Lily yang menunggu dengan gelisah kemudian menoleh saat seseorang membuka pintu ruang rawat saudaranya. Gadis itu dengan cepat beranjak berdiri. "Bagaimana keadaan kakak saya?" Tanyanya pada dokter Daniel yang sudah lama dia kenal.
Daniel adalah dokter muda yang tampan, mereka sudah saling kenal sejak kuliah, hingga beberapa tahun tidak pernah bertemu, kali ini harus dipertemukan saat keadaan gadis itu yang cukup memprihatinkan.
Untuk menenangkan gadis yang terlihat khawatir di hadapannya itu, Daniel tersenyum. "Sudah membaik, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini akan kembali terjadi," ucapnya yang membuat gadis di hadapan pria itu jadi tertegun. "Kakakmu butuh perawatan lebih lanjut," imbuh pria bersneli putih itu.
"Apakah keadaan kakak ku sudah begitu parah, berapa persen kemungkinannya dapat tertolong?" tanya Lily dengan tatapan kosong.
Daniel mengerutkan dahi. Menyentuh pundak Lily hingga gadis itu kemudian menoleh, "Kau ingin menyerah?" tanyanya tidak percaya.
Lily nyaris menangis saat berkata, "aku harus bagaimana, Niel, aku tidak punya apa-apa sekarang," ucapnya lirih.
Pria itu menurunkan tangan dari pundak gadis di hadapannya, "aku bisa membantumu jika kau tidak keberatan," tawarnya.
Mendengar itu, dengan cepat Lily menggeleng, "tidak Niel, kau sudah terlalu banyak membantu, aku tidak akan mampu mengganti itu," tolaknya dengan halus, gadis itu terlalu takut dengan hutang budi.
Daniel menggeleng, "Kau tidak harus terlalu memikirkannya, yang terpenting Kakakmu sembuh dulu," ucapnya memberi semangat.
Perlahan Lily beranjak ke arah pintu, melihat keadaan sang kakak dari kaca yang terdapat pada benda itu, tangannya terangkat menyentuh permukaan kaca, seolah menyentuh wajah sang kakak yang berbaring di dalam sana." Berapa kemungkinan besar dia dapat hidup setelah operasi?" tanyanya tanpa menoleh.
Daniel melangkah mendekat saat berkata kemungkinan hidup pasien yang cukup kecil, tapi pria itu terus meyakinkan gadis di hadapannya bahwa keajaiban tentu ada. "Percayalah, Kakakmu itu orang yang kuat. Aku sudah lama mengenalnya," ucap pria itu.
Lily memejamkan mata, ia bingung dengan apa yang dapat dirinya lakukan, haruskah ia menerima tawaran Lura, tapi hal itu sungguh tidak mungkin, semua mimpi, cita-cita juga harapannya menjadi wanita terhormat dan bersuamikan pria yang menjadi pilihannya, tentu akan hancur dalam semalam, dia akan menjadi sampah setelah itu, tapi sepertinya itu adalah jalan satu-satunya yang dapat dia lakukan di saat sesulit ini.
"Katakan Kak, apa yang harus aku lakukan?" tanya Lily pada sang kakak yang berbaring memejamkan mata di hadapannya, perban yang menutupi sebagian wajah pria itu tidak lantas membuat Lily lupa dengan wajah tampan yang selalu menyuguhkan senyuman, dia begitu rindu.
Lily mendudukkan dirinya di kursi dekat ranjang di mana kakaknya itu berbaring, "Kak Leon kumohon bangunlah," ucapnya dengan meraih jemari pria itu. "Katakan Kak apa yang harus aku lakukan?" tanya gadis itu sekali lagi, dengan kening yang ia tempelkan pada sisi ranjang, memikirkan itu semua membuat kepalanya semakin pusing.
Tanpa mendongakkan kepala Lily terus mengoceh, meminta pendapat pada sang kakak yang ia harap dapat mendengar keluh kesahnya. "Katakan apa yang harus aku lakukan padamu, Kak, besok semua alat bantu pernapasan di tubuhmu akan dihentikan, aku harus bagaimana?"
Lily memejamkan mata, gadis itu nyaris tertidur saat tiba-tiba merasakan jemari sang kakak yang terasa bergerak di genggamannya." Kak? Kau mendengarku?"
Gadis itu menekan tombol untuk memanggil petugas kesehatan, dan dengan cepat Daniel yang ikut senang dengan berita yang disampaikan oleh gadis itu segera melakukan pemeriksaan.
"Jadi, apakah kemungkinan kakakku bisa sembuh cukup besar?" tanya Lily pada Daniel yang melepaskan stetoskop dari telinganya.
Pria itu tersenyum, "aku tidak dapat memastikan, yang jelas kakakmu punya semangat untuk sembuh, alam bawah sadarnya merespon sentuhanmu, teruslah beri semangat Ly, kakakmu ingin pulih."
Lily nyaris menangis karena bahagia, gadis itu begitu senang dengan berita yang dibawa oleh teman lamanya itu, meskipun kemungkinan sembuh masih tetap kecil, tapi setidaknya dengan seperti itu Lily cukup yakin dengan keputusan apa yang harus ia lakukan.
***
Daniel mengajak Lily makan malam di kantin rumah sakit, sekalian ada yang ingin disampaikan oleh pria itu.
"Aku sudah berusaha mengajukan keringanan biaya untuk kakakmu, tapi mereka tentu saja ikut peraturan, katanya pihak rumah sakit sudah terlalu banyak memberikan kebijakan," tutur Daniel, perihal perawatan Leon yang besok akan dihentikan, pria itu terus menyayangkannya, karena tidak bisa berbuat apa-apa.
Lily sedikit terkejut saat pria yang duduk di seberang meja itu meraih tangnya untuk dia genggam, gadis itu bukannya tidak tau tentang perasaan dokter Daniel, tapi untuk kondisinya sekarang ini, keluarga pria itu tentu saja tidak akan menerimanya, jadi dirinya harus memendam kenyataan bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama.
"Iya, aku mengerti," balas Lily, perlahan menarik tangannya dari gengaman pria itu dan berpura-pura menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "Kau sudah terlalu banyak membantu," imbuhnya.
Daniel menghela napas berat. "Aku menyesal, tapi harus bagaimana lagi, bukan aku pemilik rumah sakit ini," ujarnya denga lemah.
Lily mengangguk, bersamaan dengan itu pelayan yang datang membawa pesanan mereka mengalihkan perhatian keduanya.
"Kamu tidak makan?" Tanya Daniel saat melihat pesanan Lily yang hanya berupa segelas jus buah.
Lily menggeleng, "aku tidak lapar," ujarnya yang memang sedang tidak bernafsu untuk makan apapun. Memikirkan tentang biaya rumah sakit membuat gadis itu enggan mengunyah makanan, rasanya begitu lemas.
"Makan lah meski sedikit. Aku tidak ingin kau jatuh sakit," ucap Daniel tulus.
Lily yang sempat tertegun kemudian tersenyum, Daniel pria yang sangat baik, dan mengharapkan pria itu menjadi pendampingnya kelak sepertinya terlalu muluk. "Nanti aku makan, kau tidak perlu khawatir," ujarnya.
Daniel yang mengangguk kemudian menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulut, terlalu sibuk dengan pasien-pasiennya terkadang dia sampai lupa jadwal makan, "setelah ini, apa yang akan kau lakukan? Apa kau butuh pekerjaan? Biar aku carikan," ucap pria itu panjang lebar.
"Pekerjaan kurasa memang perlu, tapi untuk sekarang aku belum siap menyiapkan semua itu, toko bungaku pun cukup terbengkalai minggu-minggu ini." Lily berkata dengan pandangan yang menerawang, dia hampir lupa dengan usaha kecilnya yang dia bangun karena hoby saja, tidak disangka hal itu sekarang menjadi satu-satunya penghasilan yang dapat menopang hidupnya.
Teringat sesuatu Lily kembali memusatkan perhatiannya pada pria yang sibuk makan di seberang sana. "Ah iya Niel, hutangku pasti akan kubayar, aku harap kamu bisa sabar," ucapnya hati-hati.
Daniel mendongakkan pandangannya dari piring, menatap gadis di hadapannya dengan menghela napas berat, "sudah kubilang kan, jangan terlalu memikirkan itu," ucapnya.
Lily yang menggeleng kemudian menyunggingkan senyum, "tidak Niel, aku pasti akan membayarnya," kekeh gadis itu, dan pria di hadapannya hanya mengangkat bahu.
**iklan**
Author: masih pada bingung ya, wkwkwk ini kisah Bang bule alias William temennya Bang Entin ya. Dan Lily pemeran utama namanya Lilyana Fernandes. Kalo Lily yang dulu Lilyana Elramos. Wkwkwk 😆
Netizen: Kenapa harus sama sih thor namanya, nama kan banyak, Jubaedah kek. 😏
Author: Yakali Jubaedaah 😒 sengaja aku kasih nama yg sama karena sesuai jalan cerita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
iyut_PAntes
kasian banget lily
2021-07-30
0
Maulina Kasih
thor...para pemainnya kan pemeran fifty shades nih....awas kalo gak hot ya😂😂
2021-05-25
1
Ety Setyaningrum
suka banget sama visualnya Thor😁😊
2021-02-17
1