Pria tampan itu melihat sekitar rumah Aslan dengan cermat. Netranya memindai sekeliling hingga mata elang itu melihat sesuatu yang membuat kedua binar bola matanya memicing tajam.
“Om, mau mampir dulu?” tanya Aslan saat mobil itu benar - benar berhenti. Tepat
di depan rumah kontrakannya.
“Yang sebelah mana rumahmu?” tanya pria itu masih dengan melihat benda beroda dua terparkir di sebuah rumah sederhana bercat biru laut dengan halaman yang seadanya saja.
“Itu yang catnya biru, Om. Eh tapi itu bukan rumahku, tapi kontrakan yang aku tempati dengan Mama sekitar hampir lima tahun ini,” ujar Aslan menjelaskan disertai senyum polosnya.
Pria yang masih rapi dengan setelan jasnya itu menarik sudut bibirnya melihat Aslan yang tersenyum polos dan tulus lain dengan sinar wajah yang dia lihat beberapa waktu yang lalu, garang seperti singa.
“Anak ini punya kepribadian ganda sepertinya,” benaknya.
“Ayo Om! Sekarang giliran Om menjelaskan kepada Mama kenapa aku bisa pulang tanpa sepedaku seperti yang Om lakukan tadi kepada Ibu dan Bapaknya Candra,” Aslan menarik tangan pria itu agar mengikutinya keluar dari dalam mobil.
“Maaf Tuan, tapi pukul 3 Anda harus tiba di bandara,” ujar sang sopir mengingatkan.
Pria tinggi 185 cm dengan kulit putih serta mata hitam khas orang Indonesia itu menundudukkan kepalanya berpikir. Jika hanya menyampaikan kata maaf saja paling sepuluh menit cukup, dia rasa tidak akan membuatnya tertinggal pesawat. Dan juga sekarang masih pukul 13.05 WIB.
“Sebentar saja. Oke Aslan?” Bocah itu tersenyum sambil mengangguk.
Dua pria berbeda generasi itu turun bersamaan dari dalam mobil. Wanita yang sedang menunggu sang anak pulang sedari satu jam yang lalu menatap heran, saat kedua manik matanya menatap sang anak berjalan dengan seseorang yang tak asing baginya. Namun, dia melupakan dimana berjumpa dengan pria itu.
“Aslan!” seru sang ibu sambil berlari kecil menghampiri sang anak.
“Ternyata perkiraanku tidak keliru, dia wanita yang membuat tongkat baseball ku berdiri tegak beberapa waktu lalu saat bersamanya,” benak pria yang tak lain adalah Nathan. Pria yang pernah menjadi penumpang jasa ojek online Sasi, ibu dari Aslan Agam.
“Kamu nggak apa - apa? Katanya Candra keserempet?” tanya Sasi membuat Aslan tertawa.
“Satu - satu Mah, tanyanya. Bingung Aslan jawabnya. Nih, Om ini yang akan jelaskan.”
Aslan menarik lengan Nathan agar pria itu yang menjelaskan kronologi kejadian saat dia bermain dengan kawan - kawannya tadi.
“Khem, jadi begini…”
“Loh, mas ‘kan yang pernah naik jasa ojek online saya, iya kan?” tanya Sasi memastikan jika ingatannya tidak salah alias keliru.
“Jadi, saya oh maksud saya sopir oh bukan teman saya tadi tak sengaja menabrak teman anakmu ini, dan saya sudah bertanggung jawab atas kesalahan kami, saya minta maaf.”
Nathan kikuk, entah penjelasannya ini berarti atau tidak, dia hanya bisa terus mengepalkan kedua tangannya mengurangi kegugupan yang tiba - tiba melanda hati dan pikirannya. Sedangkan Sasi dan Aslan memandang pria gagah di hadapan mereka ini sambil mengulas senyum kecil karena melihat kebingungan yang pria itu ciptakan sendiri.
“Tadi teman - teman Aslan sudah memberi tahu ibu dan bapak Candra, dan tadi si Dimas yang kasih tahu Mama jika kamu ikut ke rumah sakit untuk menemani Candra,” ujar Sasi sembari mengusap kepala Aslan sayang.
“Dan untuk Anda, saya berterima kasih sudah mau bertanggung jawab atas kesalahan yang tentu saja pasti tidak disengaja.”
Aslan mengangguk begitupun dengan pria itu.
“Em.. kalau begitu saya pamit karena masih ada pekerjaan yang harus saya lakukan,” tutur Nathan.
“Baik, terima kasih sudah mengantar Aslan,” ucap Sasi dengan senyum manisnya.
“Hati - hati Om! Jangan ngebut ke bandaranya yah, ntar nabrak lagi,” ujar Aslan.
“Hus! Nggak boleh ngomong begitu Aslan,” tegas sang ibu.
Nathan hanya tersenyum dan memegang tengkuknya mendengar penuturan Aslan yang lebih terdengar ejekan dari pada sebuah doa.
“Kalau begitu saya permisi,” Sasi dan Aslan mengangguk seraya mengucapkan hati - hati pada Nathan.
“Kapan Mama bertemu dengan Om itu?” tanya Asla sambil memandang Nathan yang sudah berlalu bersama dengan mobilnya.
“Kamu ingat waktu Mama berceritakan pelanggan yang meninggalkan uang kembaliannya?” Aslan mengangguk.
Sasi tertawa kecil membuat Aslan mengerutkan dahinya, “Om itu orangnya, Nak!” pungkas Sasi.
Aslan yang mengerti hanya menanggapi ucapan sang ibu dengan membentuk huruf O dengan bibirnya.
***
Pukul 8.00 malam, Aslan yang memiliki tugas sekolah cukup banyak sedang sibuk di dalam kamarnya. Sedangkan sang ibu masih berada di luar rumah untuk menyelesaikan tugasnya sebagai driver ojek online. Karena tadi siang waktu istirahatnya terlalu lama akhirnya mau tak mau Sasi akhirnya menambah waktu bekerjanya setelah meminta izin kepada Aslan anak semata wayangnya.
Jika Sasi dan Aslan sibuk dengan aktivitas mereka masing - masing hingga tak lagi memiliki waktu untuk memikirkan hal lain, berbeda dengan pria yang bertandang ke rumah mereka tadi siang.
Dia yang masih terus memikirkan apa yang terjadi beberapa waktu lalu serta apa yang dihadapinya tadi siang membuatnya tidak bisa memejamkan matanya. Padahal esok hari pekerjaan yang akan dia urus dan selesaikan cukup banyak.
“Aku ini, kenapa sih? Masa iya jatuh cinta kaya ABG - ABG itu, ish labil banget,” ucapnya sambil terus menggelengkan kepalanya. Karena kepala dan hatinya tak bisa berhenti memikirkan wanita yang sudah membuatnya tak nyaman untuk tidur akhir - akhir ini.
“Tadi anak itu bilang, Mahardika. Apa iya dia cucu Tuan Mahardika dari anak lelakinya itu, tapi seingatku istrinya bukan dia waktu acara satu tahun lalu itu. Atau mungkin Mahardika yang lain,” gumamnya sambil menatap langit - langit kamarnya.
Nathan pria yang tak sengaja menabrak teman baik Aslan itu sedang mengira - ngira sesuatu yang dia sendiri tak tahu jawabannya.
“Besok aku tanya, Om Rudi saja, dia pasti tahu. Bagaimana keluarga Mahardika itu,” gumamnya kembali.
Mengingat jika besok dia harus mengerjakan banyak hal, Nathan mengecilkan mesin pendingin kamarnya agar dia bisa cepat tertidur. Dalam hitungan menit dengan cukup susah payah akhirnya Nathan pun tertidur dengan lelapnya dengan harapan bisa bertemu seseorang yang membuat hatinya tidak tenang itu dalam mimpinya.
“Aslan,” panggil sang ibu.
Aslan yang ternyata tertidur di atas meja belajarnya tak menyahut panggilan sang ibu yang baru saja datang dari sibuknya mencari pundi - pundi uang untuk membahagiakannya. Sasi yang tak ingin mengganggu anak tercintanya memilih menutup kembali pintu kamarnya, namun sebelum ia benar - benar beranjak Aslan mengigau.
“Kita main ya, Pih, yuk!” ucap Aslan yang mungkin sedang bermimpi.
Sasi yang mendengar sang anak mengatakan kata ‘Pih’ cukup terkejut, siapa yang anaknya itu maksud sedangkan Aslan memanggil ayahnya dengan sebutan PAPA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Bu Een Pucuk🌱Squard🐛
papi baru😆😆😆
2022-10-01
1