Gadis 100 Juta

Gadis 100 Juta

LILIYANA FERNANDES

"Kumohon Kak, bangun lah." Lily menyentuh tangan sang kakak yang terbaring koma di rumah sakit, sudah satu bulan ini pria yang menderita luka bakar tujuh puluh lima persen di tubuhnya itu seolah enggan membuka mata. "Hanya kau yang aku punya, Kumohon bertahanlah."

Gadis berusia dua puluh tujuh tahun bernama Lilyana  itu tidak pernah menyangka hidupnya akan sekacau ini, musibah kebakaran yang dialami keluarganya meninggalkan luka mendalam bagi gadis itu, dia yang harus rela kehilangan kedua orangtuanya, ternyata harus kembali bersabar ketika sang kakak yang dinyatakan masih dapat hidup tidak juga membuka mata.

Lantas dia harus bagaimana, terakhir saat sang kakak dinyatakan koma dia hanya bisa berdoa akan kesembuhan pria Malang itu, karena hanya pria itu lah satu-satunya keluarga yang saat ini ia punya.

Lily berjalan menyusuri lorong rumah sakit, dengan lemah gadis itu menyeret langkahnya keluar dari kantin, dia begitu lapar, Ya Tuhan, belum pernah dirinya kelaparan seperti ini saat musibah itu belum terjadi.

Semula hidupnya baik-baik saja, menjadi anak orang yang terpandang di kotanya tidak membuat seorang Lily merasa kekurangan, bisnis yang dijalankan oleh Ayah dan juga kakaknya maju pesat, hingga entah bagaimana ceritanya musibah itu merenggut semua mimpi-mimpi yang keluarga mereka bangun dengan begitu penat.

Lily kembali melirik kartu atm di tangannya, saldo sisa lima puluh ribu itu tidak bisa ia cairkan, sungguh dunia ini berputar, dulu uang setara itu biasa ia berikan pada tukang parkir di tempat hiburan tanpa meminta uang kembalian. Dan saat ini malah dirinya begitu membutuhkan.

"Lily? Benarkah itu kau?" Seorang wanita cantik seumuran dengannya tampak menyapa, Lily menyipitkan matanya, rasa lapar membuat pandangannya sedikit kabur.

"Lura?" Tanya Lily tidak percaya, gadis itu bertemu dengan sahabatnya saat kuliah.

Gadis cantik bak model majalah fasion terbaru itu kemudian tersenyum, "iya Ly, ini aku," ucapnya. Dan melihat sahabat lamanya itu begitu lemah dia kemudian bertanya. "Kau tampak terlihat kurang sehat, apa yang terjadi?"

Bukannya menjawab pertanyaan sahabat lamanya, Lily malah menutup mulut untuk menahan isak, ia tidak bisa membendung laju airmata saat mengingat nasib dirinya yang begitu merana. Gadis itu kemudian menangis.

***

"Ya Tuhan mengapa bisa seperti itu?" Komentar Lura saat dia menceritakan tentang musibah yang menimpa keluarganya. "Pada saat itu kau sedang di mana?"

"Aku membuka usaha toko bunga, dan asisten papa mengabarkan bahwa rumah keluargaku telah terbakar, begitu juga dengan kantor yang ia dirikan, semuanya habis tak bersisa," tutur Lily, gadis itu tampak tidak sanggup melanjutkan ceritanya.

Lura memberikan dukungan dengan mengusap punggung sahabatnya itu dengan lembut,"bersabar lah Ly, aku yakin kau pasti bisa melewati ini semua," ucapnya.

Lily menggeleng, "Aku tidak yakin Ra, bagaimana aku bisa bertahan hidup dengan tidak punya apa-apa, semuanya habis terbakar, dan keluarga satu-satunya yang aku miliki terbaring koma di rumah sakit, aku harus bagaimana?" Lily terlihat begitu putus asa.

Belum sempat menanggapi, kedatangan pelayan dengan membawa nampan berisi menu yang mereka pesan berhasil mengalihkan perhatian. Keduanya berada di sebuah restoran, sahabatnya itu berkenan memberikan traktiran.

"Makan lah Ly, kau pasti lapar," ucap Lura,  perempuan itu mengambil makanan bagiannya.

Meski lapar, tapi Lily tetap punya adab untuk makan, baginya kesopanan nomor satu. Dirinya adalah seorang gadis yang patuh pada aturan, meski beberapa minggu ini dia telah menjalani rasanya hidup miskin, jiwa kaum bangsawan tidak serta luntur dari dirinya.

"Lalu apa rencanamu kedepan?" tanya Lura di sela makan.

Lily mendongakkan pandangannya dari piring, menelan kunyahan dalam mulutnya kemudian menggeleng, "aku bingung harus apa, selama ini aku tidur di rumah sakit menemani kakak, dan sekarang malah pengobatannya harus dihentikan, aku benar-benar bingung harus mencari uang kemana," jawabnya.

"Kau butuh uang berapa?"

Lily agak sedikit ragu, mungkin baginya yang dulu uang sebesar itu buklah apa-apa, tapi saat ini begitu sulit mengejar angka sebanyak itu, terlebih dalam waktu yang terbilang singkat. "seratus juta, Ra, biaya pengobatan kakakku juga rawat inap sudah lama menunggak," ucapnya.

Lura yang semula begitu antusias mendadak lemas, jika hanya puluhan juta mungkin dirinya bisa bantu, tapi seratus juta bukanlah jumlah yang sedikit, dia harus mengumpulkan beberapa minggu jika ingin mencapai itu.

"Aku punya tapi mungkin agak sedikit lama," ucap Lura, mencoba meringankan beban pikiran sahabatnya.

Namun Lily menggeleng, "tidak Ra, seratus juta bukanlah jumlah yang sedikit, aku juga tidak akan mampu mencicilnya dalam waktu dekat, dan lagi pengobatan kakakku akan dihentikan dua hari lagi," ucapnya panjang lebar.

Lura yang sudah selesai dengan makanannya kembali berkomentar. "Jika secepat itu aku tidak akan mampu," ucapnya.

Lily mengangguk, sedikit mendorong piring bekas makannya ke tengah meja, "tidak apa, aku mengerti," ucapnya.

"Tapi aku bisa memberikanmu sedikit solusi, untuk gadis cantik sepertimu bukan hal yang sulit mendapatkan seratus juta dalam semalam."

"Maksudmu?" Tanya Lily tidak mengerti.

Lura mencondongkan tubuhnya, berharap percakapan berikut tidak dapat didengar oleh siapa-siapa, dan reaksi gadis yang menjunjung tinggi kehormatan dan harga dirinya itu tentu saja begitu terkejut.

"Kau gila," umpat Lily.

Lura terkekeh pelan, "hidup di ibu kota memang kejam Ly, untuk bertahan di atas orang-orang banyak yang menginjak mereka yang berada di bawah," ucapnya.

Lily menggeleng. "Lalu apa hubungannya dengan jual beli yang kau tawarkan?" tanyanya tidak mengerti.

Lura tersenyum, "tidak ada hubungan apa-apa, aku hanya ingin mengatakan padamu bahwa untuk bertahan memang harus ada yang dikorbankan."

"Tapi tidak dengan menjual diri juga," tolak Lily geram, kemudian mengedarkan pandangannya saat ucapan barusan tidak bisa dibilang pelan.

Lura kembali terkekeh, "lalu apa, kau mau menjual ginjalmu?" Sindirnya.

"Ah, aku bisa mati," balas Lily.

"Nah untuk itu lakukanlah, demi kesembuhan kakakmu, Ly, pikirkan saja itu," ucap Lura sembari menelusuri lekuk tubuh sahabatnya, "Kau begitu cantik, bahkan saat kuliah dulu kau adalah primadona, kurasa seratus juta mendapatkanmu tidak akan kecewa, aku saja dulu bahkan hanya lima puluh juta."

"Astaga!" Lily reflek menutup mulutnya, merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan sahabat lamanya itu. "Kau melakukan itu?"

Lura memutar bola mata, keterkejutan gadis di hadapannya terasa begitu berlebihan menurutnya, "tentu sajalah, kau pikir darimana aku bisa hidup semewah ini, kau tau sendiri bahwa keluargaku adalah orang yang tidak punya, tidak mungkin aku bisa hura-hura," ucapnya.

Lily masih tidak percaya, memang benar keadaan sahabatnya itu tidak semewah ini sebelumnya, tapi tentu dia tidak menyangka bahwa Lura bisa menjadi simpanan pejabat kaya.

Percakapan itu telah berakhir beberapa menit yang lalu, ditutup dengan penolakannya terhadap ide gila sahabatnya itu, dia tidak mungkin menjual diri, bagaimana gadis itu mampu menyambangi makam kedua orang tuanya jika hal itu benar terjadi, ayah ibunya tentu akan memilih mati untuk yang kedua kali.

Seolah semesta berkata lain, satu dokter yang menangani sang kakak juga para sistennya terlihat setengah berlari memasuki ruangan dimana saudaranya itu dirawat.

Lily terpaku di tempatnya, perasanya sungguh tidak enak, dengan erat gadis itu menggenggam kartu nama Lura di tangan kanannya, kira-kira apa yang terjadi dengan sang kakak.

Gadis itu sedikit berlari menghampiri ruangan, dan satu suster mencegahnya untuk masuk ke dalam. "Tolong biarkan saya masuk, apa yang terjadi dengan kakak saya, tolong biarkan saya melihatnya."

Perempuan berseragam putih itu menggeleng, "maaf Nona, dokter sedang melakukan penanganan, diharap tunggu sebentar."

Mendengar itu Lily kemudian menangis, kakinya yang begitu lemas membuat gadis itu memilih mendudukan dirinya di kursi tunggu, pikirannya semakin kacau, apakah ini pertanda bahwa sang kakak akan segera meninggalkannya, dan dirinya tidak siap untuk sendiri, tidak akan pernah.

***iklan***

Authir: perkenalan dulu ya, jangan lupa di like sama klik faforit, nanti dilanjut setelah Noisy tamat, biar aku bisa fokus sama ini cerita.

Netizen: thor itu mbak Lily yang dulu bukan si.

Author: Eh bukan ya sayangku, nanti kedepannya pasti dijelasin ini mbak Lily yang mana wkwkwk sabar ya.

Netizen: kenapa namanya sama thor.

Author: karena aku suka banget sama Lily dan Willi wkwkwk

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

keren

2024-11-11

0

Erinda Dwi Wulandari

Erinda Dwi Wulandari

iseng²....baca karya author yg sering disebut sama author favorit q k Iko 🤭

2024-07-20

0

Mega Romy

Mega Romy

saya baru baca sepertinya ceritanya menarik

2023-05-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!