibur para tamu hidung belang.
Ini adalah yang terakhir aku menginjakkan kakiku di lantai ini, sumpah Lily pada dirinya sendiri.
Mereka kini berada di sebuah ruangan rias, Lura berdiri mematut wajahnya di depan cermin dengan bedak yang super tebal.
"Kau tau, di sini para nona diperlakukan dengan terhormat, kami wanita penghibur highclass, tidak sembarangan menerima ajakan tamu, apalagi yang tidak punya uang."
Sementara Lura terus mengoceh di hadapannya, Lily masih memikirkan dengan siapa dirinya akan tidur malam ini.
Mungkin lebih baik aku kabur saja, sepertinya pintu belakang aman.
" Ly, kau tidak berniat untuk melarikan diri kan?"
Mendengar itu Lily kelabakan, "ah, eu tidak," ucapnya pelan.
"Tidak perlu takut, tamu di sini banyak pria tampan, kau harus pilih yang perutnya sedikit buncit, itu ciri orang-orang berduit di tempat ini."
Lily sedikit berpikir, setaunya perut buncit itu tanda orang yang malas berolah raga, bagaimana bisa dikaitkan dengan banyak duit, tapi sebagai Junior yang baru merambah ke tempat ini dan yakin tidak akan kembali lagi, Lily mengiyakan saja.
Lily memperhatikan peralatan make up yang berserakan di atas meja. Kemudian mengambil salah satunya, "apakah seratus juta itu tidak terlalu murah? Sepertinya aku membutuhkan uang lebih banyak dari itu."
Pertanyaan itu membuat Lura menoleh, "seratus juta kan hanya penawaran awal, kau bisa memilih orang yang bisa membayarmu lebih," ucapnya yang membuat gadis di sebelahnya itu sedikit terhenyak.
Jadi aku dilelang begitu? Oh Ya Tuhan, demi warga bikini bottom, rasanya aku ingin tenggelam ke dasar laut.
Lily berharap ada keajaiban dalam hidupnya, misal seseorang menghubungi dirinya dan mengabarkan sang kakak baik-baik saja, maka dia akan segera hengkang dari tempat terkutuk ini, tapi bagaimana mungkin keajaiban itu bisa terjadi, ponselnya saja bahkan sudah dijual untuk biaya pengobatan terakhir kemarin.
"Ly, ayo!" Ajakan Lura membuat gadis itu sedikit terlonjak, Lura sudah melangkah lebih dulu dan Lily memantapkan hatinya, untuk semua hal buruk yang menunggunya di depan pintu.
Lampu yang berkerlip cepat dan berubah-ubah warna itu membuat Lily menjadi pusing, Lura mengajaknya berkenalan dengan para nona-nona di Sana.
Ya Tuhan mereka cantik-cantik sekali, apakah pekerjaan lain tidak membuat mereka berpikir untuk keluar dari sini.
"Jadi ini gadis seratus juta itu," ucap seorang pria dengan menatap Lily dari ujung kaki hingga kepala, kemudian berpusat pada wajahnya. "Cantik juga," ucapnya.
Lily yang merasa canggung hanya menunduk, dan saat satu tangan menjawel dagunya gadis itu reflek menghindar.
"Tidak boleh menyentuh jika tidak mampu membayar," ucap Lura, mengambil alih suasana, dengan nada bercanda.
"Baik lah, penawaran pertama dua ratus juta," ucap pria itu tadi dengan masih menatap wajah Lily dengan penuh minat.
"Tiga ratus juta," seorang pria dengan satu anting di telinga kirinya mengajukan penawaran, di tangan pria itu segelas minuman beralkohol dengan cepat ia telan. "Sepertinya aku mengenalmu," ucapnya dengan terus memperhatikan wajah cantik gadis yang akan ia beli di hadapannya.
Lily mencelos, benarkah orang ini mengenalnya, dia adalah gadis terhormat beberapa waktu yang lalu, jamuan penting dari para pejabat sempat ikut ia hadiri waktu itu.
"Tidak mungkin anda mengenal saya, saya gadis biasa," ucap Lily dengan mencoba berani, ditatapnya wajah pria yang bisa dikatakan lumayan itu dengan seksama, dan dia tidak juga mengenalnya.
Siapa? Aku tidak kenal.
Pria itu mengangguk, "sepertinya begitu, gadis sepertimu tidak mungkin bisa bertemu denganku di luar sana."
Lily benar-benar merasa terhina, belum apa-apa harga dirinya sudah terjatuh ke paling dasar, tapi harus bagaimana, kehormatannya memang tengah dilelang dengan penawaran harga seratus juta sekarang. Ya Tuhan dia benar-benar tidak menyangka.
Semoga penawaran terakhir tidak jatuh pada pria sombong ini. Aku tidak sudi.
"Sudah tidak ada yang berminat lagi? Aku tidak sabar untuk mencoba wanita ini," ucap pria sombong itu lantang, kemudian tertawa, Lily nyaris menangis di tempatnya, tapi dia harus kuat.
"Aku tidak mau!" tolak Lily lantang, membuat suasana hingar bingar di tempat itu sejenak terasa tenang. Hanya dentuman musik yang tidak terlalu kuat sesekali dapat mengalihkan perhatian pengunjung di sana. "Aku akan menunggu penawaran yang lebih tinggi," Imbuhnya yang membuat pria di hadapannya itu berdecih sinis.
"Memangnya kau pikir ada yang mampu membayarmu lebih tinggi dari pada aku?" remehnya.
"Tiga ratus juta Ly, yakin kau menolaknya?" Lura berbisik di dekat telinga sahabatnya.
Lily balik berbisik, "aku tidak menyukai caranya menawarku," ucapnya yang membuat Lura memutar bola mata.
"Tigaratus limapuluh juta," penawaran berikutnya membuat Lily menoleh tersenyum, pria dengan tubuh sedikit tambun itu sepertinya terlihat lebih sopan.
"Sialan!" umpat pria ber anting satu itu dengan geram, tidak terima ada yang menyaingi penawarannya. Dia tidak pernah mengajukan penawaran bagi siapapun wanita baru yang masuk ke tempat itu sebelumnya. Namun melihat gadis itu yang memang ia kenali sebagai anak dari pejabat tinggi membuat ia penasaran ingin memiliki. "Lima ratus juta," lantangnya.
Lily sedikit terhenyak di tempatnya. Dan keterkejutan itu membuat pria sombong di hadapannya tersenyum.
"Masih mau menolakku, sebenarnya aku bisa membayarmu lebih murah dari pada itu," remehnya yang membuat Lily semakin benci.
"Lima ratus juta sudah banyak Ly, kau bisa melunasi hutang-hutangmu, ingatlah kakakmu membutuhkan uang itu." Lura kembali berbisik pada sahabatnya.
Lily memejamkan mata, harga dirinya yang masih tersisa menolak itu semua, dia menghela napas berat. "Adakah yang dapat memberikan penawaran lebih tinggi, kalian tidak akan rugi," teriak perempuan itu.
Persetan, harga diriku sudah jatuh berceceran, lebih baik aku mati daripada harus rugi. Harga diriku jauh lebih tinggi jika harus menyerah dengan pria ini.
"Sombong sekali kau!" satu perempuan cantik menghampiri Lily dengan tatapan meremehkan, busana **** yang ia kenakan seperti ingin menonjolkan sesuatu yang berada di dalam. "Kau pikir ada yang sudi membayarmu lebih dari apa yang bos Bian berikan," ucapnya dengan bergelayut manja pada pria sombong yang ternyata bernama Bian.
Lura sempat mengingatkan untuk tidak berurusan dengan perempuan itu, primadona di tempat ini yang tidak pernah mau keberadaannya tersaingi.
Lily melengos, menatap Lura yang sesekali memberikan kedipan sebagai isyarat untuk tidak macam-macam, dan Lily memilih diam.
"Enam ratus juta," suara berat itu membuat perhatian semuanya teralihkan, pria berkacamata yang memberikan penawaran lebih itu membuat Lily kemudian tersenyum.
"Brengsek!" umpat Bian, menyongsong pria itu dan menarik kerah bajunya. "Berani kau muncul lagi di tempat ini hah," ancamnya.
Suasana semakin ricuh saat si pria berkacamata mendorong Bian hingga termundur beberapa langkah, keduanya jadi berdebat.
"Adakah yang istimewa dari wanita ini hingga kau berani memberikan penawaran tinggi?"Tanya si pria berkacamata.
Bian berdecih sinis,"bukankah seleraku tidak pernah mengecewakan, Tuan Danis."
Pria bernama Danis itu terkekeh sisnis, "tapi kau tidak pernah menang jika beradu penawaran dengan aku, bukankah begitu?"
"Sialaan!"
Keributan mereka membuat seseorang yang duduk di sudut tempat itu merasa terganggu, William yang duduk bersandar di sofa membuka kelopak matanya, memberikan isyarat pada anak buahnya untuk mendekat.
"Tuan Bian dan Tuan Danis, apa perlu saya urus?"
William menegakkan duduknya, pandangan pria itu mengarah tajam pada kerumunan yang menjadi pusat perhatian, "ada apa?" tanyanya datar.
"Ada nona baru, dan mereka berani memberikan penawaran tinggi."
William sedikit berpikir, dua orang itu setaunya jarang sekali berminat pada nona baru yang belum berpengalaman, pria itu jadi penasaran. "Siapa namanya?"
"Lilyana, Tuan."
Nama itu membuat William seketika menoleh, wajahnya berubah tegang, "siapa?" ulangnya.
**iklan***
Netizen: Bang bule bentar lagi ketemu Lily thoor lanjut jangan lama lama 😆
Author: masih lebaran woy, gue kan mau halal bi halal sama tetangga. 😌
Netizen:maklum sih yang banyak dosa mah 😒
Author: Siyalan 😑
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Warsih Saputra
pliss kasi recomend novel lain yg sebagus cerita ini.. gue gabisa mupon bneran.. gue bolak balik baca nih novel.. karna belom nemu novel yg mnarik lagii huhuuu
2022-06-14
0
Asih Novano
itu Danis yg jadi mertuanya Jino bukan sih
2021-11-12
0
lien
aku tuh curiganya yg bakar rumah ma kantor bokapnya Lily ya si Wiliam tong tong
2021-10-31
1