Satu minggu berlalu tanpa ada kejadian yang aneh seperti sebelumnya. Pesanan nasi kotak milik Sasi pun mulai berjalan baik dan cukup menghasilkan. Tidak sia - sia perjuangannya yang cukup menguras tenaganya itu. Tetapi dengan hasil yang bisa menambah tabungannya membuat Sasi sangat bersemangat. Sedangkan Aslan yang selalu memberi support untuk sang ibu membuat Sasi tak pernah gentar untuk terus mencoba dan mencoba.
Hari ini Aslan yang sedang libur sekolah memilih bermain sepeda bersama dengan teman - temannya setelah tadi pagi selesai membantu sang ibu di dapur. Sasi yang menawarkan Aslan untuk bermain di salah satu tempat wisata di tengah kota sana menolak dengan dalih nanti akan membuat Sasi lelah. Karena walaupun hari ini libur Sasi tetap bekerja mengais rezeki sebagai driver ojek online.
“Lan, kita mainnya sampai ke desa sebelah yuk!” ajak teman - temannya.
“Ngapain jauh - jauh sih?” tanya Aslan.
“Mumpung libur, sekalian main di sungai sana loh!”
Aslan yang tak pernah bermain hingga ke desa tetangga berpikir. Bukan tak ingin namun dia takut jika terlalu lama bermain hingga lupa dengan waktu dan melupakan tanggung jawabnya.
“Piye Lan?” tanya teman - temannya.
“Ya wes, ayo! tapi ojo adoh - adoh yo!” ( ya sudah, ayo tapi jangan jauh - jauh ya!”)
“Oke!” ucap teman - temannya bersemangat.
Sepeda yang ibunya beli setahun yang lalu itu mengalun perlahan mengikuti ritme kawan - kawan yang ada di depannya. Angin berhembus cukup kencang, area persawahan terhampar luas di hadapan anak - anak itu membuat mereka tertawa -tawa melupakan sejenak kepenatan mereka dengan rutinitas mereka di sekolah.
Gerombolan anak - anak usia 8 hingga 10 tahun itu sampai di sebuah gang masuk menuju ke desa yang berbeda. Namun sebelum benar - benar berbelok dengan sempurna sebuah mobil menyerempet salah satu anak dari gerombolan itu.
“Brak”
Sepeda itu jatuh bahkan penyok di bagian depannya.
“Ya Allah, Candra!” pekik teman - temannya termasuk Aslan.
Mereka turun dari sepedanya dan menghambur menolong Candra yang berteriak kesakitan karena luka di kakinya.
Mobil yang tak sengaja menyenggol itu pun menghentikan lajunya. Namun, cukup lama sang sopir dan penumpangnya tidak segera turun. Aslan yang cukup geram dengan sang pemilik mobil yang lambat dalam bertanggung jawab berjalan sedikit tergesa dan menggedor kaca mobil.
“Woi, Pak! keluar!” seru Aslan dengan sangat berani.
Sopir serta penumpangnya menurunkan kaca mobil dan keluar dari dalam mobil.
“Kenapa?” tanya pria gagah dengan penampilan bak bos besar.
“Lama banget sih turunnya itu teman saya dibantuin bawa kerumah sakit!” seru Aslan.
Si pria yang tak merasa bersalah itu berjalan menuju dimana anak yang diserempernya masih tergeletak di pinggir jalan. Warga yang berlalu lalang pun juga sudah banyak yang berhenti melihat kecelakaan itu.
Pria dengan mata tajamnya itu melihat sekitar, tampak warga mulai berkumpul satu demi satu. Karena tak ingin terjadi keributan pria itu langsung meminta sang sopir mengangkat anak tersebut agar dibawa kerumah sakit hanya dengan kerlingan mata saja.
“Salah satu dari kalia, ikut saya!” pintanya.
Aslan yang tak berpikir dua kali jika menolong orang langsung menyerahkan sepeda miliknya kepada salah satu temannya agar dibawa pulang. Sedangkan dia masuk ke kursi belakang bersama dengan Candra.
“Hati - hati, Lan!” pekik teman - temannya.
“Jika sampai pukul 1 aku tidak pulang jangan lupa beritahu ibuku,” ujar Aslan di angguki oleh mereka.
“Sakit Lan, tugel koyo e sikil ku iki!” teriak Candra berlebihan sambil terus mengerang kesakitan.
“Hus, ngawur! nak tugel we ora iso ngene iki bentukke, balungmu wes udar.”
“Emange tali, udar,” Aslan tertawa mendengar Candra masih bisa menanggapi ucapannya dengan bercanda.
Pria yang berada di depan diam - diam tertawa kecil mendengar celoteh anak - anak yang berada di kursi belakang itu. Seandainya tuhan memberikan satu saja mungkin sudah besar seperti mereka.
Mobil sedan mewah yang seharusnya menemui klien di salah satu hotel itu justru kini harus bertandang ke rumah sakit karena kecerobohan anak - anak itu. Padahal jika dilihat dengan benar mobilnya lah yang terlalu berjalan ke pinggir yang akhirnya menyenggol sepeda milik Candra.
“Sudah sampai, papah teman mu sana!” suruh pria tinggi dan sangat tampan itu.
“Ya ampun, Om! Jelas - jelas mobil Om loh yang salah karena berjalan terlalu pinggir dengan kecepatan seperti itu. Om nggak lihat jika jalanan di area itu sempit. Kalau Om mau nyelip ya kira - kira dong, jangan sampai makan bahu jalan,” ungkap Aslan tak ingin disalahkan.
“Hah!”
Pria itu menghela nafasnya. Dengan berat hati pria itu keluar dari mobil dan menggendong Candra masuk ke UGD. Sungguh harga dirinya terluka hanya karena omongan anak usia 8 tahun yang tanpa sadar mengajarkan tentang bagaimana caranya berkendara. Padahal jika ingin disalahkan kenapa bukan sopir barunya itu yang diomeli. Kenapa harus dia.
“Ada apa ini, Pak?” tanya dokter yang bertugas di UGD.
“Terserempet mobil, katanya sih patah kakinya,” ujarnya tanpa rasa cemas sedikitpun.
“Om, jangan bilang begitu dong!” pekik Aslan dan Candra bersamaan membuat dokter UGD itu menutup mulutnya menahan tawa.
“Ya sudah, tidurkan disini saja.”
Dokter itu membuka salah satu tirai yang terdapat brankar untuk meletakkan pasien.
Pria pemilik mobil mewah itu meletakkan Candra dengan hati- hati karena melihat tatapan mengintimidasi dari Aslan.
“Ya sudah saya periksa dan bersihkan dulu lukanya ya, Adik sama Tuan bisa tunggu diluar,” ujar sang dokter.
“Lan, aku ojo ditinggal!” seru Candra.
“Nggak apa - apa, nanti kalau disini justru malah mengganggu,” ucap sang dokter.
“Kui, rungokno!” tegas Aslan. Candra yang segera ingin ini selesai akhirnya memilih menurut agar bisa cepat kembali ke rumah.
Aslan dan tuan itu keluar menunggu di luar ruangan UGD. Aslan yang memang tak begitu suka berbicara dengan orang asing terdiam membisu membuat pria disebelahnya menatap heran. Dia yang beranggapan Aslan masih akan mengomel justru mendapati anak itu duduk seperti batu.
Karena tak ingin seperti orang bermusuhan padahal mereka tak saling kenal, pria itu memilih membuka obrolan.
“Siapa namamu?” tanyanya. Aslan menoleh mengulurkan tangannya.
Pria itu pun menyambut uluran tangan Aslan, “Nama saya Aslan Agam Mahardika, dan Om?”
“Mahardika?” benaknya.
“Nama Om..”
“Pak, Anda dipanggil oleh Dokter.”
Pria yang belum sempat memberitahukan namanya itu beranjak masuk kedalam ruang UGD di ekori oleh Aslan di belakangnya.
Tirai dibuka perlahan dan tampaklah Candra yang sudah selesai diobati.
“Bagaimana, Dok?” tanya pria itu.
“Tidak ada yang parah, tapi mungkin karena luka robek serta memarnya cukup parah membutuhkan beberapa hari untuk Adik ini beristirahat. Nanti Dokter resepkan obat dan surat Dokter agar istirahat di rumah dulu, ya.”
Dokter itu tersenyum memandang ke arah Candra dan Aslan.
“Kalau bisa suratnya seminggu ya, Dok.”
“Enak ajah seminggu, ke enakan kamu nggak sekolah,” sela Aslan membuat Candra memanyunkan bibirnya.
Sedangkan tiga orang dewasa yang berada di sana menggelengkan kepalanya melihat perdebatan tak berfaedah kedua bocah laki - laki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Bu Een Pucuk🌱Squard🐛
ceritanya bagus, alami alurnya, enak baca percakapanya, dan mudah dipahami
2022-10-01
2
Nan _Nan89
Ya ampun, sikile tugel...🤣🤣🤣
2022-09-13
0